Sukses

Menakar Dampak Pemangkasan Peringkat Evergrande oleh Fitch Ratings

Manajemen Evergrande dinilai buruk dan sembrono dalam ekspansi sehingga menghadapi masalah.

Liputan6.com, Jakarta - - Lembaga pemeringkat internasional Fitch Ratings memangkas peringkat grup Evergrande menjadi default terbatas. Hal ini seiring Evergrande gagal bayar kupon atas dua obligasi berdenominasi dolar Amerika Serikat yang masa tenggang berakhir pada Senin, 6 Desember 2021. Lalu bagaimana dampaknya ke pasar keuangan?

Mengutip laporan Ashmore Asset Management Indonesia, saat berita keluar tentang potensi default atau gagal bayar, pasar bereaksi negatif. Namun, ketakutan atas Evergrande tampaknya tidak terlalu signifikan sehingga pasar bereaksi minor.

“PBOC (People Bank of China-red) juga telah menegaskan kembali pada Jumat bahwa risiko ditimbulkan utang Evergrande terhadap ekonomi dapat diatasi,” dikutip dari laporan tersebut, Minggu (12/12/2021).

Manajemen Evergrande dinilai buruk dan sembrono dalam ekspansi sehingga menghadapi masalah. Selain itu, PBOC telah mengurangi rasio persyaratan cadangan untuk bank umum sebesar 0,5 persen.

Selain itu, melepas 1,2 triliun yuan atau USD 188 miliar (setara Rp 2.701 triliun, asumsi kurs Rp 14.371 per dolar AS) likuiditas jangka panjang ke dalam sistem antar bank pada 15 Desember 2021. Langkah PBOC tersebut untuk mendukung ekonomi China.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Aliran Dana Mengalir ke Pasar Negara Berkembang

Namun, hal yang menjadi pertanyaan, apakah China intervensi secara halus untuk pasar real estatenya?

"Dalam pandangan kami, kepemimpinan sudah bekerja untuk tujuan ini dan akan bekerja untuk hindari kerugian besar untuk beberapa pemangku kepentingan utama. Para pemimpin China bertanya pemilik pengembang properti untuk suntikkan ekuitas sehingga mendukung kegiatan operasional dan kurangi leverage keuangan," tulis laporan tersebut.

Selanjutnya, pasar perumahan dan ekonomi melambat, seiring PBOC akan berada di posisi untuk memperketat kebijakan moneter.

Oleh karena itu, Ashmore menilai skenario yang mungkin adalah proses konsolidasi dalam sektor real estate selama kuartal berikutnya sehingga memungkinkan untuk stabilisasi di sektor properti menuju semester II 2022.

"Kami terus percaya ini berdampak jangka pendek, China bersedia mengambilnya untuk pertumbuhan jangka panjang,” tulis Ashmore.

Dengan demikian, pasar Indonesia dan pasar berkembang lainnya telah terima aliran likuiditas yang stabil seiring dana keluar dari China. “Kami terus merekomendasikan investasi di saham dan khususnya obligasi selama pasar melemah,” tulis Ashmore.