Sukses

Garuda Indonesia Pangkas Armada dan Fokus Bisnis Kargo

Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra belum bisa memastikan berapa besar pengurangan yang akan dilakukan untuk armada.

Liputan6.com, Jakarta - PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) tengah merampungkan rencana bisnis teranyar perseroan.  Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra menyampaikan akan melakukan efisiensi dari sisi operasional, salah satunya dengan pemangkasan jumlah armada.

"Business plan ini sedang dalam tahap finalisasi dengan stakeholder, InsyaAllah minggu depan kita akan presentasikan hasil dari ini," ujar Irfan dalam paparan publik (19/8/2021).

"Filosofinya adalah Garuda ini akan lebih simple, tapi profitable dan full service. Kita menyadari bahwa jumlah aircraft yang kita layani akan berkurang".

Namun begitu, Irfan belum bisa memastikan berapa besar pengurangan yang akan dilakukan. Per akhir 2020 Perseroan memiliki 142 unit pesawat. Rinciannya, sepuluh unit pesawat berjenis Boeing 777-300ER, tiga unit Airbus A330-900 NEO, 17 unit Airbus A330-300.

Kemudian, tujuh unit Airbus A330-200, satu unit Boeing 737 Max 8, 73 unit Boeing 737-800 NG, 18 unit Bombardier CRJ1000-NG, dan 12 unit ATR72-600. Perseroan secara berkala melakukan reviu untuk memastikan penerbangan yang dilakukan adalah penerbangan yang berkinerja positif dan tidak menimbulkan kerugian.

Namun, dengan tetap memperhatikan ketersediaan konektivitas udara, terutama untuk coverage domestik. Perseroan sudah melakukan upaya seperti pengurangan frekuensi terutama pada rute-rute yang tidak menguntungkan, shifting focus ke produk cargo, dan melakukan asesmen ulang terhadap jenis pesawat yang digunakan agar lebih efisien.

"Sebagai konsekuensi logis dari itu, rute-rute yang akan kita layani jua akan berkurang karena kita mandatnya akan fokus di domestik dan di kargo,” kata dia.

Pendapatan dari kargo dan dokumen penerbangan berjadwal Perseroan pada 2020 tercatat sebesar USD 271,6 juta, meski turun 16,9 persen dibandingkan tahun sebelumnya sebesar USD 326,9 juta.

Dibandingkan dengan pendapatan penumpang penerbangan berjadwal yang merosot 73 persen, menjadi USD 929 juta dari USD 3,45 miliar pada 2019.

 

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Kinerja Perseroan

Sebelumnya, PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) hadapi tekanan seiring pandemi COVID-19 yang masih berlangsung. Perseroan mencatat penurunan pendapatan dan rugi melonjak pada 2020.

PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) mencatat pendapatan usaha USD 1,49 miliar atau sekitar Rp 21,62 triliun (asumsi kurs Rp 14.490 per dolar AS) pada 2020. Realisasi pendapatan turun 67,36 persen dari periode sama tahun sebelumnya USD 4,57 miliar atau sekitar Rp 66,23 triliun.

Rincian pendapatan itu antara lain penerbangan berjadwal turun 68,18 persen dari USD 3,77 miliar pada 2019 menjadi USD 1,20 miliar. Penerbangan tidak berjadwal merosot 69,09 persen menjadi USD 77,24 juta pada 2020 dari periode 2019 sebesar USD 249,90 juta. Lainnya turun menjadi USD 214,41 juta pada 2020 dari periode sama tahun sebelumnya USD 549,33 juta.

PT Garuda Indonesia Tbk mampu menekan beban usaha pada 2020. Beban usaha susut 25,87 persen menjadi USD 3,30 miliar dari periode 2019 sebesar USD 4,45 miliar. Beban operasional penerbangan turun dari USD 2,54 miliar pada 2019 menjadi USD 1,65 miliar.

Beban bandara susut menjadi USD 184,97 juta pada 2020 dari USD 342,77 juta pada 2019. Beban operasional hotel turun menjadi USD 23,41 juta dari USD 31,98 juta. Beban operasional transportasi susut menjadi USD 20,20 juta pada 2020 dibandingkan 2019 sebesar USD 29,44 juta. Beban operasional jaringan susut menjadi USD 8,16 juta pada 2020 dari posisi 2019 sebesar USD 10,38 juta.

Di sisi lain, beban pemeliharaan dan perbaikan naik 36,63 persen menjadi USD 800,55 juta pada 2020 dari periode 2019 sebesar USD 585,90 juta. Beban umum dan administrasi naik 40,10 persen menjadi USD 350,25 juta pada 2020. Pada 2019, beban umum dan administrasi perseroan tercatat USD 249,98 juta.

Rugi selisih kurs perseroan naik menjadi USD 35,24 juta pada 2020 dari periode 2019 sebesar USD 32,60 juta. Pendapatan lain-lain alami rugi USD 356,31 juta pada 2020 dari sebelumnya untung USD 12,99 juta.

Perseroan mencatat rugi usaha USD 2,20 miliar pada 2020 dari periode sama sebelumnya catatkan laba usaha USD 95,98 juta.

Dengan melihat kondisi itu, PT Garuda Indonesia Tbk mencatat rugi yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk melonjak signifikan menjadi USD 2,44 miliar atau sekitar Rp 35,40 triliun (asumsi kurs Rp 14.483 per dolar AS pada 2020. Pada periode sama tahun sebelumnya perseroan masih mencatat rugi USD 38,93 juta atau sekitar Rp 563,99 miliar.

Total liabilitas perseroan melonjak menjadi USD 12,73 miliar pada 2020 dari periode sama tahun sebelumnya USD 3,87 miliar. Perseroan juga mencatat difisiensi ekuitas USD 1,94 miliar pada 2020 dari periode sama tahun sebelumnya USD 582,57 juta.

Total aset perseroan tercatat naik menjadi UD 10,78 miliar pada 2020 dari periode 2019 sebesar USD 4,45 miliar. Perseroan kantongi kas dan setara kas USD 200,97 juta pada 2020 dari periode sama tahun sebelumnya USD 299,34 juta.