Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewajibkan emiten yang akan delisting atau penghapusan pencatatan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk melakukan buyback saham atau pembelian kembali saham.
Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 3/POJK.04/2021 tentang penyelenggaraan kegiatan di bidang pasar modal. Aturan baru itu menjadi pengganti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 1995.
Dalam penerapannya, pihak Bursa melalui Peraturan Bursa Efek Indonesia (BEI) Nomor I-I telah mengatur bahwa salah satu syarat delisting atas permohonan Perusahaan Tercatat (voluntary delisting) adalah perusahaan tercatat atau pihak lain yang ditunjuk wajib membeli saham dari pemegang saham yang tidak menyetujui rencana voluntary delisting.
Advertisement
Baca Juga
Selanjutnya, Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna menuturkan, harga pembelian saham tersebut wajib memenuhi ketentuan yang diatur dalam Peraturan BEI Nomor I-I.
"Adapun pelaksanaan kewajiban buyback dalam rangka Delisting atas perintah OJK atau permohonan Bursa akan di laksanakan sebagaimana diatur dalam POJK 3/2021,” kata Nyoman kepada awak media, Senin (15/3/2021).
Berdasarkan Pasal 108 POJK 3/2021, ketentuan tersebut mulai berlaku sejak POJK 3/2021 diundangkan. Dengan demikian, maka kewajiban buyback tersebut sudah berlaku sejak 22 Februari 2021.
Nyoman menambahkan, apabila perusahaan tercatat yang delisting atas perintah OJK atau permohonan Bursa tidak melaksanakan buyback, maka hal tersebut belum sesuai dengan ketentuan POJK 3/2021.
“Berdasarkan Pasal 100 POJK 3/2021 diatur bahwa setiap Pihak yang melakukan pelanggaran dan/atau menyebabkan pelanggaran ketentuan POJK 3/2021, dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 dan/atau tindakan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 POJK 3/2021,” ujar dia.
Adapun sanksi yang dimaksud antara lain; pengembalian keuntungan yang diperoleh atau kerugian yang dihindari secara tidak sah, pembayaran ganti kerugian kepada Pihak tertentu, pembekuan atau pembatalan hak manfaat, pembatasan untuk melaksanakan kegiatan tertentu, dan atau tindakan tertentu lainnya.
"Sanksi-sanksi dimaksud dapat digunakan dengan atau tanpa didahului pengenaan sanksi peringatan tertulis," seperti dikutip dari Pasal 95 POJK 3/202.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Emiten Bakal Delisting Wajib Buyback Saham
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewajibkan emiten yang akan delisting atau penghapusan pencatatan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk melakukan buyback saham atau pembelian kembali saham.
Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 3/POJK.04/2021 tentang penyelenggaraan kegiatan di bidang pasar modal. Aturan baru itu menjadi pengganti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 1995.
Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal I OJK, Djustini Septiana menuturkan, salah satu tujuan hal ini dibuat ialah melindungi investor ritel.
"Perubahan PP 45 menjadi POJK salah satu tujuannya memang meningkatkan investor dan meningkatkan kepercayaan masyarakat. jadi ada beberapa poin yang bisa kita perhatikan untuk perlindungan investor ritel," ujar dia seperti ditulis Rabu, 10 Maret 2021.
Djustini menegaskan, bila selama ini emiten yang melakukan delisting sangat merugikan investor ritel karena saham yang dibeli tak lagi bernilai.
"Seperti kita tahu selama ini ada emiten yang enggak jelas, sehingga enggak ada jalan keluar. Sahamnya di pegang tapi udah enggak bernilai," ujarnya.
Oleh karena itu, Djustini memberikan syarat agar emiten wajib membeli kembali saham apabila akan delisting, sehingga terdapat wadah atau jalur untuk menjual kembali saham yang dimiliki.
"Dengan ketentuan ini kita memberikan syarat untuk mewajibkan emiten-emiten tersebut wajib membeli kembeli saham, itu adalah bentuk perlindungan investor ritel," ujarnya.
Selain itu, Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal IA OJK Luthfy Zain Fuady menyebut, hal ini bukanlah peraturan baru karena sudah tertera di Undang Undang tentang Perseroan Terbatas.
"Sebenarnya ini bukan hal baru ya, sebenarnya ini sudah ada dalam Undang-Undang PT, hanya saja di UU PT tidak terlalu clear siapa yang harus bertanggung jawab," tuturnya.
Advertisement