Sukses

Terbesar dalam Sejarah, Tencent Music Bakal Buyback Saham Rp 14.443 Triliun

Tencent Music merupakan layanan musik online dari raksasa teknologi China Tencent yang menjalankan layanan dan aplikasi streaming.

Liputan6.com, Jakarta - Tencent Music Entertainment Group mengumumkan rencana untuk membeli kembali (buyback) saham senilai USD 1 miliar atau sekitar Rp 14.443 triliun (asumsi kurs Rp 14.443 per dolar AS).

Sebelumnya, saham Tancent yang terdaftar di AS itu turun tajam pada minggu lalu. Dilansir dari CNBC, Senin (29/3/2021), pembelian kembali saham dimulai pada hari ini, dan akan berlangsung selama 12 bulan ke depan.

Tencent Music merupakan layanan musik online dari raksasa teknologi China Tencent yang menjalankan layanan dan aplikasi streaming.

Perusahaan, yang terdaftar di Bursa Efek New York ini telah kehilangan sekitar sepertiga dari nilainya minggu lalu di tengah aksi jual saham teknologi di China.

Bagian dari penjualan itu terjadi setelah Komisi Sekuritas dan Bursa AS (Securities and Exchange Commission/SEC) mengadopsi undang-undang yang dapat menyebabkan penghapusan daftar (delisting) perusahaan asing yang melanggar aturan audit baru.

Akan tetapi, tekanan lebih lanjut datang pada Jumat setelah Archegos Capital Management terpaksa melikuidasi posisi yang dipegangnya di beberapa nama teknologi utama China.

Ketua Dewan, Tong Tao Sang mengungkapkan, Tencent Music akan membeli kembali saham biasa Kelas A dalam bentuk saham penyimpanan Amerika (American depositary shares).

"Program Pembelian Kembali Saham merupakan indikasi kuat dari kepercayaan Dewan terhadap prospek bisnis Perusahaan dan strategi jangka panjang, dan kami yakin program ini pada akhirnya akan menguntungkan TME (Tencent Music Entertainment) dan menciptakan nilai bagi para pemegang saham,” kata dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 3 halaman

Kapitalisasi Pasar Saham 4 Raksasa Teknologi Susut

Sebelumnya, raksasa perusahaan teknologi China yang mencatatkan saham di Amerika Serikat dan Hong Kong antara lain Alibaba, Baidu, JD.com, dan Netease alami penurunan nilai kapitalisasi pasar saham hanya dalam beberapa hari.

Tekanan terhadap raksasa teknologi China tersebut di tengah ancaman potensi pencabutan pencatatan dari bursa saham Amerika Serikat (AS).

Pada penutupan perdagangan saham di Hong Kong, kapitalisasi pasar empat saham raksasa teknologi China turun 468,64 miliar dolar Hong Kong atau sekitar USD 60,31 miliar atau sekitar Rp 876,49 triliun (asumsi kurs Rp 14.416 per dolar AS).

Berikut daftar nlai kapitalisasi pasar saham dari perusahaan teknologi China yang menyusut dilansir dari CNBC, Jumat, 26 Maret 2021:

1.Kapitalisasi pasar saham Alibaba susut 303,1 miliar dolar Hong Kong (USD 39 miliar

2.Kapitalisasi pasar saham Baidu merosot 107,54 miliar dolar Hong Kong

3.Kapitalisasi pasar saham JD.com turun 30,674 miliar dolar Hong Kong

4.Kapitalisasi pasar saham Netease susut 27,334 miliar dolar Hong Kong

Adapun Baidu yang baru debut di bursa saham Hong Kong lesu seiring sentimen tersebut.

Pada Rabu, 24 Maret 2021, Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC) Amerika Serikat mengadopsi aturan yang mengancam untuk menghapus pencatatan saham dari bursa saham AS kecuali jika mematuhi standar audit AS. Dikenal sebagai Holding Foreign Companies Accountable, undang-undang tersebut disahkan oleh pemerintahan mantan Presiden AS Donald Trump.

3 dari 3 halaman

Tantangan

Perusahaan yang diidentifikasi oleh SEC akan membutuhkan audit oleh pengawas AS dan perlu menunjukkan kalau perusahaan mereka tidak dimiliki dan dikendalikan oleh entitas pemerintah di yurisdiksi asing.Perusahaan juga harus menyebutkan anggota dewan yang merupakan pejabat Partai Komunis China.

Selain ketidakpastian peraturan tersebut, perusahaan teknologi China juga hadapi potensi tantangan di dalam negeri karena Pemerintah China memperketat pada sektor yang berkembang pesat dan menetapkan undang-undang anti monopoli dalam teknologi keuangan dan e-commerce.

Reuters melaporkan awal pekan ini, pendiri Tencent bertemu dengan pejabat pemerintah China untuk membahas kepatuhan grupnya.

Sebelumnya grup Ant tiba-tiba ditangguhkan rencana IPO nya. Di luar kekhawatiran itu sektor saham teknoogi mendapat tekanan karena imbal hasil obligasi meningkat. Kenaikan imbal hasil obligasi menekan saham teknologi.

Selain itu, seiring meningkatnya optimisme atas potensi pemulihan ekonomi global, investor akan mengalihkan portofolio dari sektor saham teknologi ke saham yang berpotensi naik seiring pemulihan ekonomi.