Liputan6.com, Jakarta - Kondisi kinerja keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) kurang baik. Hal ini lantaran terpukulnya industri penerbangan buntut pandemi COVID-19 yang berlangsung sepanjang 2020.
Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk Irfan Setiaputra telah menyampaikan kepada karyawan dalam rapat internal mengenai kondisi Perusahaan saat ini. Salah satunya, Garuda Indonesia diketahui memiliki utang sekitar Rp 70 triliun atau USD 4,9 miliar.
Baca Juga
Utang tersebut meningkat lebih dari Rp 1 triliun setiap bulan karena terus menunda pembayaran kepada pemasok. Demikian dilansir dari laman The Star, Senin ini.
Advertisement
Di sisi lain, laporan keuangan terakhir GIAA yang disampaikan pada bursa yakni pada kuartal III-2020. Saat itu, pendapatan GIAA merosot 67,85 persen menjadi USD 1,14 miliar. GIAA pun membukukan rugi bersih USD 1,07 miliar. Kondisi ini berbalik dari kuartal ketiga tahun sebelumnya yang masih mencatatkan laba bersih USD 122,42 juta.
Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia, Sukarno Alatas menilai, Garuda Indonesia masih akan sulit untuk bangkit. Hal ini merujuk pada situasi ekonomi yang belum pulih sepenuhnya. Pada saat bersamaan, pandemi COVID-19 masih berlangsung turut menekan mobilitas, termasuk lewat udara.
"Prospek di GIAA masih akan kesulitan karena kondisi ekonomi belum benar-benar pulih dan kasus COVID-19 menjadi masalah utama yang mempengaruhi di industri penerbangan ini,” kata dia kepada Liputan6.com, Senin (24/5/2021).
Sukarno mengatakan GIAA memang perlu melakukan efisiensi untuk memitigasi penurunan kinerja yang lebih dalam. Memang, PT Garuda Indonesia Tbk diketahui telah menempuh sejumlah kebijakan untuk menyelamatkan Perseroan. Di antaranya dengan pemangkasan armada hingga program pensiun dini bagi karyawan.
"Terkait rencana bakal pangkas armada dan sebagainya, ya mungkin dari pihak perusahaan mau tidak mau melakukan itu untuk menekan cost,” kata Sukarno.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Gerak Saham GIAA
Sebelumnya, saham PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) makin tertekan pada sesi kedua perdagangan saham Senin, 24 Mei 2021.
Mengutip data RTI, saham PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) turun 6,96 persen ke posisi Rp 294 per saham. Saham GIAA dibuka stagnan di posisi Rp 316 per saham. Saham GIAA bergerak di kisaran Rp 294-Rp 316. Total frekuensi perdagangan saham 3.216 kali dengan nilai transaksi Rp 9 miliar. Total volume perdagangan 303.716.
Pada 17-21 Mei 2021, saham GIAA melemah 2,47 persen ke posisi Rp 316. Sepanjang tahun berjalan 2021, saham GIAA merosot 21,39 persen. Saham GIAA berada di posisi tertinggi Rp 276 dan terendah Rp 440 per saham. Saham GIAA ditransaksikan sebanyak 356.892 kali dengan nilai transaksi Rp 1,6 triliun.
Sementara itu, laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cenderung melemah terbatas. IHSG melemah 0,06 persen ke posisi 5.796. IHSG berada di kisaran 5.759-5.805. Sebanyak 320 saham melemah sehingga menekan IHSG. 191 saham menguat dan 135 saham diam di tempat.
Tekanan terhadap saham GIAA itu terjadi di tengah kabar perseroan sedang menawarkan program pensiun dini kepada karyawan.
VP Corporate Secretary Garuda Indonesia, Mitra Piranti menuturkan, saat ini manajemen tengah dalam tahap awal penawaran program pensiun yang dipercepat bagi karyawan Garuda Indonesia.
“Penawaran program ini dilakukan sejalan dengan upaya pemulihan kinerja usaha yang tengah dijalankan Perusahaan guna menjadikan Garuda Indonesia lebih sehat serta adaptif menjawab tantangan kinerja usaha di era kenormalan baru,” ujar dia seperti dikutip, Senin, 24 Mei 2021.
Situasi pandemi yang masih terus berlangsung hingga saat ini, mengharuskan Perusahaan melakukan langkah penyesuaian aspek supply & demand di tengah penurunan kinerja operasi imbas penurunan trafik penerbangan yang terjadi secara signifikan.
Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk Irfan Setiaputra telah menyampaikan kepada karyawan dalam rapat internal mengenai kondisi Perusahaan saat ini. Salah satunya, Garuda Indonesia diketahui memiliki utang sekitar Rp 70 triliun atau USD 4,9 miliar. Utang tersebut meningkat lebih dari Rp 1 triliun setiap bulan karena terus menunda pembayaran kepada pemasok.
Adapun laporan keuangan terakhir GIAA yang disampaikan pada bursa yakni pada kuartal III-2020. Saat itu, pendapatan GIAA merosot 67,85 persen menjadi USD 1,14 miliar. GIAA pun membukukan rugi bersih USD 1,07 miliar. Kondisi ini berbalik dari kuartal ketiga tahun sebelumnya yang masih mencatatkan laba bersih USD 122,42 juta.
Garuda Indonesia memastikan seluruh hak pegawai yang berminat mengambil program tersebut akan dipenuhi sesuai dengan ketentuan perundangan-undangan yang berlaku, serta kebijakan perjanjian kerja yang disepakati antara karyawan dan Perusahaan.
Melalui program tersebut, Perseroan berupaya untuk memberikan kesempatan kepada karyawan yang ingin merencanakan masa pensiun sebaik mungkin, khususnya bagi mereka yang memiliki prioritas lain di luar pekerjaan, maupun peluang karier lainnya di luar perusahaan.
"Ini merupakan langkah berat yang harus ditempuh Perusahaan. Namun opsi ini harus kami ambil untuk bertahan di tengah ketidakpastian situasi pemulihan kinerja industri penerbangan yang belum menunjukan titik terangnya di masa pandemi COVID-19 ini,” tutur Irfan.
Advertisement