Sukses

Perjalanan Divestasi Saham Indosat dan Kini Dikelola PPA

PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero)/PPA mengelola lima saham minoritas negara termasuk PT Indosat Tbk (ISAT).

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian BUMN mengalihkan hak atas kepemilikan saham minoritas negara pada lima perusahaan senilai Rp 2,95 triliun kepada PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero)/PPA

Saham lima perusahaan yang dialihkan kepada PPA antara lain PT Indosat Tbk, PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI), PT Bank KB Bukopin Tbk, PT Kawasan Industri Lampung, dan PT Socfin Indonesia.

Kepemilikan saham minoritas pada lima perusahaan tersebut akan memperkuat struktur permodalan PPA. Hal ini juga mengingat PPA sedang bertransformasi bersama dengan PT Danareksa (Persero) dalam Klaster Danareksa–PPA menuju National Asset Management Company (NAMCO).

Pengalihan aset itu juga langsung dihadiri Menteri BUMN Erick Thohir dan teken dokumen pengalihan saham minoritas lima perusahaan kepada PPA di Gedung Kementerian BUMN, Jakarta pada 28 April 2021.

Menteri BUMN, Erick Thohir mengatakan, pelaksanaan pengalihan perusahaan kepemilikan negara minoritas merupakan implementasi dari program prioritas Kementerian BUMN, khususnya yang terkait dengan program peningkatan investasi dengan mengoptimalkan nilai aset dan menciptakan ekosistem investasi yang sehat.

Inbreng saham ini merupakan bagian dari transformasi Kementerian BUMN untuk lebih fokus dan optimal dalam pengelolaan BUMN.

"Dengan dialihkannya kepemilkan, diharapkan PT Indosat Tbk, PT Prasadha Pamunah Limbah Industri, PT Bank Bukopin, PT Kawasan Industri Lampung, dan PT Socfin Indonesia akan lebih efektif, maksimal, dan profesional dalam pengelolaannya. Dengan tambahan saham BUMN minoritas ke PPA tentu akan memperkuat modal PPA untuk bisa menjalankan program scale up business BUMN dan restrukturisasi BUMN,” ujar Erick dikutip dari keterangan tertulis, 28 April 2021.

Transfer aset itu dilakukan dengan pengalihan saham. Hal ini merupakan tindak lanjut atas penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2021 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke dalam Modal Saham PPA dan Keputusan Menteri Keuangan No.135/KMK.06/2021 tentang Penetapan Nilai Penambahan PMN RI ke dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan PT Perusahaan Pengelola Aset.

Salah satu saham minoritas pemerintah yang dialihkan kepada PPA adalah PT Indosat Tbk. Pemerintah menguasai 776.625.000 atau sekitar 14,29 persen saham Indosat. Selain pemerintah Indonesia, saham Indosat juga dipegang oleh Oooredoo Asia Pte Ltd sebesar 65 persen dan publik 20,71 persen.

Bicara soal saham minoritas PT Indosat Tbk yang masih dimiliki pemerintah sebesar 14,29 persen yang kini dialihkan kepada PPA, Liputan6.com merangkum kilas balik saham Indosat yang dilepas Pemerintah Indonesia. Berikut ulasannya dirangkum dari berbagai sumber, Kamis (29/4/2021):

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 6 halaman

Berdirinya Indosat hingga Bangun IM3

PT Indosat Tbk lahir pada 10 November 1967. Perusahaan ini merupakan perusahaan penanaman modal asing (PMA) yang menyediakan layanan telekomunikasi internasional di Indonesia.

Kemudian Indosat dinasionalisasi dan menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada 1980, demikian mengutip laporan tahunan 2020 Indosat.

Status Indosat berubah menjadi BUMN setelah  American Cable and Radio, entitas IT&T yang merupakan pemilik pertama Indosat menjualnya kepada Pemerintah Indonesia seharga USD 43,8 juta.

Setelah jadi BUMN, PT Indosat Tbk pun menjadi perusahaan publik yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan New York pada 1994. PT Indosat Tbk tepatnya mencatatkan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 19 Oktober 1994. Pemerintah melepas 35 persen kepemilikannya kepada publik.

