Liputan6.com, Jakarta - PT Ashmore Asset Management Indonesia melihat dua kemungkinan perubahan struktural dalam susunan indeks saham Indonesia terutama pada semester II 2021.
Pertama, perubahan itu seiring ada penyesuaian bobot indeks kapitalisasi pasar dengan menerapkan bobot free float. Bursa Efek Indonesia (BEI) akan seragamkan metode penghitungan bobot saham yang masuk dalam konstituen indeks menjadi free float. Hal itu dilakukan secara bertahap mulai Juni 2021.
Baca Juga
Kedua, potensi dari penawaran umum perdana atau initial public offering (IPO) unicorn Indonesia. Dua hal tersebut berpotensi terjadi pada semester II 2021. Hal itu dinilai akan mempengaruhi saham unggulan atau blue chip dan berpotensi mendorong arus dana keluar dari saham tertentu.
Advertisement
"Kemungkinan penyesuaian bobot free float mempengaruhi saham Unilever, HM Sampoerna, dan Indofood yang memiliki free float 10-20 persen. Ini akan hasilkan pembobotan netralnya dikurangi masing-masing sekitar 0,5 persen-1 persen berdasarkan perhitungan broker," demikian mengutip laporan Ashmore, Minggu (23/5/2021).
Lalu berpotensi kemana arus dana tersebut masuk?
Ashmore Asset Management Indonesia melihat saham bank BUMN berkapitalisasi besar cenderung positif sebagai penerima arus dengan free float di atas 50 persen.
Adapun perubahan yang dapat pengaruhi pasar saham Indonesia yaitu potensi IPO GoTo. Berdasarkan laporan Nomura, dengan asumsi free float 40 persen dan kapitalisasi pasar Rp 580 triliun, perusahaan merger antara GoJek dan Tokopedia tersebut akan mencatatkan kapitalisasi pasar terbesar ketiga di BEI.
"Penyesuaian ini pasti akan mendorong arus keluar dari beberapa saham kapitalisasi besar terutama yang non perusahaan teknologi atau digital,"demikian mengutip laporan tersebut.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Dampak Positif
Namun, Ashmore Asset Management Indonesia melihat sisi positifnya dengan unicorn Indonesia masuk lebih dulu ke pasar saham akan menghasilkan porsti lebih tinggi untuk ekonomi baru Indonesia terhadap total kapitalisasi pasar saham. Sejak 21 Mei, 6 persen kapitalisasi pasar saham IHSG berasal dari ekonomi baru atau digital. Angka ini masih di bawah indeks S&P 500 yang mencapai 32 persen.
Ashmore melihat kemampuan ekonomi baru atau digital untuk menjangkau khalayak lebih luas dengan jenis produk sama telah menjadi dasar gangguan sehingga lebih tinggi dari nilai valuasinya. Inilah alasan saham Amerika Serikat lebih besar dari ukuran ekonomi riilnya. Hal ini lantaran sebagian besar karena kemampuan untuk masuk ekonomi melalui saham teknologinya.
"Dengan diperkenalkannya digital dan saham teknologi ke pasar saham Indonesia, kami melihatnya berpotensi menciptakan masa depan yang cukup berbesar untuk IHSG,” tulis Ashmore.
Ashmore menilai, pasar saham Indonesia akan berkembang dan berbeda dengan rekan-rekannya di ASEAN.
Selain itu, tekanan terjadi terhadap pasar saham baru-baru ini juga membuat saham menjadi menarik. "Namun dengan angin menerpa saham blue chip, kami melanjutkan untuk mencari saham siklikal dan komoditas ukuran menengah serta saham berbasis digital,” ujar Ashmore Asset Management.
Advertisement