Sukses

Prospek Properti Masih Cerah, Lippo Karawaci Miliki Land Banking 2.000 Ha

Industri properti akan mengalami pertumbuhan signifikan pada tahun ini terutama didorong permintaan hunian.

Liputan6.com, Jakarta Indusrtri properti dinilai masih cerah. Salah satunya bisa terlihat dari kinerja emiten PT Lippo Karawaci Tbk. (LPKR) di tahun ini yang baik. Cerahnya industri properti disebut menjadi salah satu sektor yang kebal dari imbas pandemi Covid-19.

Pendapatan perseroan tumbuh 44,2 persen hingga kuartal III 2021. Kinerja operasional dan finansial LPKRmendorong emiten induk lini properti Lippo Group diganjar kenaikan peringkat utang oleh Moody’s Investor Service, dari stabil menjadi positif.

 

Bahkan Moody’s dinilai sangat mungkin kembali menaikkan rating LPKR yang mencatatkan pertumbuhan pendapatan sebesar 44,2 persen hingga kuartal III/2021, dari B3 menjadi B2.

Sejauh ini, kinerja mengkilap LPKR didongkrak secara signifikan segmen properti residensial. Di lain sisi, hasil positif yang dipetik LPKR sejalan dengan riset Moody’s yang dirilis pada Agustus.

Menurut riset tersebut, industri properti akan mengalami pertumbuhan signifikan pada tahun ini terutama didorong permintaan hunian.

CEO Lippo Karawaci John Riady mengungkapkan realisasi kinerja industri properti sejauh ini sesuai dengan prediksinya.

Di mana, industri properti nasional memiliki prospek yang cukup cerah untuk memetik pertumbuhan berkesinambungan.

Seiring prospek cerah industri properti, Lippo Group saat ini masih memiliki land banking sekitar 2.000 hektare yang tersebar di Cikarang hingga Makassar, dan beberapa kota lainnya. “Cukup sampai 10 tahun ke depan,” jelas dia, Kamis (2/12/2021).

Terdapat beberapa faktor yang ikut menopang kinerja sektor properti. Pertama, kata John, tingkat kepemilikan rumah yang masih cukup rendah, bahkan di kota besar seperti Jakarta. “Masih sekitar 40-50 persen,” ungkapnya.

Padahal, Indonesia telah memasuki fase negara dengan pendapatan per kapita menengah, yakni USD 3.900.

Pada level tersebut, sebagaimana terjadi pada negara berkembang lainnya, akan meningkatkan permintaan akan perumahan, terlebih 60 persen populasi merupakan segmen milenial yang produktif.

“Sekarang ada kecenderungan segmen milenial inilah yang memilih properti sebagai instrumen investasi, mereka menjadikan properti sebagai aset yang fungsional,” kata John.

Selain pendapatan per kapita yang meningkat dan populasi milenial usia produktif itu, John menyebutkan faktor lain yaitu tingkat bunga rendah.

Jika dibandingkan pada masa booming properti pada 2008-2012 yang dikerek melambungnya sektor komoditas, tren pertumbuhan saat ini jauh lebih mantap dan organik.

“Pada booming yang lalu, pembelinya banyak spekulan, kalau sekarang pembeli langsung,” katanya.

 

2 dari 2 halaman

Rancang Produk

Di lain sisi, kinerja mengkilap LPKR tidak terlepas dari strategi bisnis yang mampu menangkap arah tren dimana perusahaan berhasil menyajikan produk yang berharga terjangkau dengan desain yang sesuai selera keluarga milenial.

“Kami menggandeng Alex Bayu untuk menyajikan rumah yang harganya terjangkau. Lebih kecil namun memaksimalkan space utilization, serta menitikberatkan functionality. Contohnya setiap ruangan perlu ada cross ventilation, dan tentu kita mengimplementasikan cara kehidupan baru dengan work from home dan lain sebagainya,” jelas John.

Dia menjelaskan saat ini masyarakat sudah akrab dengan aktivitas hibrida, bertemu secara daring maupun luring.

Berkaca dari situasi pandemi itulah LPKR merancang produk yang juga mengikutsertakan ruangan kantor kecil di tiap rumah.

“Barangkali mungkin satu tidak cukup, karena juga ada anak-anak yang ikut sekolah daring. Jadi saya pikir ini perkembangan yang sangat baik untuk Indonesia, karena industri properti ini mengkontribusikan 15 persen dari PDB dan turunannya banyak. Jadi sekarang kita melihat, menuju post pandemic recovery, properti salah satu mesin penggerak ekonomi semasa pemulihan ini,” simpul John.