Sukses

Rugi Garuda Indonesia Membengkak hingga Kuartal III 2021

PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) mencatat kenaikan kerugian hingga kuartal III 2021, tetapi lebih baik dibandingkan 2020.

Liputan6.com, Jakarta - PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) mencatatkan rugi sebesar USD 1,33 miliar atau sekitar Rp 18,95 triliun (kurs Rp 14.249 per USD) hingga kuartal III 2021.Rugi ini jauh lebih baik dibandingkan posisi per akhir Desember 2020 yang tercatat minus USD 2,5 miliar atau sekitar Rp 35,62 triliun.

Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo menerangkan, dari sisi EBITDA juga mengalami hal serupa. EBITDA Garuda Indonesiaminus USD 1,4 miliar atau sekitar Rp 19,94 triliun, pada September tahun ini menjadi minus USD 800 juta atau sekitar Rp 11,39 triliun.

"Ini relatif menurun signifikan dibandingkan (akhir) tahun sebelumnya. Jadi terlihat bahwa tahun ini InsyaAllah kerugian dan EBITDA Garuda tidak separah tahun lalu,” kata Tiko, begitu panggilan akrabnya, dikutip Rabu (10/11/2021).

Sayangnya, jika dibandingkan dengan periode sama tahun lalu, kerugian Garuda Indonesia bertambah dari USD 1,07 miliar atau sekitar Rp 15,24 triliun per September 2020.

Hingga September 2021, Garuda Indonesia mencatatkan total pendapatan sebesar USD 568 juta atau sekitar Rp 8,09 triliun. Turun dari pendapatan periode sama pada 2020 sebesar USD 1,13 miliar.

Pada periode yang sama, total ekuitas mencapai USD 2,83 miliar. Liabilitas tercatat sebesar USD 9,76 miliar. Lebih besar dibandingkan aset Perseroan hingga September 2021 yang hanya sebesar USD 6,93 miliar.

"Neraca Garuda sekarang mengalami negatif ekuitas USD 2,8 miliar, ini rekor. Dulu rekornya dipegang Asuransi Jiwasraya, sekarang sudah disalip Garuda," kata Tiko.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Liabilitas Garuda Indonesia

Dalam paparannya, Tiko merinci liabilitas Garuda Indonesia utamanya berasal dari utang kepada lessor yang nilainya mencapai USD 6,35 miliar atau sekitar Rp 90,47 triliun (asumsi kurs Rp 14.274 per dolar AS). Perseroan juga memiliki utang bank sekitar USD 967 juta atau sekitar Rp 13,77 triliun.

Kemudian utang dalam bentuk obligasi wajib konversi (OWK), sukuk, dan KIK EBA sebesar USD 630 juta atau sekitar Rp 8,97 triliun. Serta sisanya merupakan utang vendor, baik BUMN maupun swasta dan liabilitas lainnya.

"Jadi memang utang ke lessor paling besar, USD 6,35 miliar. Ada komponen jangka panjang dan komponen tidak terbayar dalam jangka pendek,” kata Tiko.

Di sisi lain, membengkaknya liabilitas Garuda Indonesia juga disebabkan pemberlakuan PSAK 73 dalam pencatatan laporan keuangan. Di mana utang masa depan menjadi dicatat saat ini, sehingga berdampak pada semakin dalamnya ekuitas perseroan.