Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Inarno Djajadi menuturkan, tingginya aktivitas di BEI selama tiga bulan pertama tahun ini. Tercatat, transaksi harian lebih dari Rp13 triliun.
"Tahun 2021 masih penuh tantangan dengan harapan pemulihan ekonomi yang tercermin dari tingginya aktivitas di Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam 3 bulan pertama. Kami mencatat lebih dari Rp13 triliun aktivitas harian," katanya, Kamis (1/7/2021).
Inarno juga menyebut terdapat 24 emiten yang masuk dalam daftar IPO tahun ini, termasuk perusahaan unicorn. "Saat ini kita masih ada 24 emiten dalam pipeline kita, mudah-mudahan bisa listing tahun ini. Kemungkinan unicorn juga masuk dalam listing di bursa," ujarnya.
Advertisement
Melihat ini, BEI juga terus melakukan diskusi intens dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait aturan yang akan ditetapkan bagi perusahaan startup atau perusahaan rintisan agar lebih nyaman saat melakukan IPO.
"Kami sedang melakukan diskusi intens dengan OJK dengan stakeholder yang memungkinkan para startup tersebut bisa melakuan IPO," tuturnya.
Meski enggan mengungkapkan perusahaan yang akan melantai di bursa, Inarno menegaskan bila tahun ini terdapat 2-3 unicorn yang akan listing di BEI.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
BEI Harap IPO Perusahaan Rintisan Unicorn Dongkrak Bobot MSCI
Sebelumnya, sejumlah perusahaan rintisan (startup) level unicorn bakal meramaikan perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Aksi dari perusahaan-perusahaan tersebut digadang-gadang akan menjadi IPO raksasa.
Direktur Perdagangan & Pengaturan Anggota Bursa BEI, Laksono Widodo menyampaikan, setidaknya ada beberapa harapan Bursa atas IPO dari perusahaan-perusahaan tersebut.
"Harapannya, mudah-mudahan dengan adanya IPO yang menarik yang besar ini menambah jumlah investor di Indonesia. Baik itu investor ritel maupun institusi, domestik maupun asing,” kata Laksono dalam video konferensi, Selasa, 29 Juni 2021.
Dengan tambahan investor, lanjut Laksono, Bursa harapkan rata-rata transaksi harian juga bisa meningkat sehingga meningkatkan likuiditas market, khususnya di dalam negeri.
"Dengan semakin tingginya likuiditas dan semakin banyaknya pilihan investasi yang ada di BEI, diharapkan pembobotan indeks MSCI atau indeks regional dan internasional bisa naik,” ia menambahkan.
Sebagai gambaran, Laksono mengatakan bobot MSCI (Morgan Stanley Capital Index) dari sejumlah negara berkembang seperti Indonesia, Filipina dan Thailand turun karena semakin besarnya bobot dari China.
Menurut dia, walaupun secara ekonomi maupun teknologi China sudah dianggap negara maju tapi secara pasar modal mereka masih dianggap negara berkembang
"Juga ada IPO baru dari misalnya di Saudi Arabia yang tentunya menggerus pembobotan negara-negara seperti Indonesia dan negara tetangga lainnya,” kata Laksono.
BEI berharap ada realisasi IPO perusahaan teknologi dapat meningkatkan bobot MSCI untuk Indonesia.
"Harapannya dengan adanya pilihan baru di pasar modal Indonesia ini dengan size besar, terjadi peningkatan pembobotan MSCI di Indonesia,” ujar dia.
Advertisement