Sukses

Perencana Keuangan: Beli Saham Pakai Dana Nganggur, Bukan Utang

Perencana Keuangan One Shildt Financial Planning Mohammad Andoko menuturkan, beli saham memakai utang kurang tepat.

Liputan6.com, Jakarta - Media sosial ramai mengenai investor yang membeli saham dengan memakai utang. Bahkan ada pula memakai dana uang arisan hingga ada yang menggadaikan tanah.

Di media sosial terdapat potongan-potongan hasil tangkapan layar berisi keluhan-keluhan tersebut. Unggahan tersebut diunggah praktisi trader saham Desmond Wira. Dari unggahan dia di twitter @desmondwira berisi potongan hasil tangkapan layar yang berisi memakai pinjaman online hingga 10 aplikasi dapat Rp 170 juta untuk membeli 500 lot saham ANTM.

Selain itu, ada juga membeli saham KAEF dengan memakai uang arisan dan uang titipan ibu-ibu PKK, serta ada yang menyangkut di saham IRRA, dan gadai tanah dan BBKP.

Perencana Keuangan One Shildt Financial Planning Mohammad Andoko menuturkan,  beli saham memakai uang pinjaman kurang tepat.

Hal ini mengingat pinjaman sesuatu yang pasti karena dikenakan bunga, sedangkan saham merupakan instrumen investasi yang volatile dan tidak pasti. Di sisi lain, investasi saham juga bukan untuk jangka pendek tetapi jangka panjang.

Oleh karena itu, Andoko menilai jika investor yang memakai dana pinjaman kurang tepat. Investor tersebut hanya ikut-ikutan karena melihat kemungkinan orang lain mendapatkan untung dari saham tetapi tidak menganalisis mengenai saham.

“Tidak pakai pinjaman sebaiknya. Banyak investor yang ikut-ikutan salah satunya karena melihat untung, greedy, abaikan analisis. Banyak newbie karena ada rekomendasi dari selebgram tanpa melalui analisis saham, padahal bisa ada permainan bandar,” kata Andoko saat dihubungi Liputan6.com, Senin (18/1/2021).

Oleh karena itu, ia mengimbau investor untuk memakai dana idle atau menganggur saat investasi saham. Investasi saham tersebut juga dapat dilakukan secara bertahap atau dengan dolar cost averaging.

"Akan lebih tepat pakai idle cash. Jadi contoh punya gaji Rp 10 juta, ada surplus Rp 1 juta. Dia bisa pakai dana surplus ini secara reguler untuk investasi saham. Ketika pasar lagi turun, dia masuk, dan pada saat naik juga bisa masuk. Ini dolar cost averaging. Kalau pakai utang itu bahaya, saham itu tak pasti, sedangkan bunga pinjaman pasti,” ujar dia.

Selain memakai dana menganggur, Andoko menuturkan, investor juga dapat secara reguler menyisihkan dana dari penghasilannya untuk investasi saham. Akan tetapi, ia menekankan, sebelum masuk ke investasi saham, investor harus mengetahui seluk beluk mengenai pasar modal.

"Terjun investasi saham itu harus tahu fundamental, informasi perusahaan, dan isu. Selain itu, harus tahu kebijakan pemerintah, makro ekonomi, kemudian dianalisis. Harus mengerti analisis makro ekonomi, kebijakan pemerintah, dan melihat kondisi laporan keuangan perusahaan,” ujar dia.

Ia mengingatkan, jangan hanya ikut-ikutan untuk investasi saham. Akan tetapi, sebaiknya mempelajari dahulu mengenai saham hingga akhirnya terjun investasi saham. "Lebih baik terlambat masuk tetapi memahami soal saham, dari pada cepat tetapi uang kita habis,” kata Andoko.

 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 2 halaman

Pakai Utang untuk Beli Saham, Apakah Tepat?

Sebelumnya, meningkatnya investor pemula membuat pasar saham semakin menarik. Banyak dari mereka tergiur keuntungan dengan investasi yang diberikan.

Bahkan media sosial baru-baru ini dihebohkan dengan komentar seorang investor saham yang rela menggunakan uang pinjaman untuk berinvestasi.Tak hanya itu, Ia juga menyebut akan membayar seluruh utangnya hanya dalam waktu dua bulan karena yakin bisa menuai keuntungan.

Menanggapi hal tersebut, Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia (UI) Budi Frensidy mengaku bila beberapa investor senior dan berpengalaman menggunakan sistem utang saat hendak berinvestasi.

"Sebenarnya memang pada prakteknya banyak investor saham melakukannya dengan proses margin. Tapi biasanya yang begini itu investor yang sudah berpengalaman dan memang memiliki dana yang besar, jadi bukan investor kecil yang dananya pas-pas an," kata Budi kepada Liputan6.com, seperti ditulis Minggu, 17 Januari 2021.

Budi juga menegaskan, kenaikan saham pada emiten yang dipilih memiliki risiko besar meleset. Ia menegaskan tak ada satupun orang yang secara akurat mampu mengetahui kenaikan pertumbuhan saham.

"Enggak bisa juga dipastikan naik pasti untung, salah besar itu. Namanya hutang ada argonya ada bunganya juga. Biasanya 18 persen setahun, jadi kalau pinjam tiga bulan saja sudah kena 4,5 persen. Enggak ada jaminan juga harga saham apapun dapat naik 2-3 bulan ke depan," ujar dia.

Meski mengakui ada pinjaman untuk investasi saham, Budi menegaskan bila investor pemula jangan buru-buru menggunakan sistem ini. Bukan keuntungan, kemungkinan terjadinya kerugian juga bisa didapatkan.

"Jadi ini dalam praktek ada dilakukan tapi hanya investor dengan dana besar dan pengalaman. Jadi enggak bisa sembarangan yang gunakan fasilitas ini. Apalagi memastikan 1-2 bulan naik sahamnya," ujar dia.