Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati kembali mengusulkan pengenaan cukai terhadap minuman berpemanis. Di hadapan Komisi XI DPR RI, dirinya menilai kebijakan fiskal tersebut mampu menambah penerimaan negara, khususnya cukai.
Menanggapi hal itu, Direktur Keuangan PT Kino Indonesia Tbk (KINO) Budi Muljono menilai penerapan cukai akan berdampak negatif terhadap industri makanan dan minuman. Apalagi, saat ini pasar dihadapkan ketidakpastian akibat pandemi COVID-19.
"Meskipun kontribusi terhadap penjualan tidak terlalu besar, keberadaan kebijakan tersebut tentu akan berpengaruh negatif terhadap kami sebagai salah satu produsen minuman ini,” ujar Budi kepada Liputan6.com, ditulis Sabtu, (30/1/2021).
Advertisement
Baca Juga
Kendati Budi meyakini tujuan dari kebijakan tersebut baik, tetapi pengenaan cukai untuk saat seperti ini dinilai tidak tepat. Seluruh sendi ekonomi Indonesia bahkan dunia tengah dalam kondisi sulit akibat pandemi COVID-19 yang masih berlangsung.
Budi menuturkan, jika pengenaan cukai tersebut benar-benar terjadi, perusahaan akan otomatis melakukan rasionalisasi. Kemungkinan terburuknya, akan ada pengurangan karyawan untuk efisiensi, hingga penurunan daya beli karena penyesuaian harga.
"Pada akhirnya tambahan penerimaan dari cukai tersebut hanya akan offset, penerimaan pajak dari penjualan kemungkinan besar akan turun,” pungkas dia.
Kino Indonesia memiliki beberapa produk minuman, antara lain Malee Juice, Malee, Larutan Cap Kaki Tiga, Larutan Sejuk Segar, Cap Panda, dan Panther.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Belanja Modal Kino Indonesia pada 2021
Sebelumnya, emiten barang konsumsi PT Kino Indonesia Tbk (KINO) siap menggelontorkan belanja modal atau capital expenditure (capex) hingga Rp 250 miliar pada 2021. Anggaran tersebut akan dialokasikan untuk kegiatan efisiensi produksi perseroan.
"Capex untuk 2021 diperkirakan di range Rp 200-250 miliar, dan tentunya akan disesuaikan dengan kebutuhan dan recovery market. Anggaran capex akan dialokasikan untuk berbagai efisiensi serta refreshing mesin,” ujar Direktur dan Sekretaris Perusahaan PT Kino Indonesia Tbk, Budi Muljono kepada Liputan6.com, Senin, 11 Januari 2021.
Budi menambahkan, sumber pendanaan berasal dari kas internal serta dari perbankan. PT Kino Indonesia Tbk masih akan fokus pada produk existing yang masih memiliki permintaan tinggi.
Namun demikian, Budi mengatakan perseroan akan terus melakukan penyesuaian yang merujuk pada perkembangan kasus COVID-19 di dalam negeri. Termasuk ada vaksin, sehingga diharapkan pemulihan ekonomi lekas terjadi.
"Jika penyebaran (vaksin) ini berlangsung mulus dan cepat, pemulihan ekonomi akan berjalan lebih cepat dan kami dapat bergerak lebih fleksibel di market. Sangat penting untuk tetap memantau recovery market ini dan bereaksi terhadap segala perubahan yang terjadi,” kata Budi.
Budi tak menampik perseroan juga terimbas atas kebijakan pembatasan kegiatan di Jawa-Bali. Meski ada sedikit kelonggaran mengenai jam operasional, Budi menilai kelonggaran tersebut belum cukup untuk menopang biaya operasional perusahaan.
"Meskipun secara umum kami sebagai perusahaan yang bergerak di bidang consumer goods lebih memiliki daya tahan terhadap kondisi ekonomi yang lemah, namun tentunya kami mendapatkan dampak negatif dari berbagai pembatasan kegiatan ini,”
Sebagai contoh, Budi membeberkan banyak retail yang akan terimbas dari pemberlakuan jam operasional. Dia menuturkan, pembatasan jam pusat perbelanjaan akan menyebabkan pengurangan kunjungan, penurunan pendapatan toko-toko.
Akibatnya, toko tidak dapat lagi mempertahankan sewanya dan harus lay-off karyawannya. Sehingga akan mengurangi daya beli di masyarakat.
“Oleh karena itu kami akan terus memantau situasi dan menyesuaikan strategi kami terhadap keadaan market tersebut,” pungkas dia.
Hingga kuartal III 2020, penjualan PT Kino Indonesia Tbk (KINO) merosot 10,73 persen menjadi Rp 3,11 triliun dari periode sama tahun sebelumnya Rp 3,48 triliun.
Sementara itu, laba bersih turun 63,60 persen dari Rp 441,7 miliar hingga kuartal III 2019 menjadi Rp 160,71 miliar hingga kuartal III 2020.
Advertisement