Sukses

Wall Street Bervariasi Imbas Koreksi Saham Tesla hingga Apple

Pada penutupan perdagangan saham wall street, Senin, 22 Februari 2021, indeks saham S&P 500 melemah 0,8 persen ke posisi 3.876,50.

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street bervariasi pada awal pekan ini.  Saham emiten teknologi alami koreksi tajam imbas imbal hasil obligasi yang terus naik menekan indeks saham S&P 500 dan Nasdaq.

Pada penutupan perdagangan saham wall street, Senin, 22 Februari 2021, indeks saham S&P 500 melemah 0,8 persen ke posisi 3.876,50.

Saham teknologi alami koreksi tajam seiring imbal hasil obligasi naik mengurangi minat untuk saham-saham yang sedang tumbuh. Sentimen itu juga yang menekan indeks saham S&P 500. Di sisi lain, investor juga mencermati saham-saham yang sensitif terhadap kondisi ekonomi.

Tekanan juga dialami indeks saham Nasdaq. Indeks saham acuan ini melemah 2,5 persen menjadi 13.533,05 karena saham Tesla tergelincir 8,6 persen. Saham emiten teknologi tertekan seperti Apple, Amazon dan Microsoft yang merosot dua persen.

Indeks saham Dow Jones berbalik arah menguat. Indeks saham acuan ini juga sempat melemah 200 poin dan berbalik arah menguat 27,37 poin atau 0,1 persen ke posisi 31.521,69.

Sejumlah saham unggulan menguat antara lain saham Disney melonjak 4,4 persen. Saham Caterpillar dan perusahaan bahan kimia Dow Inc naik lebih dari 3,5 persen. Sedangkan saham American Express dan Chevron masing-masing naik 3,2 persen dan 2,7 persen.

Sejumlah investor saham khawatir dengan imbal hasil US treasury yang meningkat pesat dalam beberapa pekan terakhir. Hal ini mengingat imbal hasil tinggi. Dikhawatirkan imbal hasil tinggi dapat menekan perusahaan terutama bergantung pada pinjaman. Di sisi lain, kenaikan imbal hasil tinggi juga dapat mengurangi daya tarik saham.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 3 halaman

Perhatian Investor

Selain itu, saham-saham teknologi yang berkembang selama pandemi COVID-19 juga berkembang selama pandemi sehingga beberapa investor mungkin merealisasikan keuntungan dan beralih ke saham lain yang berpotensi pulih.

Adapun imbal hasil obligasi 10 tahun naik menjadi 1,35 persen setelah melonjak 14 basis poin pada pekan lalu ke level tertinggi sejak Februari 2020. Imbal hasil obligasi 30 tahun juga menyentuh ke posisi tertinggi dalam satu tahun di posisi 2,2 persen.

“Pergeseran imbal hasil harus menjadi sesuatu yang diawasi investor. Hanya karena suku bunga jangka panjang sangat rendah secara historis, kami tidak percaya bahwa suku bunga harus naik sejauh yang diperkirakan oleh sebagian besar pakar, sebelum memengaruhi pasar saham,” ujar Chief Market Strategist Miller Tabak, Matt Maley seperti dilansir dari CNBC, Selasa (23/2/2021).

Selain itu, perhatian investor juga akan tertuju kepada Ketua Federal Reserve Jerome Powell yang memberikan kesaksian semi tahunannya tentang ekonomi di hadapan Komiten Perbankan. Pernyataan Powell mengenai inflasi dan suku bunga akan menentukan arah pasar pada pekan ini.

Pada awal pekan ini, Presiden Bank Sentral Eropa Christine Lagarde mengatakan, bank sentral memantau dengan cermat imbal hasil obligasi jangka panjang.

Pelaku pasar di wall street masih percaya lonjakan imbal hasil obligasi dapat mencerminkan tanda kepercayaan yang tumbuh dalam pemulihan ekonomi. “Kami tidak melihat kenaikan imbal hasil baru-baru ini sebagai ancaman untuk pasar yang menguat,” ujar Keith Lerner, Chief Market Strategis Truist, Keith Lerner.

3 dari 3 halaman

Koreksi Indeks Saham Awal Pekan Memangkas Kenaikan Sepanjang Februari

Dengan koreksi yang terjadi pada awal pekan ini memangkas keuntungan indeks saham acuan seperti Nasdaq menjadi 3,5 persen. Indeks saham S&P 500 naik 4,4 persen, dan indeks saham Dow Jones naik 5,1 persen. Indeks saham Russell 200 telah reli 8,6 persen.

Sementara itu, saham maskapai cenderung menguat setelah Deutsche Bank menaikkan rekomendasi untuk beli di saham maskapai. American Airlines melonjak lebih dari sembilan persen.

Selain itu, Gedung Putih juga memperkirakan akan mengirimkan jutaan dosis vaksin COVID-19 yang tertunda pada pekan ini karena badai musim dingin. New York menemukan kalau seorang penduduk New York positif COVID-19 yang pertama kali diidentifikasi di Afrika Selatan.