Liputan6.com, Jakarta - Gejolak potensi gagal bayar utang oleh raksasa properti China Evergrande dinilai berbeda dengan Lehman Brothers pada 2008. Hal ini seiring gejolak Evergrande bukan karena harga properti yang turun tetapi imbas peraturan pemerintah China yang stabilkan sektor properti.
Direktur PT Panin Asset Management, Winston Sual menuturkan, ada beberapa hal yang membedakan antara gejolak Evergrande dan Lehman Brothers yang terjadi pada 2008. Pertama, melihat dari sisi waktu.
Winston menuturkan, kolapsnya Lehman Brothers terjadi seiring subprime mortgage (KPR kelas dua), surat utang dari perusahaan properti yang rating jelek kemudian terjadi krisis keuangan. Hal itu berdampak besar untuk Lehman Brothers.
Advertisement
Baca Juga
"Lehman Brothers tidak sanggup bayar utang USD 600 miliar, dan dia kolaps. Harga subprime mortgage turun, terjadi krisis, likuiditas itu sangat ketat. Lehman Brothers saat itu tak bisa dapat pertolongan dan kolaps," kata dia dalam diskusi virtual, dikutip Minggu (26/9/2021).
Tak hanya Lehman Brothers, tetapi juga kreditor dan pembeli surat utangnya alami kriris dan sulit dapatkan likuiditas. "Likuditas ketat, ekonomi sedang mengarah ke bawah, terjadi krisis keuangan," kata dia.
Winston mengatakan, saat ini berbeda situasinya lantaran likuiditas berlimpah. Apalagi saat berbagai pihak berusaha untuk menggenjot ekonomi dan bertumbuh setelah pandemi COVID-19.
"Likuiditas saat ini berlimpah, semua bank sentral di dunia sedang cetak uang malah sedang berpikir kurangi pencetakan uang karena uang sangat banyak, keadaan berbeda," ujar dia.
Â
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Penyebab Sumber Masalah
Kedua, penyebab sumber masalah. Winston menuturkan, penyebab masalah Lehman Brother karena subprime mortgage seiring investor beli surat berharga untuk spekulasi. Kemudian suku bunga tiba-tiba naik dan likuiditas sangat ketat dan harga properti hancur. Hal itu menyebabkan banyak perusahaan gagal bayar.
"Kalau Evergrande terjadi di China bukan karena harga properti hancur," ujar dia.
Winston mengatakan,masalah Evergrande bermula seiring pemerintah China sejak beberapa tahun lalu telah melihat perkembangan properti terlalu cepat. Harga properti meningkat signifikan.
Pemerintah China, menurut Winston sudah melihat beberapa tahun lagi orang terus menerus spekulasi harga properti melambung suatu saat akan 'meledak'. Oleh karena itu, pemerintah China mulai melakukan pengetatan sehingga berupaya kurangi permintaan dan persediaan properti.
"Salah satu hal dikurangi dengan melakukan three red lines artinya ditujukan kepada developer properti termasuk Evergrande," kata dia.
Winston menuturkan, aktivitas pengembang properti melakukan pre sales untuk cadangan modal, dan cari utang untuk membangun. Evergrande, menurut Winston, saat itu masuk kategori tidak bisa menambah utang lagi. Hal itu membuat masyarakat mulai ragu beli properti dari Evergrande karena khawatir tak bisa bangun properti lagi.
Evergrande pun tak bisa dapatkan utang sebagai akibat kategori yang tidak bisa tambah utang lagi. Winston menuturkan, agar Evergrande tetap jalan dengan memberikan diskon harga dari 15 persen-30 persen.
Kemampuan Evergrande pun untuk membayar utang pun sangat berkurang, termasuk saat pembayaran kupon pada Kamis pekan ini.
"Krisis di Evergrande bukan karena harga properti turun atau sektor properti turun tetapi lebih banyak peraturan pemerintah China. Padahal kalau kita lihat harga properti di China boleh dikatatakan masih tetap tinggi," kata dia.
Winston menuturkan, meski Evergrande sedang hadapi masalah tidak pengaruhi pasar dan sektor properti di China. "Perusahaan alami masalah, perusahaan developer yang memiliki utang terlalu besar," kata dia.
Advertisement
Intervensi Pemerintah China
Ketiga, gejolak Evergrande diperkirakan dapat diredam seiring pemerintah China lakukan intervensi di pasar untuk mencegah sistemik.China sudah suntikkan likuiditas USD 18,6 miliar ke sistem perbankan, dan tidak suntik Evergrande.
"Kalau Evergrande bermasalah kena perusahaan lain, kreditur, dan supplier, dapat pendanaan. Ada likuditas di pasar," kata dia.
Winston mengatakan, gejolak Evergrande akan berdampak sesaat tetapi tidak menjadi sistemik. Namun, pertumbuhan ekonomi China akan alami konsolidasi karena sektor properti sumbang 25 persen untuk produk domestik bruto (PDB).
"Tapi memang konsolidasi sudah didesain sebelumnya. Pemerintah China tak mau booming. Ada perlambatan untuk melakukan stabilitas sehingga pertumbuhan sektor properti di China lebih suistanable," kata dia.