Sukses

Penjelasan BPH MUI Terkait Mata Uang Kripto Dinyatakan Haram

Badan Pelaksana Harian (BPH) Majelis Ulama Indonesia (MUI) menjelaskan alasan mengharamkan mata uang kripto.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pelaksana Harian (BPH) Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengharamkan pemakaian mata uang kripto atau cryptocurrency juga karena bertentangan dengan undang-undang (UU).

Anggota BPH DSN MUI Ustadz Azharuddin Lathif menuturkan, kripto haram sebagai mata uang karena belum diakui negara dan bertentangan dengan UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang mata uang dan Peraturan Bank Indonesia (BI) Nomor 17 Tahun 2015.

"Jelas tegas di Indonesia uang rupiah. Karena itu tentu sebagai MUI yang berikan legitimasi hukum, kita tetap perhatikan keputusan,” ujar dia saat Sharia Week: alternatif efek syariah selain saham, ditulis Sabtu (13/11/2021).

Ia menambahkan, dari sisi syariah, uang harus teridentifikasi dan valuasi mudah. Sedangkan aset kripto memiliki ketidakpastian yang tinggi.”Berdasarkan teori tentang uang, uang harus teridentifikasi, gampang valuasinya. Sementara kripto ketidakpastian tinggi sekali sehingga kemudian diharamkan sebagai currency,” kata  Azharuddin.

Ia menuturkan, jika pemerintah melalui Bank Indonesia membuat kripto sendiri, gharar itu dapat dihilangkan.

Sementara itu, dari kripto sisi aset dan komoditas, Azharuddin menuturkan, hal tersebut juga ditemui ketidakpastian dan ketidakjelasan.  “Nilainya teori hukum Islam syarat keberadaan wujud fisik. Sementara kripto sulit diwujudkan atau tidak ada wujud fisik, tidak ada underlying aset, tidak boleh,” kata dia.

Ia mengatakan,perdagangan kripto yang tidak ada underlying ini menarik. Akan tetapi, volatilitas tinggi justru dilarang di syariah karena berpotensi menimbulkan bahaya. Selain itu, ada juga kekhawatiran aset kripto itu sebagai pencucian uang.

"Sebagai currency kajian beberapa negara lain tidak setuju sebagai currency, potensi gharar. Potensi bahaya tinggi bagi negara karena kripto tidak dikendalikan oleh otoritas manapun. Kalau ada big boss yang permainkan bisa hancur. Belum lagi sebagai sarana money laundry, terrorism. Indonesia sangat konservatif melihat (kripto-red) tersebut sebagai currency dan aset kripto," kata dia.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 3 halaman

MUI Haramkan Mata Uang Kripto

Sebelumnya, hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengharamkan penggunaan mata uang kripto atau cryptocurrency dan menyebutnya tidak sah untuk diperdagangkan.

Ketua Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Soleh mengatakan terdapat tiga diktum hukum yang menerangkan bahwa kripto diharamkan sebagai mata uang.

Niam mengatakan hasil musyawarah ulama menetapkan bahwa penggunaan mata uang kripto sebagai mata uang hukumnya haram karena mengandung gharar dan dharar dan bertentangan dengan Undang-Undang nomor 7 tahun 2011 dan Peraturan Bank Indonesia nomor 17 tahun 2015.

Selanjutnya, cryptocurrency sebagai komoditi atau aset digital juga tidak sah diperjualbelikan karena mengandung gharar, dharar, qimar.

"Dan tidak memenuhi syarat sil'ah secara syar’i, yaitu ada wujud fisik, memiliki nilai, diketahui jumlahnya secara pasti, hak milik, dan bisa diserahkan ke pembeli," kata Niam melansir Antara, Kamis, 11 November 2021.

Namun untuk jenis kripto sebagai komoditi atau aset yang memenuhi syarat sebagai sil'ah dan memiliki underlying serta memiliki manfaat yang jelas, kata Niam, sah untuk diperjualbelikan.

3 dari 3 halaman

Kripto Tidak Diakui Pemerintah

Hingga saat ini pemerintah Indonesia juga tidak mengakui kripto untuk menjadi alat bayar sebagai alternatif penggunaan rupiah.

Namun, perdagangan kripto diregulasi oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan dalam Peraturan Bappebti Nomor 2 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pasar Fisik Komoditi di Bursa Berjangka.

Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI dilakukan di Jakarta selama tiga hari dengan membahas 17 masalah yang terbagi dalam tiga kelompok.

Selain mengatur hukum kripto, beberapa hal yang jadi pembahasan dalam Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI antara lain kriteria penodaan agama, mengenai jihad dan khilafah, tinjauan pajak, bea cukai dan retribusi.

Selain itu juga mengenai pemilu dan pilkada, distribusi lahan untuk pemerataan dan kesejahteraan, hukum cryptocurrency, hukum akad pernikahan online, dan hukum pinjaman online.