Liputan6.com, Jakarta - Pasar obligasi Indonesia diperkirakan lebih kuat dalam menghadapi perubahan sentimen global. Sepanjang tahun berjalan sampai akhir September 2021, indeks pasar obligasi Indonesia sudah menguat 3,9 persen.
Dengan selisih imbal hasil terhadap US Treasury yang masih lebar, pasar obligasi Indonesia membukukan kinerja lebih baik menghadapi rencana Fed tapering.
Inflasi yang terkendali,pengelolaan fiskal yang baik, dan tingginya likuiditas domestik membantu penguatan pasar obligasi Indonesia.
Advertisement
Baca Juga
"Penguatan pasar obligasi diperkirakan masih akan terus berlanjut hingga akhir tahun," kata Head of Investment Specialist Manulife Investment Management Freddy Tedja melalui artikel edukasinya. Â
Sinyal Fed tapering atau pengurangan stimulus dari bank sentral Amerika Serikat terlihatsemakin jelas, dan diperkirakan akan berlangsung pada kuartal keempat 2021. Kenaikan Fed Rate diproyeksikan akan maju lebih cepat dan terjadi pada 2022, menjadi 0,50 persen.Â
Sehingga target inflasi dan pertumbuhan juga akan berubah. Inflasi tahun ini diperkirakan lebih tinggi dibandingkan perkiraan sebelumnya, karena adanya disrupsi rantai pasokan global yang lebih persisten dari perkiraan.
The Fed juga merevisi pertumbuhan ekonomi AS menjadi 5,9 persen pada 2021 sebagai dampak dari peningkatan kasusCOVID-19 varian delta di Amerika Serikat (AS) pada kuartal ketiga 2021.Â
Meski demikian, pada 2022, aktivitas ekonomi diperkirakan lebih baik seiring dengan membaiknya kondisi pandemi. Proyeksi PDB AS pada 2022 diperkirakan meningkat menjadi 3,8 persen dari semula 3,3 persen.
Â
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Perkembangan Kawasan Asia
Di kawasan Asia, kata Freddy, meredanya efek low base awal pandemi pada 2020 yang membuat pertumbuhan ekonomi paruh pertama 2021 melonjak sangat tinggi, membuat pertumbuhan ekonomikawasan Asia akan mengalami normalisasi di semester kedua 2021.
Dia memperkirakan, ekspor menjadi penopang pemulihan ekonomi, terutama dengan permintaan barang elektronik seperti chip komputer.
Setelah melonjak pada paruh pertama 2021, valuasi pasarsaham Asia saat ini telah kembali turun berada di kisaran rata-rata 5 tahun.
"Ini level yang atraktif bagiinvestor. Terlebih lagi untuk kawasan ASEAN, di mana inflasi masih rendah dan terkendali belum menimbulkan tekanan bagi bank sentral untuk melakukan pengetatan kebijakan. Kondisi ini tentunya suportif bagi pasar saham," kata Tedja.
Â
Reporter: Elizabeth Brahmana
Advertisement