Sukses

Evergrande Dapat Mandat Hancurkan 39 Bangunan di Proyek Raksasanya

Perusahaan mengakui perintah tersebut dalam sebuah unggahan di sosial media China, WeChat pada Senin malam 3 Januari 2022.

Liputan6.com, Hong Kong - Pengembang terbesar China dengan utang terbesar, China Evergrande Group mencoba meyakinkan investor terkait penghancuran beberapa blok bangunan atas perintah resmi Beijing.

Media China melaporkan pihak regulator di provinsi Hainan- sebuah pulau resosr tropis di lepas pantai China Selatan, memberikan mandat kepada Evergrande untuk meluluh lantahkan 39 bangunan. Hal ini karena pengembang memperoleh izin pembangunan dengan cara ilegal.

Evergrande mengakui perintah tersebut dalam sebuah unggahan di sosial media China,  WeChat pada Senin malam 3 Januari 2022.

Pada unggahan tersebut Evergrande menambahkan mandat pembongkaran bangunan itu tidak mempengaruhi bangunan lain di proyek properti yang sama. Dengan melibatkan sekitar 61.000 pemilik properti.

Ke-39 bangunan merupakan bagian dari proyek raksasa Ocean Flower IslandEvergrande di Hainan. Untuk proyek ini perusahaan telah menginvestasikan hampir USD 13 miliar atau setara Rp 186,75 triliun (asumsi kurs Rp 14.365 per dolar AS) selama enam tahun terakhir.

Perusahaan menangguhkan perdagangan sahamnya di Hong Kong per Senin, 3 Januari 2022. Dalam pengajuan dengan Bursa Efek Hong Kong pada Selasa, 4 Januari 2022, pengembang mengatakan akan melanjutkan perdagangan dan menegaskan pihaknya secara aktif berkomunikasi dengan pihak berwenang terkait proyek Ocean Flower Island guan menyelesaikan masalah dengan benar.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 3 halaman

Lika Liku Pergerakan Saham

Saham Evergrande melonjak sekurangnya 10 persen setelah perdagangan dimulai pada sore hari. Kemudian memangkas keuntungan kembali keuntungan dan terakhir tercatat mengalami kenaikan sebanyak 1,3 persen.

Dalam pengajuan Selasa, 4 Januari 2022, pengembang properti china menyampaikan telah berhasil melakukan penjualan kontrak dengan nilia 443,02 miliar yuan atau USD 70 miliar (setara Rp 1 kuadriliun lebih) pada 2021. Perolehan ini jauh lebih rendah 39 persen dari transaksi tahu sebelumnya.

Terkait likuiditas, Evergrande mengatakan berupaya menjalin komunikasi dua arah yang efektif dengan para kreditur.

Seraya berusaha menyelesaikan risiko dan menjaga hak serta kepentingan yang sah bagi semua pihak yang terlibat. Sebagai pengembang proprti terbesar kedua di China berdasarkan penjualan 2020, kini sedang terombang-ambing dengan utang lebih dari USD 300 miliar.

3 dari 3 halaman

Perjuangan Panjang Belum Buahkan Hasil

Selama berbulan-bulan pengembang milik Hui Ka Yan berjuang keras demi  mengumpulkan uang tunai untuk membayar pemberi pinjaman. Chairman Hui Ka Yan pun harus  menjual aset pribadi guna menopang keuangan entitas. Tapi itu sepertinya tidak cukup untuk menghindari default.

Pada Desember, Fitch Ratings menyatakan Evergrande China telah gagal membayar utangnya. Menurut lembaga pemeringktan ini,  penurunan posisi kredit mencerminkan ketidakmampuan Evergrande untuk membayar bunga yang jatuh tempo bulan itu pada obligasi berdenominasi dolar.

Analis telah lama mengkhawatirkan kondisi Evergrande yang kian hari semakin memperhatinkan. Pasalnya berpotensi keruntuhan Evergrande dapat memicu risiko yang lebih luas untuk pasar properti China sekaligus merugikan pemilik rumah dan sistem keuangan yang lebih luas.

Real estate dan industri ini menyumbang sebanyak 30 persen dari PDB Beijing. Federal Reserve AS (The Fed) memperingatkan pada November masalah di real estat China dapat merusak ekonomi global.

Sudah ada banyak bukti tentang China mengambil peran utama dalam membimbing Evergrande melalui restrukturisasi utang dan operasi bisnis yang meluas. Namun, para analis memperingatkan krisis real estat tetap menjadi ancaman yang membayangi negara tirai bambu itu. (Ayesha Puri)

Â