Saat itu, harga perdana saham PT Indosat Tbk  sebesar Rp 7.000 per saham. Jumlah saham yang dilepas sebanyak 103.550.000, demikian mengutip data RTI.

Pada 1995, Indosat mendirikan Telkomsel, perusahaan patungan bersama dengan PT Telkom Indonesia Tbk.

Bisnis PT Indosat Tbk pun makin berkembang. Pada 2001, PT Indosat Tbk masuk di selular Indonesia melalui akuisisi mayoritas saham Satelindo dan pendirian PT Indosat Multi Media Mobile (IM3).

3 dari 6 halaman

Pemerintah Divestasi Saham Indosat

Setahun kemudian tepatnya pada 2002, Pemerintah Indonesia melakukan divestasi 517,5 juta saham, mewakiliki sekitar 50 persen dari saham seri B pada saat itu.

Divestasi dilakukan dalam dua tahap. Pemerintah menjual 8,1 persen dari saham Indosat yang beredar melalui tender global yang dipercepat pada Mei 2002. Saat itu, pemerintah meraup dana sekitar Rp 1,1 triliun dari divestasi 8,1 persen saham Indosat.

Selanjutnya pada Desember 2002, pemerintah divestasi 41,9 persen saham seri B Indosat kepada mantan anak perusahaan  Singapore Technologies Telemedia (STT) Communication Ltd. STT merupakan anak usaha Temasek. Temasek adalah perusahaan investasi pemerintah Singapura.

Pemerintah divestasi 434.250.000 saham seri B Indosat dengan harga Rp 12.950 per saham. Pemerintah meraih dana Rp 5,62 triliun.

Mengutip Liputan6 pada 30 Desember 2002, pemerintah saat itu menjual saham Indosat untuk menutup defisit anggaran.

Pemerintah meraih dana sekitar Rp 6,72 triliun dari divestasi saham sebanyak dua tahap tersebut. Hingga akhirnya pemerintah menggenggam 14,96 persen saham Indosat.

Langkah Temasek memiliki saham Indosat tidak mudah. Hal ini mengingat Temasek melalui Singtel juga memiliki saham di Telkomsel. Hal itu membuat Temasek mendapatkan tuduhan melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Pelanggaran itu dikaitkan dengan pasal 27, pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama.

4 dari 6 halaman

Qatar Telecom Akuisisi Kepemilikan Saham STT di Indosat

STT, anak usaha Temasek tidak lama menggenggam saham Indosat. Enam tahun kemudian tepatnya pada 2008, Ooreeo akuisisi kepemilikan saham STT di PT Indosat Tbk. Hal itu yang memicu penawaran tender wajib. Ooredoo adalah perusahaan terbuka yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Qatar dan entitas afiliasinya.

Mengutip Antara, Ooredoo yang saat itu bernama Qatar Telecom (Qtel) mengumumkan telah membeli 40,8 persen saham Indosat. Qtel membayar sebesar 2,4 miliar dolar Singapura atau USD 1,8 miliar setara dengan Rp 16,74 triliun.

Pada 2013, Indosat pun secara sukarela menghapuskan pencatatan atas American Depository Receipts (ADR) dari Bursa Efek New York.

Hal ini seiring perseroan menilai kondisinya sudah tidak efisien dan tidak sesuai dengan kinerja perseroan. Hingga perseroan memutuskan delisting pada 24 Mei 2013 di Bursa Efek New York. Dengan demikian, saham Indosat hanya tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Indosat berganti identitas baru pada 2015. Perseroan meluncurkan identitas baru menjadi Indosat Oooredoo dan meluncurkan layanan komersial 4G-LTE yang pertama di Indonesia.

5 dari 6 halaman

Perpanjangan MoU Penjajakan Merger dengan Tri Indonesia

Indosat pun seperti akan memasuki babak baru. Hal ini seiring pemegang saham Ooredoo Qatar telah teken nota kesepahaman atas Memorandum of Understanding (MoU) eksklusif yang bersifat tak mengikat dengan CK Hutchison Holdings Limited Hong Kong selaku pemilik bisnis Tri Indonesia.

