Liputan6.com, Jakarta - PT Bank Maybank Indonesia Tbk (BNII) meraih laba bersih setelah pajak dan kepentingan non pengendali merosot 3,3 persen menjadi Rp 1,06 triliun hingga sembilan bulan pertama 2021. Selain itu, Penurunan laba itu didorong ada penyesuaian perhitungan pajak tangguhan atau deferred tax.
Penurunan laba bersih ini juga seiring pendapatan bunga bersih yang merosot hingga kuartal III 2021. Maybank Indonesia mencatat pendapatan bunga bersih Rp 5,34 triliun dari periode sama tahun sebelumnya Rp 5,61 triliun. Adapun perseroan mencetak laba sebelum pajak (PBT) tercatat Rp 1,48 triliun. Laba tersebut naik 2,1 persen dari Rp 1,45 triliun pada periode sama tahun lalu.
”Didukung penurunan pembiayaan dana atau cost of fund, penurunan biaya over head, dan penurunan biaya provisi,” ujar Direktur PT Maybank Indonesia Tbk Thilagavathy Nadason saat paparan publik, Selasa (23/11/2021).
Advertisement
Baca Juga
Sementara itu, net interest income (NII) atau pendapatan bunga bersih turun 4,7 persen menjadi Rp 5,35 triiun hingga kuartal III 2021.
Hal itu disebabkan pertumbuhan kredit yang lebih rendah dan tren yield kredit atau loan yield yang menurun. Penurunan loan yield itu sejalan dengan penurunan tingkat suku bunga Bank Indonesia dan restrukturisasi kredit nasabah yang sedang berlangsung akibat pandemi COVID-19.
Sementara itu, net interest margin (NIM) atau marjin bunga bersih naik enam basis poin menjadi 4,8 persen pada September 2021 didukung turunnya biaya dana atau cost of fund.
Fee-based income turun 14,8 persen pada September 2021, disebankan menurunnya pendapatan fee transaksi global market. Namun, fee terkait bancassurance tumbuh 43,2 persen menjadi Rp 152 miliar pada September 2021. Pendapatan fee naik 4,8 persen menjadi Rp 522 miliar per September 2021 dari Rp 498 miliar pada kuartal sebelumnya.
Namun, pendapatan bunga kredit dan fee based income turun sebagai dampak pandemi COVID-19 yang masih berlanjut, laba sebelum pajak (PBT) bank masih dapat bertumbuh. Ini didukung langkah proaktif bank sebelumnya dengan mencadangkan provisi dan mengendalikan biaya overhead.
Upaya proaktif Bank dengan mencadangkan provisi dan dampak positif dari penerapan program restrukturisasi tersebut telah memberikan kontribusi kepada penurunan biaya provisi Bank sebesar 26,4 persen.
Perseroan juga mempertahankan risk posture pada tingkat yang sehat dan memastikan kualitas aset Bank tetap terjaga.
Bank mencatat rasio NPL (Konsolidasian) menjadi 4,6 persen (gross) dan 2,9 persen (net) pada September 2021, disebabkan oleh penurunan kredit. Meskipun demikian, Bank juga mampu menekan NPL kredit sebesar 4,2 persen.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kinerja Kredit
Dari sisi overhead, Bank mengendalikan biaya overhead, yang tercatat turun 3,5 persen menjadi Rp4,26 triliun, didukung pengelolaan biaya yang berkelanjutan di seluruh organisasi, sehubungan masih dilaksanakannya inisiatif work from home selama pandemi.
Perseroan senantiasa disiplin melakukan pengelolaan biaya operasional dan memastikan setiap biaya yang dikeluarkan dapat berkontribusi bagi peningkatan pendapatan Bank. Di tengah pandemi,
Maybank Indonesia tetap menerapkan risk appetite yang konservatif pada penyaluran kredit yang disetujui untuk menjaga kualitas aset. Kredit Bank turun 9,7 persen menjadi Rp98,79 triliun dari periode sama tahun sebelumnya Rp 109,43 triliun.
“Sebagai dampak mobilitas pembatasan PPKM dan pandemi COVID-19. Namun demikian kami melihat tren positif pada beberapa tren positif pada segmen perbankan global, KPR dan SME yang mampu tumbuh secara kuartal per kuartal,” ujar dia.
Adapun kredit turun juga didorong penurunan kredit pada segmen Global Banking sebesar 6 persen dan kredit Community Financial Services (CFS) sebesar 11,5 persen. Kkredit CFS Non-Ritel dan kredit CFS Ritel masing-masing turun sebesar 17,0 persen dan 5,5 persen.
Portofolio Kredit Pemilikan Rumah (KPR) CFS-Ritel, yang pada kuartal sebelumnya mengalami fase pembalikan (turnaround), masih bertumbuh positif sebesar 5,9 persen pada sembilan bulan 2021 menjadi Rp14,82 triliun dari Rp13,99 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
Secara kuartalan, KPR juga bertumbuh 2,8 persen dari Rp14,42 triliun pada kuartal sebelumnya. Total simpanan nasabah tercatat turun 12,6 persen menjadi Rp101,88 triliun oleh karena menurunnya Simpanan Berjangka (time deposits) sebesar 19,9 persen.
Hal ini selaras dengan strategi Bank untuk mempertahankan likuiditas yang kuat dan basis pendanaan yang efisien dengan mengurangi simpanan berbiaya tinggi.
Advertisement
Rasio CASA
Profil pendanaan Bank makin kuat, tercermin pada rasio CASA di level 44,7 persen dari total simpanan nasabah pada September 2021.
Rasio tersebut meningkat dibanding 39,7 persen pada periode yang sama tahun lalu. CASA turun tipis 1,5 persen menjadi Rp45,54 triliun pada September 2021 dari periode yang sama tahun lalu.
Posisi likuiditas Bank tetap kuat dengan rasio Kredit terhadap Simpanan/Loan to Deposit Ratio (LDR bank saja) berada di posisi yang sehat, pada level 84,5 persen. Sementara, Rasio Kewajiban Pemenuhan Kecukupan Likuiditas/Liquidity Coverage Ratio (LCR bank saja), tercatat sebesar 175 persen pada September 2021, yang terkelola dengan baik dan berada di atas tingkat minimum yang diwajibkan regulator sebesar 100 persen.
Posisi permodalan Bank tetap kuat dengan Rasio Kecukupan Modal/Capital Adequacy Ratio (CAR) tercatat sebesar 26,6 persen pada September 2021 dibanding 23,5 persen pada periode yang sama tahun lalu. Total modal Bank tercatat naik menjadi Rp27,67 triliun pada September 2021 dari Rp26,66 triliun pada September 2020.