Liputan6.com, Jakarta - PT Totalindo Eka Persada Tbk (TOPS) digugat dalam perkara penundanaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Mengutip sipp.pn-jakartapusat.go.id, Selasa (20/4/2021), perkara tersebut didaftarkan pada 16 April 2021 dengan nomor perkara 175/Pdt/Sus-PKPU/2021/PN Jkt.Pst. Disebutkan dalam laman tersebut pemohon adalah Tohap Sigalingging dan termohon PT Totalindo Eka Persada Tbk.
PT Totalindo Eka Persada Tbk pun angkat bicara mengenai gugatan PKPU tersebut, Mengutip keterbukaan informasi ke Bursa Efek Indonesia (BEI), PT Totalindo Eka Persada Tbk menyatakan kalau pemohon PKPU adalah subkontraktor dari perseroan pada proyek Podomoro City Deli Medan. Perseroan bertindak sebagai kontraktor utama dalam proyek itu.
Advertisement
Perseroan melakukan perikatan berdasarkan kontrak kerja Nomor 001/TEP-PCD/TOHAP.S- galian tanah/10/20215 pada 1 Oktober 2014 untuk melaksanakan pekerjaan galian tanah dengan volume 350.000 m3 dengan harga per meter Rp 38.000/m3. Jadi nilai kontrak sebesar Rp 13,3 miliar.
"Pekerjaan galian yang telah dilakukan oleh Pemohon PKPU telah dibayar oleh perseroan sebesar Rp 7,78 miliar yang terdiri dari pekerjaan galian, alat, breaker dan pengangkutan lumpur,” demikian kutip keterbukaan informasi BEI yang diteken Sekretaris Perusahaan PT Totalindo Eka Persada Tbk, Novita Frestiani.
Timbul permohonan PKPU menyusul pada saat pelaksanaan pekerjaan, pemohon PKPU mengalami keterlambatan pelaksanaan galian sesuai kontrak kerja dan perseroan sebagai kontraktor utama beberapa kali mendapatkan teguran dari project owner.
Selanjutnya perseroan telah meneruskan teguran dari project owner kepada pemohon PKPU sekaligus menegur pemohon PKPU untuk mempercepat pekerjaan galian yang dimaksud. Akan tetapi, dalam kenyataannya, pemohon PKPU tidak mengindahkan teguran tersebut.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Tempuh Segala Upaya Hukum
Menurut ketentuan pasal 8 ayat 1 huruf d dan pasal 10 ayat (2) dan (3) kontrak kerja, perseroan memutuskan hubungan hukum atau hubungan kerja dengan pemohon PKPU. Selanjutnya perseroan menunjuk pihak ketiga untuk melanjutkan pekerjaan dimaksud dengan biaya yang dibebankan kepada pemohon PKPU.
"Nilai permohonan PKPU adalah sebesar Rp 4,18 miliar tanpa dasar hukum, karena bukti yang diajukan hanya berupa kuitansi yang dibuat oleh pemohon PKPU sendiri," demikian mengutip keterbukaan informasi perseroan.
Perseroan menyatakan tidak pernah akui kuitansi karena pekerjaan telah dialihkan kepada pihak ketiga yang sesungguhnya menjadi beban dan tanggung jawab pemohon PKPU untuk membayar pihak ketiga tersebut.
Perseroan juga menyebutkan kalau kewajiban perseroan sebesar Rp 1,50 triliun. Jadi nilai permohonan PKPU adalah sebesar Rp 4,18 miliar atau hanya 0,0028 persen dari total kewajiban perseroan.
“Nilai utang yang dimohonkan PKPU tidak bernilai material bagi perseroan, sehingga tidak berpengaruh terhadap kelangsungan hidup perseroan,” tulis dia.
Perseroan telah menunjuk dan memberikan kuasa kepada kantor pengacara, kurator dan pengurus BOSS Law Firm. "Menempuh segala upaya hukum untuk menghadapi permohonan PKPU tersebut," kata dia.
Perseroan juga menyatakan ada gugatan PKPU tersebut tidak berdampak signifikan baik ke hukum, kondisi keuangan dan operasional.
Untuk hadapi gugatan PKPU itu, perseroan menyatakan menjalin komunikasi yang baik kepada seluruh kreditur dengan menjealaskan permohonan PKPU yang dimohonkan tidak berdasarkan hukum.
Advertisement