Sukses

IHSG Terperosok, Saham Bumi Resources Masih Menghijau

Pada periode 11-14 Januari 2021, saham PT Bumi Resources Tbk sudah menguat 34,62 persen ke posisi Rp 105.

Liputan6.com, Jakarta - Saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) atau saham BUMI masih lanjutkan penguatan di tengah laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah pada sesi kedua perdagangan saham, Jumat, (15/1/2021).

Mengutip data RTI, Jumat siang pukul 13.58 WIB, saham BUMI naik 2,86 persen ke posisi Rp 108. Saat pembukaan perdagangan, saham BUMI naik tipis ke posisi 106 dari penutupan kemarin 105. Saham BUMI sempat berada di level tertinggi 116 dan terendah 104. Total frekuensi perdagangan 18.109 kali dengan nilai transaksi Rp 152, 2 miliar.

Hingga sesi kedua, investor asing beli saham BUMI Rp 9,7 miliar dan jual Rp 7,8 miliar. Sementara itu, aksi beli investor domestik Rp 142,5 miliar dan aksi jual Rp 144,4 miliar.

Penguatan saham BUMI terjadi di tengah laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah. IHSG melemah 1 persen ke posisi 6.362. Sebanyak 341 saham tertekan sehingga menekan IHSG. 125 saham menguat dan 147 saham diam di tempat. Total volume perdagangan 19,4 miliar. Nilai transaksi Rp 16,8 triliun. Investor asing jual saham Rp 1717,99 miliar.

Secara sektoral, sebagian besar sektor saham melemah kecuali sektor saham konstruksi menguat. Sektor saham aneka industri memimpin pelemahan dengan turun 2,16 persen, diikuti sektor saham perkebunan melemah 1,58 persen dan sektor saham keuangan merosot 1,23 persen.

Pada periode 11-14 Januari 2021, saham BUMI sudah menguat 34,62 persen ke posisi Rp 105. Volume perdagangan 11,24 miliar saham. Nilai transaksi Rp 1,1 triliun.

Pada 13 Januari 2021, saham BUMI catat lonjakan terbesar mencapai 33,77 persen ke posisi Rp 103 per saham. Volume perdagangan 4,68 miliar saham. Nilai transaksi Rp 440,8 miliar.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 2 halaman

Penutupan IHSG pada Sesi I

Sebelumnya, gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) belum mampu bertahan di zona hijau pada sesi pertama perdagangan saham, Jumat, 15 Januari 2021. Surplus neraca dagang Indonesia lebih rendah dari harapan pasar dinilai menjadi sentimen negatif untuk IHSG.

Mengutip data RTI, pada penutupan sesi pertama, IHSG merosot 0,84 persen atau 53,68 poin ke posisi 6.374,63. Indeks saham LQ45 tergelincir 1,28 persen ke posisi 989,,58. Sebagian besar indeks saham acuan tertekan.

Sebanyak 147 saham menguat. Sementara itu, 308 saham melemah sehingga IHSG tertekan. 155 saham diam di tempat. Total volume perdagangan 16,2 miliar saham dengan nilai transaksi Rp 13,8 triliun. Investor asing jual saham di pasar reguler Rp 107,73 miliar. Posisi dolar Amerika Serikat terhadap rupiah di kisaran 14.049.

Secara sektoral, sebagian besar sektor saham melemah kecuali sektor konstruksi naik 0,20 persen. Sektor saham aneka industri merosot 1,34 persen, dan catat pelemahan terbesar. Diikuti sektor saham keuangan turun 1,27 persen dan sektor saham pertanian melemah 1,06 persen.

Di tengah pelemahan IHSG, saham-saham yang catatkan top gainer antara lain saham DGNS naik 35 persen ke posisi Rp 270, saham KIOS melonjak 24,66 persen ke posisi Rp 364 per saham, dan saham DCII mendaki 24,56 persen ke posisi Rp 2.460 per saham.

Sedangkan saham-saham yang merosot tajam atau top losers antara lain saham PEHA turun 6,99 persen, saham IRRA tergelincir 6,85 persen ke posisi Rp 2.990 per saham, dan saham ECII susut 6,85 persen ke posisi Rp 1.020 per saham.

Sementara itu, investor asing beli saham ARTO Rp 61,6 miliar, KLBF senilai Rp 48,4 miliar, dan TLKM sebanyak Rp 24,2 miliar.

Sedangkan saham-saham yang dilepas asing antara lain saham BBRI Rp 89,3 miliar, BBCA senilai Rp 32,5 miliar, dan BFIN sebanyak Rp 22 miliar.

Analis PT Binaartha Sekuritas, Nafan Aji menuturkan, pelemahan IHSG didorong surplus neraca dagang Indonesia lebih rendah dari haapan pasar.

“Impeachment Trump dan market menanti pelaksanaan vaksinasi massal,” kata Nafan saat dihubungi Liputan6.com.

Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan neraca perdagangan Indonesia pada periode Desember 2020 mengalami surplus sebesar USD 2,1 miliar. Surplus tersebut berasal dari ekspor dan impor pada bulan lalu.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, pada Desember 2020, nilai ekspor tercatat USD 16,54 miliar, tumbuh 14,63 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Bulan sebelumnya, ekspor tumbuh 9,54 persen.

"Banyak komoditas yang mengalami penigkatan harga seperti batu bara, minyak kernel, minyak kelapa sawit, tembaga, dan aluminium. Peningkatan harga ini akan berpengaruh besar kepada nilai ekspor pada Desember 2020," ujarnya, Jumat (15/1/2021).

Sementara itu nilai impor Indonesia pada Desember tercatat USD 14,44 miliar. Apabila dibandingkan dengan November 2020, impor tersebut mengalami kenaikan sebesar 14 persen.

"Meskipun secara year on year nilai impor pada Desember 2020 ini turun tipis sekali 0,47 persen. Secara month to month kenaikan impor 14 persen terjadi karena adanya kenaikan impor migas dan non migas," papar dia.