Sukses

OJK: Instrumen dan Infrastruktur Kripto Belum Lengkap Jadi Investasi

OJK menyebut ada beberapa hal yang membuat bitcoin dan kawan-kawan masih berisiko untuk dijadikan investasi.

Liputan6.com, Jakarta - Mata uang kripto menarik perhatian karena nilainya yang melonjak naik sehingga sering dijadikan investasi beberapa investor. Tak hanya itu, beberapa negara juga sudah mengizinkan mata uang ini menjadi alat pembayaran sah.

Meski demikian, perdebatan mengenai mata uang digital ini masih terjadi hingga saat ini, termasuk di Indonesia. Setelah Bank Indonesia menegaskan bila kripto tak bisa digunakan sebagai alat pembayaran yang sah, OJK menyebut ada beberapa hal yang membuat bitcoin dan kawan-kawan masih berisiko untuk dijadikan investasi.

"Kami paham, instrumen dan infrastrukturnya belum lengkap untuk menjadi barang perdagangan dan investasi," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam rapat bersama Komisi XI DPR RI, ditulis Selasa (15/6/2021).

Wimboh juga menjelaskan bila kenaikan minat investor untuk melakukan pembelian kripto murni dari berita positif yang diberikan beberapa miliarder dunia.

"Kadang-kadang masyarakat kalau ada berita positif nambah, kalau negatif turun, jadi fluktuasi cukup besar. Nanti akan kita tindak lanjuti," ujarnya.

Wimboh juga menganalogikan mata uang kripto seperti bursa saham. Hal itu perlu ada regulasi yang jelas, sehingga investor yang investasi di sana mendapat perlindungan.

"Sebenarnya kita analogikan seperti di bursa harus ada settlement dan harus ada perlindungan konsumennya, kira kira begitu, dan ini yang belum ada. Tapi ini sudah banyak diperdagangkan di pasar," tuturnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 2 halaman

OJK Bakal Bahas Aturan Mata Uang Kripto

Sebelumnya, melihat perkembangan mata uang kripto di Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan, aturan khusus terkait hal ini perlu dihadirkan.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, Bank Indonesia jelas menyebut bila mata uang kripto bukanlah alat pembayaran yang sah hingga saat ini.

"Kripto ini harus jelas aturan mainnya, tapi sekarang ini belum ada metode perdagangan kripto. Dari Bank Indonesia jelas menyebut bila ini bukan alat pembayaran dan sektor keuangan enggak boleh memperdagangkan kripto," katanya dalam rapat bersama Komisi XI DPR RI, ditulis Selasa, 15 Juni 2021.

Wimboh juga mengatakan bila Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) menyebut, mata uang kripto tergolong dalam komoditas. Melihat hal ini, OJK menegaskan pihaknya akan membahas mengenai aturan terkait kripto.

"Jadi belum ada regulasi yang jelas di kripto ini, tapi dari Bappebti ini tergolong komoditas  sehingga nantinya kita sama sama duduk bersama bagaimana peraturannya," ujarnya.

Beberapa negara saat ini dengan tegas telah melarang penggunaan dan perdagangan kripto di wilayahnya. Meski demikian, tak sedikit juga yang masih belum menunjukan regulasi resmi terkait hal ini.

"Ada negara yang jelas melarang, jadi enggak boleh dan beberapa negara silent, dilarang enggak, dibolehkan juga enggak, jadi kalau masyarakat hilang uangnya ya diem aja enggak bisa komplain. Tapi kalau di Indonesia kayanya beda, jadi perlu duduk bersama," tuturnya.

Upaya OJK untuk mengeluarkan aturan jelas terkait hal ini juga telah dibicarakan dengan Kementerian Perdagangan. "Kami juga sudah bicara dengan Menteri Perdagangan untuk kejelasan bagaimana dan ini harus di atur di Undang-Undang secara jelas," tegasnya.

  • Saham adalah hak yang dimiliki orang (pemegang saham) terhadap perusahaan berkat penyerahan bagian modal sehingga dianggap berbagai dalam pe

    Saham

  • Otoritas Jasa Keuangan atau OJK adalah lembaga yang berfungsi untuk mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan di sektor keuangan.

    OJK

  • Aset kripto digunakan sebagai investasi komoditi yang dapat diperdagangkan di bursa berjangka.

    Kripto

  • Investasi adalah penanaman uang atau modal dalam suatu perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan.

    Investasi