Sukses

Analis: Penurunan Saham Bukalapak Hanya Sementara

Analis menilai, aksi investor yang merealisasikan keuntungan setelah kenaikan pada hari pertama pencatatan sehingga menekan saham BUKA.

Liputan6.com, Jakarta - Saham PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) terpantau masih berada di zona merah pada perdagangan sesi pertama Kamis (12/8/2021). Akan tetapi, analis menilai, pelemahan saham BUKA hanya sementara dan imbas aksi ambil untung investor.

Mengutip data RTI, saham BUKA turun 6,76 persen ke posisi Rp 965 per saham. Saham BUKA berada di level tertinggi Rp 1.000 dan terendah Rp 965 per saham. Total frekuensi perdagangan 10.734 kali dengan nilai transaksi Rp 624,3 miliar.

Analis PT Panin Sekuritas, William Hartanto menuturkan, tekanan jual investor asing yang berlangsung sejak hari pertama pencatatan saham berdampak terhadap harga saham BUKA.  Selain itu, investor juga merealisasikan keuntungan.

Hal ini mengingat saham BUKA sudah naik 24,71 persen ke posisi Rp 1.060 per saham dari harga IPO Rp 850 per saham pada 6 Agustus 2021. Kemudian kenaikan harga saham BUKA berlanjut pada 7 Agustus 2021 dengan naik 4,72 persen ke posisi Rp 1.110 per saham.

"Pelemahan di atas harga IPO berarti cuma profit taking,” ujar William saat dihubungi Liputan6.com lewat pesan singkat, Kamis (12/8/2021).

William menambahkan, pelemahan harga saham BUKA ini hanya sementara hingga aksi jual investor asing mereda. Harga saham BUKA pun bisa kembali stabil.

“Menurut saya sementara. Sampai net sell asing mereda, baru kondisi jenuh jual bisa tercapai, dan harga saham BUKA bisa lebih stabil,” tutur dia.

Hal senada dikatakan Analis PT Sucor Sekuritas Paulus Jimmy. Ia menuturkan, aksi ambil untung oleh investor  terutama investor asing sehingga menekan saham BUKA. Pelemahan saham BUKA ini dinilai Jimmy hanya sementara.

"Profit taking. Pada hari pertama ARA,(investor-red) ingin profit taking,” kata Jimmy.

Selain itu, menurut Jimmy, pasar masih menyesuaikan kondisi seiring ada saham di sektor teknologi yang memiliki kapitalisasi pasar yang besar. "Masih wajar, ini sementara (pelemahan-red),” kata dia.

Jimmy masih optimistis dengan prospek saham BUKA ke depan. Hal ini ditunjukkan dengan kinerja perseroan. Selain itu, GIC Singapura menambah kepemilikan saham di BUKA, menurut Jimmy menunjukkan kepercayaan terhadap Bukalapak.  Meski demikian, Ia mengingatkan investor untuk memperhatikan laporan keuangan pada 2021.

"Ya menunjukkan banyak yang percaya dengan kinerja Bukalapak,” kata dia.

Sebelumnya dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), GIC Private Limited dan menambah kepemilikan saham Archipelago Invesment Pte Ltd telah memperoleh saham BUKA sebanyak 1.600.797.400 saham pada 5 Agustus 2021. Harga pemesanan saham tersebut Rp 850. Dengan demikian, total nilai pembelian saham sekitar Rp 1,36 triliun.

"Tujuan dari transaksi investasi,” demikian mengutip dari keterbukaan informasi BEI, ditulis Selasa, 10 Agustus 2021.

Adapun setelah transaksi pembelian saham BUKA tersebut, GIC dan Archipelago Investment Ltd memiliki 11.337.391.077 saham BUKA atau setara 11 persen. Sebelumnya, GIC dan Archipelago Invesment Pte Ltd mengenggam 9.736.593.677 saham. 

 

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Bukalapak Ingin Bawa UMKM Naik Kelas

Sebelumnya Direktur Utama Bukalapak, Rachmat Kaimuddin mengatakan, perseroan akan fokus optimalkan platform all commerce dan ekosistem yang kini dimiliki untuk membawa UMKM naik kelas.

Rachmat menuturkan, pihaknya punya visi untuk menciptakan fair economy for all dengan cara memberdayakan UMKM.

"Kita ingin UMKM bisa jualan lebih banyak, bisnisnya maju, volumenya lebih tinggi lagi, bisa pakai proses yang lebih modern, dan channel lebih banyak,” ujar Rachmat dalam video konferensi IPO Bukalapak, Jumat, 6 Agustus 2021.

Bukalapak akan terus mencari peluang untuk mengoptimalkan UMKM hingga naik kelas. Hal ini menjadi salah satu yang menjadi andalan Bukalapak, dibandingkan dengan perusahaan ecommerce lainnya.

"Kami juga sadar menjadi yang pertama dengan skala yang besar. Ini banyak yang perlu dipelajari, banyak yang perlu dijelaskan karena mungkin banyak yang belum paham tentang industri ini. Bagaimana menilai perusahaan dan seperti apa model bisnisnya,” kata Rachmat.