Liputan6.com, Jakarta - Wabah pandemi Covid-19 secara tak langsung justru meningkatkan jumlah investor saham. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Desember 2020 jumlah investor pasar modal sebanyak 3,88 juta.
Angka tersebut melonjak 56,45 persen dibandingkan yang sebanyak 2,48 juta. Yang menarik, sebanyak 54,8 persen adalah investor di bawah 30 tahun alias milenial. Padahal akibat pandemi, kinerja portofolio investasi banyak yang jeblok. OJK mewasapadai peningkatan jumlah investor tersebut, apakah sudah melek informasi di pasar modal atau sekadar ikut-ikutan.
Fenomena tersebut juga harus menjadi perhatian pelaku pasar modal lain. Menjaga kondisi pasar modal tetap sehat.
Advertisement
Tahun ini diprediksi keadaan akan membaik. Program vaksinasi terus berjalan, sehingga diharapkan dapat menjinakkan pandemi dan ekonomi bisa meningkat. Salah satu indikator meningkatnya ekonomi adalah bursa saham.
Presiden Direktur Syailendra Capital Fajar R Hidayat melihat potensi upside Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih cukup besar. "Syailendra memperkirakan pada akhir tahun IHSG akan berada di level 6.900," kata Fajar, Rabu (14/4/2021).
Bahkan, Fajar menyebut IHSG pada level tertingginya bisa saja bergerak ke level 7.000-7.200. Ia memproyeksikan level ini justru akan terjadi pada kuartal III-2021, sebelum akhirnya perlahan terkoreksi dan bergerak ke arah 6.900 pada akhir tahun.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Berdasarkan Fundamental Saham pada Semester II 2021
Menurutnya, pada kuartal III-2021, pergerakan pasar saham juga akan mengalami perubahan. Sejauh ini pasar saham masih digerakan oleh sentimen maupun berita saja. Sehingga, ketika ada sentimen positif, maka pasar akan menguat, begitu pun sebaliknya.
Namun,memasuki semester II-2021, pasar lebih akan didorong oleh fundamental saham-saham. "Kinerja emiten sebenarnya sejauh ini belum bisa dinilai, karena laporan keuangan full year 2020 ataupun kuartal I-2021 masih sangat dipengaruhi pandemi dan masa transisi. Tapi, untuk laporan keuangan kuartal II-2021, baru terlihat hasil dari konsistensi strategi masing-masing perusahaan dalam menyiasati dampak pandemi,” jelasnya.
Fajar menilai, jika investasi saham dianggap terlalu berisiko, investor bisa mencoba masuk ke reksadana. Syailendra lantas merekomendasikan empat produk reksadana yang disiapkan, yakni reksadana pendapatan tetap, campuran dan reksadana indeks.
Dia memprediksi, tahun ini pertumbuhan industri reksadana akan kembali mulai normal. Dia memperkirakan, pertumbuhan industri reksadana pada tahun ini akan berada di kisaran 5-10 persen.
"Jenis reksadana yang berpotensi tumbuh paling optimal adalah, reksadana saham, reksadana indeks, reksadana pendapatan tetap, lalu reksadana pasar uang," terangnya.
Advertisement
Luncurkan Produk Reksa Dana Baru
PT Syailendra Capital menyiapkan beberapa produk baru reksadana berbasis ritel di tahun ini. Produk ini dibentuk untuk menangkap peluang pertumbuhan investor ritel yang cukup pesat belakangan ini.
Untuk reksadana indeks, perusahaan ini juga menyiapkan beberapa produk RD index. Fajar menambahkan, saat ini pasar reksadana indeks masih punya ruang yang sangat besar untuk terus tumbuh. Fajar mengatakan, reksadana indeks menawarkan transparansi yang akan memudahkan investor.
"Dengan berbagai produk reksadana baru yang sudah disiapkan ini, kami optimistis Syailendra bisa mencatatkan pertumbuhan dana kelolaan sebesar 5-10 persen dibandingkan tahun lalu," tutur Fajar.
Berdasarkan catatann pada akhir 2020 lalu, dana kelolaan Syailendra mencapai Rp 23,43 triliun. Sementara per akhir Februari 2021, dana kelolaan Syailendra tumbuh 4,35 persen menjadi Rp 24,45 triliun.
Jumlah tersebut tidak termasuk Reksa Dana Penyertaan Terbatas (RDPT) dan Kontrak Pengelolaan Dana (KPD), yang merupakan urutan ke 9 [ms7] di industri aset manajemen Indonesia.
"Jika termasuk semua jenis reksa dana, total dana kelolaan SYAILENDRA adalah sebesar Rp 26,14. Saat ini SYAILENDRA menguasai 4.15 persen market share dari seluruh dana kelolaan industri manajer investasi," tukas Fajar.