Sukses

Garuda Indonesia Catat Rugi Setara Rp 35,40 Triliun Imbas Pandemi COVID-19

Garuda Indonesia (GIAA) mencatat pendapatan turun dan rugi melonjak sepanjang 2020 karena terpukul pandemi COVID-19.

Liputan6.com, Jakarta - PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) hadapi tekanan seiring pandemi COVID-19 yang masih berlangsung. Perseroan mencatat penurunan pendapatan dan rugi melonjak pada 2020.

PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) mencatat pendapatan usaha USD 1,49 miliar atau sekitar Rp 21,62 triliun (asumsi kurs Rp 14.490 per dolar AS) pada 2020. Realisasi pendapatan turun 67,36 persen dari periode sama tahun sebelumnya USD 4,57 miliar atau sekitar Rp 66,23 triliun.

Rincian pendapatan itu antara lain penerbangan berjadwal turun 68,18 persen dari USD 3,77 miliar pada 2019 menjadi USD 1,20 miliar. Penerbangan tidak berjadwal merosot 69,09 persen menjadi USD 77,24 juta pada 2020 dari periode 2019 sebesar USD 249,90 juta. Lainnya turun menjadi USD 214,41 juta pada 2020 dari periode sama tahun sebelumnya USD 549,33 juta.

PT Garuda Indonesia Tbk mampu menekan beban usaha pada 2020. Beban usaha susut 25,87 persen menjadi USD 3,30 miliar dari periode 2019 sebesar USD 4,45 miliar. Beban operasional penerbangan turun dari USD 2,54 miliar pada 2019 menjadi USD 1,65 miliar.

Beban bandara susut menjadi USD 184,97 juta pada 2020 dari USD 342,77 juta pada 2019. Beban operasional hotel turun menjadi USD 23,41 juta dari USD 31,98 juta. Beban operasional transportasi susut menjadi USD 20,20 juta pada 2020 dibandingkan 2019 sebesar USD 29,44 juta. Beban operasional jaringan susut menjadi USD 8,16 juta pada 2020 dari posisi 2019 sebesar USD 10,38 juta.

Di sisi lain, beban pemeliharaan dan perbaikan naik 36,63 persen menjadi USD 800,55 juta pada 2020 dari periode 2019 sebesar USD 585,90 juta. Beban umum dan administrasi naik 40,10 persen menjadi USD 350,25 juta pada 2020. Pada 2019, beban umum dan administrasi perseroan tercatat USD 249,98 juta.

Rugi selisih kurs perseroan naik menjadi USD 35,24 juta pada 2020 dari periode 2019 sebesar USD 32,60 juta. Pendapatan lain-lain alami rugi USD 356,31 juta pada 2020 dari sebelumnya untung USD 12,99 juta.

Perseroan mencatat rugi usaha USD 2,20 miliar pada 2020 dari periode sama sebelumnya catatkan laba usaha USD 95,98 juta.

Dengan melihat kondisi itu, PT Garuda Indonesia Tbk mencatat rugi yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk melonjak signifikan menjadi USD 2,44 miliar atau sekitar Rp 35,40 triliun (asumsi kurs Rp 14.483 per dolar AS pada 2020. Pada periode sama tahun sebelumnya perseroan masih mencatat rugi USD 38,93 juta atau sekitar Rp 563,99 miliar.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 3 halaman

Total Liabilitas

Total liabilitas perseroan melonjak menjadi USD 12,73 miliar pada 2020 dari periode sama tahun sebelumnya USD 3,87 miliar. Perseroan juga mencatat difisiensi ekuitas USD 1,94 miliar pada 2020 dari periode sama tahun sebelumnya USD 582,57 juta.

Total aset perseroan tercatat naik menjadi UD 10,78 miliar pada 2020 dari periode 2019 sebesar USD 4,45 miliar. Perseroan kantongi kas dan setara kas USD 200,97 juta pada 2020 dari periode sama tahun sebelumnya USD 299,34 juta.

3 dari 3 halaman

Penjelasan soal Opini Disclaimer Terkait Laporan Keuangan

PT Garuda Indonesia Tbk juga memberikan penjelasan mengenai opini tidak menyatakan pendapat yang diberikan oleh Kantor Akuntan Publik Tanudiredja, Wibisana, Rintis dan Rekan (auditor) atas laporan keuangan tahunan tahun buku 2020 audited perseroan.

Dalam keterbukaan informasi BEI, PT Garuda Indonesia Tbk menyatakan perseroan alami defisiensi ekuitas sebesar USD 1,9 miliar disebabkan pandemi COVID-19 yang diikuti pembatasn perjalanan. Hal ini menyebabkan penurunan perjalanan udara yang signifikan dan berdampak pada operasi dan likuiditas perseroan.

“Dampak buruk terhadap operasi dan likuiditas perseroan secara langsung berpengaruh pada kemampuan perseroan dalam memenuhi kewajibannya,” tulis perseroan.

Manajemen perseroan telah menyusun suatu rencana untuk mengurangi tekanan likuiditas. Selain itu perseroan memperbaiki posisi keuangannya agar perseroan dapat mempertahankan kelangsungan usahanya.

“Pada saat ini, manajemen perseroan atau sedang dalam proses untuk mengambil langkah-langkah yang dibutuhkan untuk dapat melaksanakan rencana manajemen tersebut,” tulis perseroan.

Namun demikian, keterlaksanaan dan efektivitas rencana manajemen dalam memperbaiki kondisi keuangan perseroan akan tergantung pada pemenuhan hal-hal tertentu seperti diungkapkan di dalam laporan keuangan konsolidasi.

“Kemampuan kami untuk merealisasi hal-hal tertentu tersebut merupakan asumsi utama yang mendukung kesimpulan kami atas ketetapan penggunaan asumsi kelangsungan usaha dalam menyusun laporan keuangan konsolidasian perseroan,” tulis perseroan.

Meskipun perseroan telah mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk dapat menjalankan rencana manajemen tetapi hal-hal tertentu tersebut belum semuanya direalisasi.

Sebagai akibatnya, auditor tidak dapat memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat untuk mendukung asumsi rencana manajemen dapat dicapai dalam jangka waktu yang diperlukan bagi auditor dalam menyelesaikan auditnya untuk memberikan basis bagi auditor untuk memberikan opini audit atas lapooran keuangan konsolidasi.

“Karena signifikansi dari realisasi hal tertentu sangat mempengaruhi keterlaksanaan dan efektivitas rencana manajemen, maka auditor kami memberikan opini tidak menyatakan pendapatan,” tulis perseroan.