Kerja sama ini dilakukan sejalan dengan potensi terjadinya penggabungan bisnis telekomunikasi antara PT Indosat Tbk dan PT Hutchison 3 Indonesia. Adapun keterikatan MoU ini berlaku hingga 30 April 2021.

"Ooredoo ada di tahap awal dalam melihat manfaat dari transaksi potensial tersebut," tulis QPSC Ooredoo Qatar dalam pernyataan resminya, Senin, 28 Desember 2020.

Pada 28 April 2021 melalui keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), PT Indosat Tbk mengumumkan perpanjangan MoU tersebut hingga 30 Juni 2021.

PT Indosat Tbk menyatakan perpanjangan ini memberikan tambahan waktu bagi para pihak yang terlibat untuk menyelesaikan proses uji tuntas yang sedang berlangsung.

"Selain itu, menegosiasikan ketentuan-ketentuan dari kemungkinan kombinasi bisnis tersebut," demikian mengutip keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI) yang diteken Sekretaris Perusahaan PT Indosat Tbk, Billy Nikolas Simanjuntak.

Perseroan menyatakan, hingga dikeluarkan pemberitahuan ini tidak ada dampak material terhadap kegiatan operasional, hukum, kondisi keuangan, kelangsungan usaha perseroan.

"Dapat kami yakinkan bahwa begitu informasi material lebih lanjut sehubungan dengan kemungkinan kombinasi bisnis tersebut ada, maka hal tersebut akan kami sampaikan ke pihak yang berwenang pada waktu yang tepat," ujar dia.

6 dari 6 halaman

Saham Minoritas Dikelola PPA

Sebelumnya, pengalihan aset lima saham minoritas milik negara seiring Menteri Keuangan Sri Mulyani telah mentransfer aset kepada Menteri BUMN Erick Thohir.

Kementerian BUMN akan mengelola aset negara yang ada di sejumlah perusahaan swasta. Ada 35 perusahaan BUMN yang dimasukkan dalam PPA sebagai langkah restrukturisasi BUMN.

"Alhamdullilah kami juga dipercaya oleh beberapa aset dari Kemenkeu, sudah ditransfer ke kami, seperti Bukopin, Indosat, dan lain-lain," ujar Erick di depan Komisi VI DPR pada Selasa, 1 Desember 2020.

Pemerintah melalui Kementerian BUMN pun resmi mengalihkan hak atas saham negara RI kepada PPA pada Rabu, 28 April 2021. Pengalihan hak atas kepemlikan saham minoritas negara pada lima perusahaan senilai Rp 2,95 triliun.

Lima saham itu antara lain PT Indosat Tbk, PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI), PT Bank Bukopin Tbk, PT Kawasan Industri Lampung, dan PT Socfin Indonesia.

 

Direktur Utama PPA Yadi Jaya Ruchandi mengatakan, pengalihan hak pemegang saham minoritas pada lima perusahaan ini merupakan amanat yang besar bagi PPA untuk mengelola dan mengoptimalisasi setiap potensi dari aset yang dimiliki negara.

"Kepemilikan saham minoritas pada lima perusahaan ini diharapkan dapat memperkuat struktur permodalan, meningkatkan fleksibilitas permodalan, serta meningkatkan kapasitas usaha PPA dalam rangka menuju NAMCO,” ujar dia.

Ia menambahkan, dengan ada  penyertaan modal perseroan ini, PPA akan memperoleh dividen serta memiliki keleluasaan dalam pemanfaatan aset (leveraging) pada lima perusahaan tersebut.

"Struktur permodalan PPA yang lebih solid tentunya dapat menunjang peranan kami dalam menyehatkan BUMN, turut memperkuat sistem perbankan nasional, sekaligus berdampak positif pada efisiensi APBN karena tanpa mengeluarkan PMN tunai,” papar Yadi.