Sukses

Ada Lonjakan Kasus COVID-19, ABM Investama Terus Monitor Kondisi di India

Kebutuhan energi di India masih jalan sehingga PT ABM Investama Tbk melihat pasar India masih bisa bertahan.

Liputan6.com, Jakarta - Meski kasus positif virus COVID-19 di India mengalami kenaikan sangat signifikan, PT ABM Investama Tbk (ABMM) menegaskan masih ekspor ke negeri Bollywood tersebut.

"Tahun lalu India sempat menutup (ekspor) di bulan April. Tahun ini kebijakan itu tidak diambil oleh pemerintah India, sehingga kita monitor terus, partner kita di India juga memberikan masukan terus kepada kami," kata Direktur ABM Investama Adrian Erlangga secara virtual, Jumat, (7/5/2021).

Selain itu, Adrian menegaskan, kebutuhan energi di India masih jalan, pabrik juga masih beroperasi, sehingga pihaknya masih terus memasok batu bara hingga saat ini.

"Jadi buat kita pasar India itu masih bisa bertahan," ujarnya.

Meski demikian, perseroan mengaku pihaknya memiliki beberapa negara ekspor lainnya apabila India memilih untuk menutup sementara permintaan baru bara dari Indonesia, seperti China, Thailand dan Vietnam.

"Masih ada juga pasar domestik Indonesia jadi kalau India slow down, anytime kita bisa langsung mengarahkan ke pasar yang lain," tuturnya.

Tak hanya itu, Adrian juga menyebut perang dagang yang terjadi antara China dengan Australia, membuat negara Tirai Bambu tersebut menyerap kebutuhan batu bara dari negara lain, salah satunya Indonesia. 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 2 halaman

Absen Bagi Dividen

Sebelumnya, melihat kinerja perseroan tahun lalu, Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT ABM Investama Tbk (ABMM) memutuskan untuk tidak membagikan dividen 2020.

"Keputusan RUPS yang kedua adalah menyetujui tidak melakukan pembagian sisa hasil usaha dan penyisihan cadangan karena perseroan belum memiliki saldo laba bersih positif untuk tahun buku yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2020," kata Direktur ABM Investama, Adrian Erlangga secara virtual, Jumat, 7 Mei 2021.

PT ABM Investama Tbk mencatat rugi USD 35,65 juta pada 2020 dari periode 2019 untung USD 7,55 juta. Sementara itu, pendapatan dari kontrak dengan pelanggan naik dari USD 592,39 juta pada 2019 menjadi USD 606,40 juta pada 2020.

Selain itu, Adrian juga menyebut, RUPS juga memutuskan untuk menerbitkan surat utang atau obligasi sebanyak-banyaknya USD 400 juta atau sekitar Rp 5,7 triliun.

"Lalu kami menyetujui penerbitan surat utang oleh perseroan dalam denominasi Dollar Amerika Serikat yang akan dilakukan dalam satu kali penerbitan atau dalam serangkaian penerbitan kepada investor di luar wilayah negara Republik Indonesia atau alternatif pembiayaan lainnya," ujar Adrian.

Jumlah tersebut diakui Adrian telah sesuai dengan peraturan OJK No. 17/POJK.04/2020 tentang Transaksi Material dan Perubahan Kegiatan Usaha.

Mengutip keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), PT ABM Investama Tbk sebelumnya menjelaskan, penerbitan surat utang senilai USD 400 juta tersebut termasuk lebih dari 50 persen dari nilai ekuitas perseroan. Berdasarkan laporan keuangan konsolidasi perseroan, total ekuitas perseroan sebesar USD 161,74 juta.

Oleh karena itu, perseroan wajib mendapatkan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) terlebih dahulu atas rencana transaksi.

Adapun pokok obligasi akan dibayarkan seluruhnya dan sekaligus pada tanggal jatuh tempo surat utang selambat-lambatnya pada 2026. Tingkat suku bunga maksimum hingga 9,5 persen per tahun.

Bunga akan dibayarkan setiap enam bulan. Surat utang akan dijamin tanpa syarat dan tanpa ditarik kembali dengan jaminan perusahaan oleh perusahaan terkendali tertentu dari perseroan. dalam jumlah sebanyak-banyaknya USD 400 juta