Sukses

Menanti Window Dressing di Tengah Sentimen Omicron hingga Tapering

Sedikit berbeda, pada penghujung tahun ini nampaknya window dressing dibayangi sejumlah sentimen omicron hingga tapering.

Liputan6.com, Jakarta - Jelang akhir tahun, pasar modal akan memasuki musim window dressing. Secara garis besar, window dressing merupakan strategi yang digunakan oleh suatu perusahaan dan manajer investasi untuk menarik investor. Yakni dengan cara mempercantik laporan atau kinerja keuangan dan portofolio bisnis yang dimilikinya.

Sedikit berbeda, pada penghujung tahun ini nampaknya window dressing dibayangi sejumlah sentimen. Seperti munculnya varian baru COVID-19 omicron hingga tapering atau pengurangan pembelian obligasi yang dilakukan Bank Sentral AS.

Meski begitu, Analis Kiwoom Sekuritas, Sukarno Alatas menilai window dressing masih berpotensi untuk terjadi. Meski ia juga tak bisa memastikan kapan tersebut dimulai.

"Potensi window dressing tahun ini tetap ada meskipun saat ini sentimen negatif yang muncul berasal dari tapering dan omicron. Hanya saja kita tidak tahu kapan akan dimulai, karena saat ini tren masih turun. Dan pergerakannya bisa terkonsolidasi dulu dengan kecenderungan melemah,” ujar dia kepada Liputan6.com, Rabu (1/12/2021).

Sebelumnya, Sukarno memperkirakan jika IHSG bergerak bearish, bisa lanjut turun ke support 6.485 – 6.509. Sedangkan jika IHSG kembali bergerak bullish ada peluang kembali menguat ke resistance 6.598 – 6.621.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Strategi Saham

Pada penutupan perdagangan Rabu, 1 Desember 2021, IHSG ditutup melemah 2,26 poin atau 0,04 persen ke level 6.507. IHSG sempat berada di zona hijau pada awal sesi perdagangan.

IHSG sempat sentuh posisi tertinggi 6.593,07 dan terendah 6.494,49. Total frekuensi perdagangan 1.531.255 kali dengan volume perdagangan 27,4 miliar saham. Nilai transaksi harian Rp 16,4 triliun. Pada sisa 2021 ini Sukarno menyarankan untuk buy on weakness terhadap saham-saham blue chip.

"Strateginya buy on weakness di saham-saham blue chips perbankan setelah ada sinyal reversal yang jelas,” pungkasnya.