Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat dana kelolaan atau nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana berbasis ESG mencapai lebih dari Rp 3 triliun pada awal 2022.
Deputi Komisioner Bidang Pasar Modal OJK, Justini Septiana mengatakan, OJK terus mendorong pengembangan dan pendalaman pasar modal untuk mendukung implementasi keuangan berkelanjutan.
Baca Juga
Hal itu di antaranya melalui dukungan OJK terhadap peluncuran dua indeks baru di Bursa Efek Indonesia (BEI) beberapa waktu lalu. Yaitu ESG Sector Leaders IDX Kehati, dan ESG Quality 45 IDX Kehati yang diluncurkan pada tanggal 20 Desember 2021.
Advertisement
"Kedua indeks ini melengkapi 2 indeks sebelumnya, yaitu indeks Sri Kehati yang diluncurkan pada 2009 dan ESG Leaders yang diluncurkan pada tahun 2020," kata Justini dalam webinar Tren Penerapan Keuangan Berkelanjutan Berbasis ESG Pascapandemi, Senin (31/1/2022).
Ia menambahkan, kedua indeks ini sebelumnya telah digunakan oleh manajer investasi untuk menerbitkan reksa dana berbasis ESG.
"Per 26 Januari kemarin, kami mencatat nilai aktiva bersih reksa dana yang mengacu pada indeks Sri Kehati mencapai sebesar Rp 2,9 triliun dari 12 manajer investasi. Sedangkan reksadana yang mengacu pada indeks ESG Leaders mencapai Rp 680,5 miliar dari 3 MI," beber Justini.
OJK berharap, dengan diluncurkannya indeks baru berbasis ESG dapat meningkatkan pengembangan produk investasi di pasar modal, serta menggairahkan iklim investasi berbasis di ESG di pasar modal.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Penerapan ESG Meluas, Manajer Investasi Sesuaikan Portofolio
Sebelumnya, seiring tren environment, social and governance (ESG), sejumlah sektor usaha dinilai akan sulit untuk mencatatkan pertumbuhan ke depan.
Citigroup Head of ASEAN Research, Ferry Wong menyebutkan, salah satunya sektor batu bara, meski saat ini komoditas tersebut tengah naik daun. Ferry menilai, environment, social and governance (ESG) investing di Indonesia mungkin masih sangat kecil dibandingkan negara di Eropa.
Namun, penerapannya mengalami pertumbuhan, seiring kesadaran perusahaan untuk menerapkan bisnis yang berkelanjutan.
“Kalau di negara Eropa, ESG sudah berkembang cukup banyak. Kalau kita lihat selama 2-4 tahun belakangan, ESG itu sangat penting dan kita lihat sektor-sektor tertentu foreign ownershipnya turun kalau perusahaan tidak sesuai dengan ESG,” kata dia dalam CMSE 2021, Jumat (15/10/2021).
"Misalnya sektor alkohol, rokok, itu mungkin agak sulit. Dan juga batu bara,” ia menambahkan.
Di sisi lain, manajer investasi juga akan menyesuaikan portofolio yang mengacu pada perusahaan ESG, sesuai dengan kesadaran investor mengenai isu sustainability.
“Jadi mereka waktu dalam memilih perusahaan, mereka harus memilih faktor-faktor tersebut. Ini untuk sustainable financing,” kata dia.
Ferry menambahkan, ESG investing di Bursa Efek Indonesia (BEI) sudah cukup dikembangkan karena terdapat sustainable roadmap 1 dan suistanable roadmap 2. Untuk perusahaan di sektor-sektor tertentu di Indonesia juga sudah mulai melakukan sustainable financing report.
"Jadi sudah cukup bagus terutama perusahaan-perusahaan big cap seperti sektor perbankan, Astra International, Telkom Indonesia dan juga Barito Pacific. Dan ada beberapa mid cap mereka sudah melakukan sustainable financing report,” ujar dia.
Advertisement