Sukses

44 Tahun Pasar Modal Indonesia, Kapitalisasi Pasar Tembus Rp 7.389 T hingga Investor Capai 5,8 Juta

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kapitalisasi pasar hingga 9 Agustus mencapai Rp 7.389 triliun.

Liputan6.com, Jakarta - 44 tahun sudah pasar modal kembali diaktifkan di Indonesia. Sejak saat itu, berbagai pencapaian telah ditorehkan. Tahun ini saja, pasar modal Indonesia mencatatkan berbagai rekor baru.

Pada awal tahun ini, Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat rata-rata nilai transaksi harian saham yang pecah rekor. Sepanjang Januari 2021, Direktur Utama BEI Inarno Djajadi mengungkapkan, rata-rata transaksi harian saham mencapai Rp 21 triliun. Meningkat signifikan dibandingkan rata-rata transaksi harian di 2020 dan 2019, yang masing-masing hanya sebesar Rp 9,2 triliun dan Rp 9,1 triliun.

"2021 merupakan tahun yang penuh harapan, seiring dengan pemulihan ekonomi Indonesia yang lebih cepat dibandingkan lainnya. Aktivitas perdagangan di BEI pun meningkat dalam 3 bulan terakhir,” kata Direktur Utama BEI Inarno Djajadi.

Saat awal dibangkitkannya kembali, pasar modal Indonesia sangat lesu. Hingga 1987, jumlah perusahaan tercatat baru mencapai 24 emiten. Masyarakat lebih memilih instrumen perbankan dibandingkan instrumen Pasar Modal.

Namun, sejak 2017, BEI mencatatkan perusahaan go public terbanyak di kawasan Asia Tenggara. Masing-masing 37 perusahaan di 2017, 57 perusahaan pada 2018, 55 perusahaan pada 2019, dan 51 perusahaan pada 2020. Sayangnya, kenaikan jumlah perusahaan tercatat ini masih sangat sedikit dibandingkan negara lain atau dibandingkan jumlah korporasi yang ada di Indonesia

Sepanjang tahun ini, sudah ada 28 emiten baru yang melantai di BEI dengan dana yang berhasil dihimpun sekitar Rp 29 triliun. Secara keseluruhan, sudah ada 749 perusahaan tercatat di BEI.

Sebelumnya, BEI menargetkan jumlah perusahaan yang akan melantai pada 2021 sebanyak 30 perusahaan. Namun,

"Tahun ini kami menargetkan ada 54 saham yang baru. Jadi mudah-mudahan melampau angka yang kita capai di tahun lalu,” kata Direktur Pengembangan BEI, Hasan Fawzi.

 

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Kapitalisasi Pasar Bursa Rp 7.389 Triliun

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kapitalisasi pasar hingga 9 Agustus mencapai Rp 7.389 triliun. Naik 6,01 persen dibandingkan posisi per 30 Desember 2020 sebesar Rp 6.970 triliun. Namun, jumlah rasio kapitalisasi Pasar Modal Indonesia terhadap PDB 2020 sebesar 47,87 persen.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Hoesen mengatakan, angka itu masih lebih kecil dibandingkan negara-negara tetangga. Seperti Malaysia yang mencapai 63,91 persen, Thailand 76,18 persen, dan SIngapura sebesar 111,7 persen.

Sehubungan dengan itu, OJK bersama SRO dan pelaku industri Pasar Modal lainnya terus berupaya melakukan sosialisasi kepada calon Emiten korporasi agar memanfaatkan Pasar Modal sebagai alternatif pembiayaan.

Di sisi lain, pada pertengahan tahun ini mencuat rencana dari beberapa perusahaan rintisan (startup) di Indonesia berstatus unicorn dan decacorn yang akan lakukan IPO.

Salah satunya PT Bukalapak.com (BUKA) yang telah resmi mencatatkan sahamnya di BEI pada 6 Agustus lalu yang sekaligus menjadi tonggak sejarah pasar modal Indonesia.

Di mana ini kali pertama perusahaan teknologi melakukan penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) di Indonesia. Dalam gelaran IPO tersebut, Bukalapak berhasil mengantongi dana segar hingga Rp 21,9 triliun. Raihan ini menjadi yang terbesar sepanjang sejarah pasar modal Indonesia.

"IPO Bukalapak sebesar USD 1,5 miliar adalah yang terbesar sepanjang sejarah pasar modal Indonesia, sekaligus pencatatan perdana saham pertama oleh unicorn teknologi di bursa efek di Asia Tenggara,” kata Head of Global Banking for Southeast Asia and India, UBS, Nicolo Magni.

Merujuk data RTI, kapitalisasi pasar Bukalapak mencapai Rp 109,25 triliun. Melebihi dari yang diperkirakan sebelumnya oleh bursa di kisaran Rp 87,6 triliun.

