Liputan6.com, Jakarta - Bank kecil atau mini menjadi incaran akuisisi sejumlah investor dari luar dan dalam negeri. Hal ini tak terlepas dari keinginan ekspansi bisnis sektor keuangan.
Head of Research PT Samuel Sekuritas, Suria Dharma menjelaskan peraturan yang dikeluarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjadi salah satu daya penyebab hal ini terjadi.
"Bila sebelumnya kita bisa lihat ada bank memiliki modal Rp1 triliun, tapi di akhir 2021 itu modal minimum naik menjadi Rp2 triliun dan akhir 2022 menjadi Rp3 triliun," katanya secara virtual, Sabtu (13/3/2021).
Advertisement
Baca Juga
Hal ini ternyata mendorong beberapa investor untuk melakukan akuisisi bank-bank kecil, terlebih mereka yang ingin mengembangkan bank digital memerlukan modal tambahan.
"Yang menarik bnak-bank kecil ini yanng harus menambah modalnya karena masih di bawah Rp2 triliun itu harus mencari investor baru," ujarnya.
Melihat hal ini, perusahaan-perusahaan juga tak tinggal diam. Banyak dari perusahaan ingin akuisisi karena pendirian bank digital baru memerlukan modal hingga Rp10 triliun.
"Banyak sekali perusahaan -perusahaan terutama Fintech yang ingin memiliki bank dan digital brand. Jadi dari pada mendirikan yang baru dengan modal Rp10 triliun, lebih baik bertahap membeli bank-bank kecil. Karena itu, bank kecil sangat menarik sekarang," tuturnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Apa Itu Bank Digital?
Semakin populer, sejumlah bank kecil atau mini dengan modal inti Rp1-5 triliun berencana mengembangkan bisnisnya menuju bank digital.
Melihat hal ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendukung dengan menerbitkan ketentuan. Salah satunya pembentukan bank digital baru harus memenuhi modal inti senilai Rp 10 triliun untuk bank baru.
Sedangkan untuk bank lama yang berubah menjadi digital diizinkan untuk modal minimal Rp 3 triliun.Meski demikian, masih banyak yang bingung dengan istilah bank digital. Lalu apa sebenarnya bank digital?
Melihat hal ini, Head of Research PT Samuel Sekuritas, Suria Dharma menjelaskan, bank digital ialah bank yang benar-benar telah menggunakan sistem digital untuk pengoperasiannya.
"Kalau bank digital bener itu ya mungkin kaya kantor cabang itu enggak perlu ada. Jadi mungkin enggak ada teller gitu ya, jadi semuanya melalui digital," katanya secara virtual, Sabtu (13/3/2021).
Suria menyebut, beberapa bank yang sudah melakukan digitalisasi belum tentu masuk kriteria bank digital. Terlebih sebagian bisnisnya masih menggunakan sistem konvensional.
"Digital itu memang kalau sekarang ini masih terbatas. Jadi bank itu enggak bisa klaim dirinya sebagai bank digital walaupun sudah melakukan digitalisasi. jadi mesti secara penuh ya," ujarnya.
Tak hanya itu, Ia juga menyebut cara berbisnis yang diterapkan bank digital juga berbeda. "Cara berbisnis juga berbeda, seperti kredit. Orang mau kredit sekarang harus ketemu kepala cabangnya lagi," tuturnya.
Meski demikian, ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi bank digital saat ini, seperti perkembangan teknologi di wilayah pedesaan.
"Tapi ada tantangan, kalau di kota pakai apps gampang tapi di daerah ini. Enggak semua orang familiar terhadap smartphone. Tapi kalau sudah familiar dan semua sudah menggunakan smartphone, ke depannya tentu akan berkembang pesat," kata dia.
Advertisement