Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi meluncurkan securities crowdfunding (SCF) bertepatan dengan perdagangan bursa perdana 2021. Penawaran efek melalui layanan urun dana berbasis teknologi ini diharapkan bisa menjadi alternatif sumber pendanaan bagi UMKM untuk mengembangkan usahanya.
Hingga saat ini, sudah ada empat penyelenggara penawaran efek melalui urun dana yang mendapat izin OJK. Hingga 31 Desember 2020, OJK mencatat nilai total dana yang dihimpun mencapai Rp 184,12 miliar, dengan jumlah usaha yang dibiayai mencapai 124 perusahaan.
Sejumlah analis menilai skema ini akan memberi dampak positif, baik bagi UMKM maupun pasar modal. Kendati begitu, ekonom Indef Bhima Yudhistira mengatakan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam implementasi SCF ini.
Advertisement
Baca Juga
"Crowdfunding lewat mekanisme SCF memang jadi solusi pendanaan UMKM , ini hal yang bagus. Tapi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, seperti tidak semua jenis usaha UMKM menarik di mata investor,” ujar dia kepada Liputan6.com, Kamis (28/1/2021).
Ia menuturkan, setidaknya ada dua macam UMKM yang menjadi pertimbangan investor. Pertama, ada UMKM kategori favorit yang menawarkan tingkat pengembalian untung besar dan produknya sedang laris dipasaran.
Sebaliknya, yang kedua adalah UMKM yang berorientasi jangka panjang dan produknya relatif banyak pesaing. Menurut Bhima, kelompok UMKM ini akan sulit mendapatkan pendanaan.
"Jadi prinsip winner takes all berlaku dalam SCF. Ada yang dapet banyak pendanaan tapi ada yang tidak dapat sama sekali,” ujar dia.
Sementara, Bhima menilai skema SCF ini membuat investor tertarik membiayai kegiatan UMKM yang sesuai dengan proposal awal sehingga UMKM akan kesulitan melakukan perubahan bisnis.
"Ketika ada rencana perubahan bisnis ini sulit dilakukan karena pelaku umkm terikat perjanjian jangka panjang dengan investor dalam skema SCF,” kata Bhima.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Literasi Keuangan Masih Rendah
Di sisi lain, ekonom senior Piter Abdullah menekankan pada tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia yang masih rendah. Menurut dia, ada potensi pemanfaatan ketidaktahuan masyarakat untuk tujuan yang merugikan.
"Banyak yang memanfaatkan keluguan masyarakat kita di bidang keuangan, yang kemudian memunculkan banyak penipuan berkedok investasi,” kata Piter saat dihubungi Liputan6.com.
Bahkan, lanjut Piter, meskipun OJK sudah memiliki satgas investigasi, tetapi tidak bisa efektif jika masyarakat pasif. Dia menuturkan, masyarakat juga harus pro aktif mencari informasi, belajar, dan hati-hati dalam berinvestasi.
Advertisement