Sukses

Ashmore Asset Management Bukukan Laba Bersih Rp 79,6 Miliar

Pada awal 2020 ini, Ashmore Asset Management melakukan penawaran umum perdana saham (IPO).

Liputan6.com, Jakarta - PT Ashmore Asset Management Indonesia Tbk (AAMI) menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada Rabu, 7 Oktober 2020. Dalam sesi paparan publik, perseroan menceritakan laporan kinerja keuangan di tengah pandemi Covid-19.

Direktur Perusahaan Ashmore Asset Management Indonesia Arief Cahyadi Wana mengatakan, tahun buku 2019/2020 merupakan periode bersejarah bagi perseroan, dimana pada awal 2020 ini perseroan melakukan penawaran umum perdana saham (IPO), dan menjadi perusahaan manajemen investasi pertama yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).

"Namun tahun ini juga merupakan tahun yang penuh tantangan, terutama pada semester pertama tahun ini sebagai imbas dari Covid-19," ujar Arief dalam sesi teleconference. Rabu (7/10/2020).

Arief menyampaikan, menurut rilis laporan keuangan Ashmore tahun buku 2019/2020, emiten berkode saham AMOR ini mencatatkan pendapatan bersih yang menurun 11,8 persen menjadi sebesar Rp 128,7 miliar.

"Ini merupakan penurunan pertama yang terjadi sejak 3 tahun terakhir ini, dan hampir semuanya terjadi disebabkan oleh pelemahan pasar modal secara global di semester pertama tahun ini," ungkapnya.

 

2 dari 2 halaman

Pertumbuhan Aset

Sementara itu, AAMI juga mencatatkan EBITDA sebesar Rp 98,4 miliar dan EBITDA margin 54 persen. Perolehan tersebut dikatakan Arief masih lebih baik dari rata-rata industri selama masa pandemi ini.

"Dan juga perusahaan membukukan laba bersih sebesar Rp 79,6 miliar, dengan tingkat return on investment sebesar 49 persen, dan juga hasil bagus yang masih di atas rata-rata industri," sambungnya.

Menurut dia, industri aset manajemen Indonesia merupakan salah satu sektor yang saat ini membukukan pertumbuhan jangka panjang yang baik.

"Sejak 2005, rata-rata pertumbuhan dana kelolaan mencapai 21 persen setiap tahunnya sampai akhir 2019. Pertumbuhan yang di atas pertumbuhan ekonomi nasional tersebut kami percaya disebabkan oleh masih rendahnya penetrasi investasi di kalangan umum Indonesia, dan masih bertumbuhnya tingkat literasi investasi," tuturnya.