"Bukalapak market cap-nya akan bertambah Rp 77,3 triliun sampai 87,6 triliun, tergantung dari pricingnya di harga antara Rp 750 - Rp 850,” ujar Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna

3 dari 4 halaman

Potensi Peningkatan Kapitalisasi Pasar Bursa

Setelah Bukalapak, sejumlah unicorn lainnya dipastikan segera menyusul, termasuk decacorn Indonesia, GoTo. Entitas hasil penggabungan Gojek dan Tokopedia itu dikabarkan mengincar dana USD 2 miliar atau sekitar Rp 29 triliun dari dual listing di bursa Amerika Serikat (AS) dan BEI.

Merujuk data Mandiri Capital, saat ini Indonesia memiliki enam startup berstatus unicorn dengan valuasi pre IPO gabungan sebesar USD 38,2 miliar atau sekitar Rp 553,9 triliun. Sehingga jika enam startup tersebut melantai, maka kapitalisasi pasarnya juga akan naik signifikan.

"Potensi peningkatan nilai kapitalisasi pasar modal Indonesia sebesar Rp 553,9 triliun atau sebesar 7,69 persen dengan tercatatnya enam perusahaan Unicorn di Indonesia,” ujar Kepala Unit Pengembangan Startup dan SME BEI, Aditya Nugraha.

Selain itu, terdapat sekitar 27 perusahaan yang berkategori centaur, yakni startup dengan valuasi diatas USD 100 juta sampai USD 1 miliar, yang juga berpotensi untuk IPO dengan nilai fundraised & nilai kapitalisasi pasar yang besar.

“Ini akan meningkatkan kredibilitas pasar modal Indonesia dan tingkatkan meningkatkan appetite calon unicorn lainnya untuk IPO dan tercatat di Bursa Efek Indonesia,” imbuh Anug, begitu panggilan akrabnya.

Selain itu, terdapat sekitar 27 perusahaan yang berkategori centaur, yakni startup dengan valuasi diatas USD 100 juta sampai USD 1 miliar, yang juga berpotensi untuk IPO dengan nilai fundraised & nilai kapitalisasi pasar yang besar.

"Ini akan meningkatkan kredibilitas pasar modal Indonesia dan tingkatkan meningkatkan appetite calon unicorn lainnya untuk IPO dan tercatat di Bursa Efek Indonesia,” imbuh Anug, begitu panggilan akrabnya.

4 dari 4 halaman

Investor Pasar Modal

Tak hanya dari sisi supply, dari sisi demand juga terjadi pertumbuhan yang signifikan. Sampai dengan 6 Agustus 2021, jumlah SID tercatat sebanyak 5,88 juta atau meningkat sebesar 51,68 persen dari 30 Desember 2020.

"Menariknya, peningkatan jumlah investor ritel di masa pandey ini justru didominasi oleh kaum milenial dan generasi Z yang berumur dibawah 30 tahun,” kata Hoesen.

Kendati begitu, Hoesen mengatakan jumlah investor di pasar modal baru mencakup sekitar 2,17 persen dari jumlah penduduk Indonesia sebesar 270,2 juta. Lebih lagi, investor pasar modal sejauh ini terkonsentrasi di pulau Jawa. Rinciannya, investor dari Pulau Jawa sebanyak 70,02 persen dari total investor pasar modal.

Disusul Pulau Sumatera 16,46 persen, Kalimantan 5,34 persen, Sulawesi 3,87 persen, Bali 3,3 persen, dan Papua 0,96 persen. Hoesen menuturkan, hal ini disebabkan rendahnya tingkat literasi dan inklusi investor pasar modal sebesar 4,29 persen, jauh di bawah tingkat literasi perbankan sebesar 36,12 persen.

Selain itu, juga terbatasnya channeling distribution di daerah, di mana saat ini jumlah kantor cabang perusahaan efek lebih banyak berada di Pulau Jawa. Serta belum optimalnya infrastruktur jaringan pemasaran dalam menambah jumlah basis investor domestik.

Untuk itu, OJK bersama stakeholders Pasar Modal terus berusaha meningkatkan jumlah investor. Hal itu dilakukan melalui sosialisasi dan edukasi Pasar Modal, Program Digitalisasi Pemasaran Reksa Dana, dan simplifikasi pembukaan rekening Efek.

Kemudian juga memperbanyak galeri investasi di seluruh Indonesia, memberikan izin usaha Perusahaan Efek Daerah untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan di bidang Pasar Modal, serta sosialisasi e-IPO untuk meningkatkan partisipasi publik dalam penjatahan melalui penggolongan penawaran berdasarkan nilai emisi melalui e-IPO.