Sukses

KPEI Sebut Tak Ada Transaksi Gagal Bayar hingga Akhir Juli 2021

KPEI menyatakan sukses mengelola risiko yang mungkin timbul dari transaksi yang dilakukan dengan ditunjukkan tidak ada kasus gagal bayar hingga akhir Juli 2021.

Liputan6.com, Jakarta - PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) menyebut, hingga akhir Juli 2021 penyelesaian nilai transaksi kliring di bursa mencapai 59,97 persen. Angka tersebut meningkat dibandingkan akhir tahun lalu.

Direktur Utama KPEI Sunandar juga menegaskan, efisiensi volume yang mampu dicapai karena transaksi yang dilakukan yakni 66,76 persen.

"Ini mengalami peningkatan efisen dibandingkan akhir tahun 2020, yang besarnya 55,01 persen dan 61,42 persen," ujar dia, Selasa (10/8/2021).

KPEI juga terus berupaya mengantisipasi kegagalan transaksi bursa dan mengelola risiko kredit dengan melakukan pengelolaan anggunan anggota kliring dan nasabahnya dengan total nilai anggunan per Juli 2021 mencapai Rp27,42 triliun.

"Nilai tersebut terdiri dari online Rp21,55 triliun dan offline Rp5,87 triliun. Adapun sumber keuangan untuk penjaminan transaksi bursa saat ini mencapai Rp5,9 triliun. Angka ini naik dari akhir tahun sebelumnya Rp5,4 triliun," ujarnya.

Terdapat juga cadangan jaminan yang telah disiapkan KPEI. Hingga Juli 2021, terjadi kenaikan menjadi Rp164,51 miliar yang merupakan penyisihan dari laba bersih tahun 2020 sesuai dengan persetujuan RUPS yang telah dilakukan.

"KPEI terbukti sukses mengelola risiko yang mungkin timbul dari transaksi yang dilakukan, terbukti tidak adanya kasus gagal bayar hingga akhir Juli 2021," tuturnya.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Kapitalisasi Pasar Bursa Tembus Rp 7.389 Triliun

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kapitalisasi pasar hingga 9 Agustus mencapai Rp 7.389 triliun. Naik 6,01 persen dibandingkan posisi per 30 Desember 2020 sebesar Rp 6.970 triliun.

"Kapitalisasi pasar juga telah meningkat menjadi Rp 7.389 triliun, naik 6,01 persen ytd,” ujar  Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Hoesen pada Konferensi Pers dalam rangka 44 Tahun Diaktifkannya Kembali Pasar Modal Indonesia, Selasa (10/8/2021).

Mengingat pandemi yang masih berlangsung, Hoesen mengatakan setiap kebijakan terkait penanganan COVID-19 akan berdampak pada pasar modal Indonesia. Kendati begitu, OJK menilai pelaku pasar modal sudah cukup siap dalam merespons hal tersebut sehingga tidak terjadi gejolak sebagaimana kebijakan yang sama pada 2020. Hal ini ditunjukkan dengan pasar masih bergerak sideways. IHSG mencoba bertahan di level 6.000.

"Dan kadang menunjukkan penguatan seiring dengan kondisi pemulihan ekonomi nasional," kata Hoesen.

"OJK sebagai regulator di pasar modal akan senantiasa bersinergi dan bekerjasama dengan pemerintah dan stakeholder lainnya untuk jaga stabilitas dan volatilitas pasar modal Indonesia," ia menambahkan.

Per 9 Agustus 2021 IHSG sudah kembali menguat dan berada pada posisi 6.127,46 atau naik 2,48 persen ytd. Pada periode yang sama, OJK telah mengeluarkan surat pernyataan efektif atas pernyataan dalam rangka penawaran umum untuk 92 emisi. Terdiri dari 25 IPO senilai Rp 28,40 triliun, 17 PUT senilai Rp 35,76 triliun, 3 EBUS senilai Rp 4,50 triliun. Kemudian 17 PUB EBUS Tahap I dan 30 PUB EBUS Tahap II masing-masing sebesar Rp 14,33 triliun dan Rp 35,05 triliun.

"Total nilai keseluruhan hasil penawaran umum sebesar Rp 118,03 triliun. Dari 92 emisi yang dinyatakan efektif tersebut, 27 diantaranya adalah emiten baru,” ungkap Hoesen.

Tak hanya dari sisi supply, dari sisi permintaan juga terjadi pertumbuhan yang signifikan. Hingga 6 Agustus 2021, jumlah SID tercatat sebanyak 5,88 juta atau meningkat sebesar 51,68 persen dari 30 Desember 2020.

"Menariknya, peningkatan jumlah investor ritel di masa pandey ini justru didominasi oleh kaum milenial dan generasi Z yang berumur di bawah 30 tahun,” kata Hoesen. Adapun kelompok tersebut menempati 58,45 persen dari seluruh total investor pasar modal.