Liputan6.com, Jakarta - PT Kencana Energi Lestari Tbk (KEEN) memproyeksikan pendapatan mencapai USD 47,4 juta atau setara Rp 678 miliar pada akhir 2021. Serta laba tahun berjalan USD 11,8 juta atau sekitar Rp 169 miliar.
Wakil Direktur Utama Kencana Energi Lestari, Wilson Maknawi menuturkan, proyeksi tersebut merujuk pada kebutuhan energi nasional saat ini, serta situasi ekonomi Indonesia yang diperkirakan mulai bergerak positif. Sehingga Kencana Energi Lestari optimistis mencatat kinerja positif pada 2021.
Baca Juga
"Per kuartal II-2021 atau per Juni lalu, pendapatan melesat 129 persen menjadi USD 18,21 juta atau sekitar Rp 260 miliar dari periode yang sama tahun 2020 sebesar USD 7,95 juta,” beber Wilson, Selasa, 28 Desember 2021.
Advertisement
Pendapatan tersebut diperoleh dari proyek konsesi USD 8,95 juta, naik dari USD 1,74 juta, pendapatan bunga konsesi USD 6,13 juta dari USD 5,64 juta, dan penjualan listrik USD 3,12 juta dari sebelumnya USD 576.380.
Adapun laba bersih komprehensif sebesar USD 5,13 juta atau sekitar Rp 73 miliar, naik 5,8 persen dari Juni 2020 sebesar USD 4,81 juta. Saat ini, perusahaan memproduksi EBT melalui dua anak usaha yaitu PT Bangun Tirta Lestari (PT BTL) dan PT Energy Sakti Sentosa (PT ESS).
EBT yang diproduksi lalu dipasok untuk memenuhi kebutuhan industri dan rumah tangga. Perseroan melalui PT Nagata Dinamika Hidro Madong kini sedang membangun PLTM.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Gandeng PLN
Perseroan juga bekerjasama dengan PT PLN (Persero) dengan menandatangani Kesepakatan Pembelian Listrik (Power Purchase Agreement/ PPA).
Kesepakatan itu juga menjadi sumber pendapatan tetap yang akan membentuk profil keuangan yang kuat guna mendukung kegiatan usaha di masa depan.
Wilson menilai prospek EBT akan ditopang oleh sejumlah katalis positif di antaranya roadmap 2021-2025 dengan target peningkatan bauran EBT sebesar 23 persen pada 2025,rasio elektrifikasi 100 persen, dan penyelesaian program 35 GW.
"Indonesia juga menargetkan penurunan gas rumah kaca sebesar 34,8 persen pada tahun 2025 dan 58,3 persen pada tahun 2050,” kata dia.
Prospek itu dinilai terbuka lebar mengingat saat ini konsumsi EBR di Indonesia masih rendah. Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat konsumsi EBT Indonesia baru 151 kWh atau nomor 7 di Asia Tenggara pada 2017, setelah Malaysia 689 kWH, Vietnam 673 kWH, Thailand 364 kWH, Filipina 213 kWH, Myanmar 178 kWH, dan Kamboja 168 kWH.
Advertisement