Sukses

Kapan Waktu Tepat Beli Obligasi?

Direktur Panin Asset Management Rudiyanto menuturkan, yield obligasi pada awal Januari 2021 tercatat berada di kisaran 5,9 persen.

Liputan6.com, Jakarta - Pergerakan yield atau imbal hasil Surat Utang Negara (SUN) untuk tenor 10 tahun terpantau masih berada di kisaran 6,2 persen per 1 Februari 2021. Dengan angka tersebut, Direktur Panin Asset Management Rudiyanto menilai ini adalah saat yang tepat untuk investasi obligasi.

"Dengan 6,2 persen bisa dikatakan sudah murah (yield wajar untuk 2021 adalah 5,5 persen). Sehingga bisa menjadi momentum untuk berinvestasi di obligasi melalui reksa dana pendapatan tetap,” kata dia dalam diskusi virtual, seperti ditulis Rabu (3/2/2021).

Rudiyanto memaparkan, yield obligasi pada awal Januari 2021 tercatat berada di kisaran 5,9 persen. Sementara Selasa, 2 Februari 2021 yield obligasi 10 tahunan berada pada 6,17 persen.

Adapun pergerakan yield ini, kata Rudianto, disebabkan strategi front loading yang dilakukan pemerintah. Pada awal 2021, pemerintah menerbitkan obligasi dalam jumlah yang cukup banyak. Dengan demikian, penerbitan utang sampai dengan akhir tahun menjadi lebih sedikit.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 3 halaman

Yield Wajar?

Dengan ada front loading, investor bisa mengetahui pemerintah tengah membutuhkan dana. Sehingga negosiasi-pun berjalan. Alhasil, investor memanfaatkan situasi ini untuk menawar obligasi pada harga yang murah dengan bunga yang tinggi.

"Obligasi itu jika bunga naik, (maka) harga turun. Jadi karena semua menawar dengan bunga yang tinggi, sehingga terjadi koreksi harga,” kata Rudiyanto. 

Adapun dalam perhitungannya, perkiraan yield wajar untuk 2021 adalah 5,5 persen. “Jadi kalau ditanya apakah ini saatnya membeli reksadana fix income, iya, ini saatnya. Karena menurut saya harga SUN cukup murah," ujar Rudiyanto.

3 dari 3 halaman

Sentimen Pengaruhi Obligasi

Di sisi lain, ia mengatakan sejumlah sentimen yang semula digadang akan berpengaruh pada obligasi, tak terbukti memiliki pengaruh signifikan pada pergerakan yield obligasi. Seperti sentimen euforia terpilihnya Presiden AS Joe Biden. 

Selain itu, Bank Indonesia (BI) juga diperkirakan masih mempertahankan suku bunga rendah hingga 2022. Sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo terkait penanganan COVID-19, dengan anggaran negara diperbolehkan melewati batasnya sampai dengan 2022.