Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong perkembangan pasar modal dengan akomodasi perusahaan berkaitan dengan new economy untuk mencatatkan saham perdana di Bursa Efek Indonesia (BEI).
OJK pun mengeluarkan peraturan OJK (POJK) Nomor 22/POJK.04/2021 tentang penerapan klasifikasi saham dengan hak suara multipel oleh emiten dengan inovasi dan tingkat pertumbuhan tinggi yang melakukan penawaran umum efek bersifat ekuitas berupa saham.
Baca Juga
Penerbitan POJK ini upaya mendorong pendalaman pasar keuangan, khususnya sektor pasar modal. Yakni dengan cara mengakomodasi perusahaan yang menciptakan inovasi baru dengan tingkat produktivitas dan pertumbuhan yang tinggi (new economy) untuk melakukan penawaran umum efek bersifat ekuitas berupa saham dan mencatatkan efeknya (listing) di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Advertisement
Tujuan aturan ini untuk melindungi visi dan misi perusahaan sesuai dengan tujuan para pendiri atau founders untuk mengembangkan kegiatan usaha yang dijalankan perusahaan.
Sejalan dengan tujuan tersebut, Kepala Center of Innovation and Digital Economy Indef, Nailul Huda menilai founder dari perusahaan masih berharap untuk tetap bisa mengendalikan perusahaan ketika perusahaan sudah menawarkan saham perdana atau initial public offering (IPO). Sehingga memang memastikan keberlangsungan dari perusahaan digital.
"Kalau melihat praktik di luar negeri, saya rasa cukup lazim juga praktik ini. Terlebih perusahaan startup digital memang masih memerlukan kepemimpinan dari founder mengingat perusahaannya berumur cukup muda," ujarnya kepada Liputan6.com, Rabu (8/12/2021).
Namun demikian, Huda mengatakan hal tersebut juga menunjukkan perusahaan digital sangat bergantung sekali kepada foundernya. Jika dilihat dari sudut pandang lain, perusahaan digital yang menerapkan MVS seperti sangat rentan apabila ditinggal oleh foundernya.
Dia menuturkan, apabila sudah go public, investor tidak akan memperoleh hak yang istimewa seperti kepemilikan saham konvensional. Malah jadi nilai minus bagi investor.
"Tapi bagi perusahaan digital sendiri, bisa menjadi pijakan yang bagus ketika mau IPO namun founder masih bisa mengendalikan perusahaan digital tersebut,” ujar dia.
Sementara itu, Chief Corporate Affairs GoTo, Nila Marita menuturkan, pihaknya apresiasi langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam menerbitkan aturan yang akomodasi lebih banyak perusahaan melantai di pasar modal Indonesia.
"IPO menjadi salah satu langkah untuk mendukiung pertumbuhan perusahaan ke tahap selanjutnya, dan kami akan sampaikan perkembangan rencana dalam waktu yang tepat,” ujar dia saat dihubungi Liputan6.com.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Aturan OJK
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendukung sektor pasar modal dengan akomodasi perusahaan yang menciptakan inovasi baru dengan tingkat produktivitas dan pertumbuhan yang tinggi (new economy) untuk mencatatkan saham perdana di Bursa Efek Indonesia (BEI).
OJK pun mengeluarkan peraturan OJK (POJK) Nomor 22/POJK.04/2021 tentang penerapan klasifikasi saham dengan hak suara multipel oleh emiten dengan inovasi dan tingkat pertumbuhan tinggi yang melakukan penawaran umum efek bersifat ekuitas berupa saham.
Adapun penerbitan POJK ini upaya mendorong pendalaman pasar keuangan, khususnya sektor pasar modal, dengan cara mengakomodasi perusahaan yang menciptakan inovasi baru dengan tingkat produktivitas dan pertumbuhan yang tinggi (new economy) untuk melakukan Penawaran Umum Efek bersifat ekuitas berupa saham dan mencatatkan efeknya (listing) di Bursa Efek Indonesia (BEI).
“POJK ini mengatur mengenai penerapan saham dengan hak suara multiple, yaitu satu saham memberikan lebih dari satu hak suara kepada pemegang saham yang memenuhi persyaratan tertentu,” tulis OJK dalam keterangan tertulis, Selasa, 7 Desember 2021.
Adapun tujuan pengaturan penerapan klasifikasi saham dengan hak suara multiple atau multiple voting shares dalam POJK ini untuk melindungi visi dan misi perusahaan sesuai dengan tujuan para pendiri atau founders untuk mengembangkan kegiatan usaha yang dijalankan perusahaan.
Advertisement
Pengaturan
Penerapan saham dengan hak suara multiple dilakukan dengan tetap memperhatikan pengaturan tentang perlindungan bagi pemegang saham publik, antara lain:
-Jangka waktu penerapan Saham Dengan Hak Suara Multipel paling lama 10 tahun dan dapat diperpanjang satu kali dengan jangka waktu paling lama 10 tahun dengan persetujuan Pemegang Saham Independen dalam RUPS;
- Setiap pemegang Saham Dengan Hak Suara Multipel dilarang untuk mengalihkan sebagian atau seluruh Saham Dengan Hak Suara Multipel yang dimilikinya selama dua tahun setelah Pernyataan Pendaftaran menjadi efektif;
- Saham Dengan Hak Suara Multipel memiliki hak suara yang setara dengan saham biasa pada mata acara tertentu dalam RUPS; dan
- Dalam setiap penyelenggaraan RUPS, jumlah saham biasa yang hadir dalam RUPS paling rendah mewakili 1/20 (satu per dua puluh) dari jumlah seluruh hak suara dari saham biasa yang dimiliki pemegang saham selain pemegang Saham Dengan Hak Suara Multipel.