Sukses

Ekuitas Negatif, BEI Sematkan Notasi E kepada 33 Emiten

Dalam hal emiten membukukan ekuitas negatif, BEI tidak memberikan teguran tertulis maupun pemberian batas waktu untuk dapat membukukan ekuitas positif.

Liputan6.com, Jakarta - Bursa Efek Indonesia (BEI) memberikan notasi khusus "E" dalam hal Perusahaan Tercatat yang membukukan ekuitas negatif atas laporan keuangannya. Hingga saat ini, bursa telah menyematkan notasi khusus E kepada 33 perusahaan terdaftar atau emiten.

"Sampai dengan saat ini terdapat 33 Perusahaan Tercatat yang membukukan Ekuitas Negatif dan Bursa telah memberikan  Notasi Khusus E (Ekuitas Negatif),” ujar Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna kepada wartawan, Rabu (24/2/2021).

Nyoman menjelaskan, dalam hal Perusahaan Tercatat membukukan ekuitas negatif, Bursa tidak memberikan teguran tertulis maupun pemberian batas waktu untuk dapat membukukan ekuitas positif. Namun, BEI senantiasa memantau perkembangan operasional dan kinerja keuangan setiap Perusahaan Tercatat. 

Sesuai dengan SE Bursa Nomor SE-00002/BEI/01-2021, pemberian Notasi Khusus bukan merupakan suatu bentuk hukuman atau ketetapan. Melainkan bertujuan memberikan perlindungan kepada investor dalam bentuk awareness atas kondisi tertentu dari Perusahaan Tercatat yang dapat dengan mudah diketahui investor. 

"Dengan demikian, dalam masa pandemi, penerapan notasi khusus tetap diberlakukan sebagaimana ketentuan berlaku,” pungkas Nyoman.

Mengutip berbagai sumber, ekuitas merupakan hak atau kepentingan pemilik perusahaan pada aset yang dimiliki di usaha dan perusahaannya.

Biasanya ekuitas mengacu pada saham. Kalau di akuntansi dan pinjaman, ekuitas merupakan pada jumlah modal yang dikontribusikan oleh pemilik atau perbedaan antara total aset perusahaan dan total kewajibannya. Di properti, ekutias mengacu pada pada perbedaan antara nilai pasar aset dan utang yang terutang pada aset.

Selain itu, ekuitas disebut sebagai ekuitas pemegang saham yang mewakili jumlah uang yang akan dikembalikan kepada pemegang saham perusahaan. Hal ini terjadi jika semua aset dilikuidasi dan semua utang perusahaan dilunasi. Besaran hak pemilik usaha itu akan perusahaannya ditentukan oleh nilai ekuitasnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 2 halaman

Penutupan IHSG pada 24 Februari 2021

Sebelumnya, laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) belum mampu bangkit dari zona merah pada perdagangan saham Rabu, 24 Februari 2021. Akan tetapi, investor asing masih melakukan aksi beli di pasar reguler.

Mengutip data RTI, IHSG melemah 0,35 persen atau 21,75 poin ke posisi 6.251,05. Indeks saham LQ45 susut 0,89 persen ke posisi 950,71. Seluruh indeks saham acuan tertekan. Sebanyak 275 saham melemah sehingga menekan IHSG. 198 saham menguat dan 169 saham diam di tempat.

Pada Rabu pekan ini, IHSG sempat berada di level tertinggi 6.294,14 dan terendah 6.223,64. Total frekuensi perdagangan saham 1.418.995 kali dengan nilai transaksi Rp 16,6 triliun. Investor asing beli saham Rp 217,62 miliar di seluruh pasar.

Secara sektoral, sebagian besar sektor saham tertekan kecuali sektor saham pertanian naik 1,35 persen dan sektor saham keuangan mendaki 0,46 persen. Sektor saham industri dasar melemah 2,22 persen, dan catat penurunan terbesar. Disusul sektor tambang turun 1,65 persen dan sektor saham aneka industri tergelincir 1,3 persen.

Saham-saham yang catat kenaikan besar atau top gainers antara lain saham FORU naik 34,81 persen, saham YELO melonjak 34,44 persen, saham INCP menanjak 34,41 persen, saham BBHI meroket 24,71 persen dan saham GDYR melambung 24,57 persen.

Saham-saham yang tertekan antara lain saham EDGE turun 7 persen ke posisi Rp 23.600 per saham, saham CLAY merosot 6,97 persen ke posisi Rp 1.335 per saham, saham VRNA susut 6,96 persen ke posisi Rp 107 per saham, saham SKBM tergelincir 6,9 persen ke posisi Rp 324 per saham, dan saham GLOB turun 6,8 persen ke posisi Rp 298 per saham.

Sementara itu, saham-saham yang dibeli investor asing antara lain saham TLKM sebanyak Rp 302,4 miliar, saham BBTN sebanyak Rp 116,9 miliar, saham BBRI sebanyak Rp 35,9 miliar, saham BBNI sebanyak Rp 16 miliar, dan saham MYOR sebanyak Rp 8,5 miliar.

Saham-saham yang tertekan antara lain saham ASII sebanyak Rp 120,6 miliar, saham BBCA sebanyak Rp 110,4 miliar, saham ICBP sebanyak Rp 48,5 miliar, saham BMRI sebanyak Rp 27,1 miliar, dan saham INDF sebanyak Rp 18,8 miliar.