Sukses

Intip Gerak Saham Emiten Farmasi Usai Ivermectin Dapat Izin Obat Terapi COVID-19

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengeluarkan izin penggunaan darurat termasuk ivermectin untuk obat terapi COVID-19.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengeluarkan izin penggunaan darurat (emergency use of authorization/EUA) pada beberapa obat dalam terapi COVID-19. Dari delapan obat, salah satunya adalah Ivermectin.

Selain itu,  Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga memberikan bantuan 600 ribu paket obat isolasi mandiri (isoman) gratis untuk rakyat.

Rinciannya, 300 ribu paket obat untuk masyarakat di Pulau Jawa dan Bali dan sisanya untuk masyarakat di luar Jawa dan Bali. Dengan ada sentimen itu, sejumlah saham emiten farmasi yang memproduksi obat-obatan tersebut terpantau tidak mengalami pergerakan signifikan.

Di antaranya ada PT Kimia Farma Tbk (KAEF) yang ditutup pada level 3.500 per saham pada sesi pertama perdagangan Kamis, 15 Juli 2021. Turun tipis dari posisi saat dibuka pada level 3.550 per lembar saham. KAEF sempat mencatatkan posisi teringginya pada level 3.600 dan terendahnya di 3.450 per lembar saham.

Kemudian saham PT Indofarma Tbk (INAF) terpantau naik tipis pada sesi pertama perdagangan Kamis, 15 Juli 2021.. Yakni naik 20 poin atau 0,63 persen ke level 3.220 pe lembar saham. Dengan posisi tertinggi saham pada 3.300 dan terendah di 3.170.

Sementara saham PT Pyridam Farma Tbk (PYFA) justru merosot sepanjang sesi pertama perdagangan hari ini. Amblas 85 poin atau terkontraksi 6,85 persen ke level 1.155 per lembar saham.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 2 halaman

BPOM Resmi Masukkan Ivermectin dalam Daftar Obat Terapi COVID-19

Sebelumnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengeluarkan izin penggunaan darurat (emergency use of authorization/EUA) pada beberapa obat dalam terapi COVID-19. Dari delapan obat, salah satunya adalah Ivermectin.

Selain Ivermectin, ada juga Remdesivir, Favipiravir, Oseltamivir, Immunoglobulin, Tocilizumab, Azithromycin, dan Dexametason (tunggal).

Hal itu terungkap dalam Surat Edaran BPOM tentang Pelaksanaan Distribusi Obat dengan Persetujuan Penggunaan Darurat (Emergency Use Authorization) Nomor PW.01.10.3.34.07.21.07 Tahun 2021.

"Bahwa telah ditetapkan Keputusan Kepala Badan POM HK.02.02.1.2.07.21.281 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Kepala BPOM Nomor HK.02.02.1.2.11.20.1126 tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Persetujuan Penggunaan Darurat (EUA) sebagai acuan bagi pelaku usaha dan fasilitas pelayanan kesehatan dalam mengelola obat yang diberikan EUA yang mengatur keharusan adanya kontrak antara pemilik EUA dengan apotek dan kewajiban pelaporan bagi fasilitas distribusi dan fasilitas pelayanan kesehatan," begitu poin pembuka dalam surat edaran tersebut.

Surat edaran tersebut ditujukan kepada pemilik EUA, pimpinan fasilitas distribusi obat, pimpinan rumah sakit, pimpinan pusat kesehtan masyarkat, pimpinan klinik, pimpinan Kantor Kesehatan Pelabuhan, dan pemilik apotek.

Surat edaran ini ditetapkan Mayagustina Andarini, Plt. Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Zat Adiktif BPOM, pada 13 Juli 2021.

Penggunaan Ivermectin dalam terapi COVID-19 sempat menuai pro dan kontra. Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) mengatakan bahwa obat yang semula ditujukan untuk penanganan infeksi cacing ini memang dapat digunakan dalam uji klinik COVID-19.

"Ivermectin yang merupakan obat cacing akan memasuki masa uji klinik demi melihat bagaimana efeknya dalam perawatan pasien COVID-19.

"BPOM sudah mengeluarkan izin edar Ivermectin untuk obat cacing. Ivermectin termasuk obat keras," kata Kepala BPOM Penny saat konferensi pers pada Senin, 28 Juni 2021."Namun, data epidemiologi dan global, Ivermectin digunakan dalam penanganan COVID-19. WHO juga merekomendasikan Ivermcetin dapat digunakan dalam uji klinik," Penny melanjutkan.

Â