Liputan6.com, Jakarta - Blackstone Inc mengumpulkan USD 11 miliar, atau setara Rp 157,99 triliun atau Rp 158 triliun (asumsi kurs Rp 14.363 per dolar AS) dari dana ekuitas swasta untuk menanamkan modal di beberapa perusahan di Asia. Dana yang diraih itu hampir tiga kali lipat dari penghimpunan dana sebelumnya pada 2018.
Dalam sebuah wawancara dengan Head of Private Equity Asia Amit Dixit mengungkapkan manajer investasi terbesar di dunia menggalang sebanyak USD 6,4 miliar dan segera terima dana tambahan sekitar USD 4,6 miliar dari Blackstone global. Sejak 2018, perusahaan telah berinvestasi senilai USD 20 miliar di kawasan Asia, dan setangahnya terjadi pada tahun lalu.
Baca Juga
Investasi Blackstone di Asia membengkak meski terdapat peningkatan risiko dari inflasi dan ketegangan geopolitik. Pasar global juga jatuh di tengah kekhawatiran kenaikan suku bunga oleh the Federal Reserve AS (The Fed). Ini menjadi momentum tepat bagi para investor untuk memperoleh uang tunainya.
Advertisement
"Saat tahun berjalan, kami akan melihat peluang yang sangat menarik,” ujar Dixit, dikutip dari laman Yahoo Finance, ditulis Rabu (2/2/2022).
Hampir 100 persen para penanam modal memutuskan untuk mengambil bagian dalam penggalangan terbaru.
Dixit menyampaikan daya tarik kegiatan penggalangan dana Blackstone antara lain pengambilan/keuntungan yang konsisten, diversifikasi geografis, serta peningkatan fokus pada lingkungan dan tata kelola yang apik mengimplementasikan prinsip ESG.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kinerja
Secara global, manajer aset yang berbasis di New York menghasilkan rekor pendapatan sebesar USD 155 miliar pada kuartal IV. Lantas menempatkannya lebih cepat dari jadwal pada tujuannya untuk mengelola USD 1 triliun pada 2026.
Laba yang dapat diatribusikan naik 5 persen menjadi USD 2,3 miliar sekaligus torehan terbesar pada kuartal IV. Kendai demikian, Presiden Jon Gray memperingatkan investor untuk bersiap menghadapi perlambatan aktivitas kesepakatan di bidang teknologi dan perusahaan yang tumbuh cepat karena pasar menilai kembali aset setelah jatuhnya saham baru-baru ini.
Dixit menambahkan dana ekuitas swasta Asia pertama cukup besar di India, yang kedua akan memiliki campuran investasi di seluruh Asia-Pasifik.
“Saat ini, Blackstone sedang mengerjakan tiga kesepakatan lanjutan di Australia, Jepang dan India dan melakukan uji tuntas pada perusahaan konsumen China serta perusahaan Korea,” ungkap Dixit.
Ketiga negara tersebut sudah pernah terlibat dalam transaksi delapan tahun lalu. Dengan meliputi juga perusahaan komponen presisi Singapura Interplex, VFS Global India, penyedia layanan outsourcing visa, dan Nucleus Network, penyedia uji klinis fase satu terbesar di Australia.
Advertisement
Fokus Blackstone
Fokus Blackstone yakni mengubah bisnis otomotif, pendidikan, dan outsourcing tradisional menjadi perusahaan yang digerakkan oleh teknologi. Mulai dari perusahaan kendaraan listrik, ed-tech dan migrasi cloud yang terbukti berkontribusi sebagai solsui yang manjur. Sayangnya Dixit menolak untuk memberikan angka pengembalian, dengan alasan kerahasiaan.
"Kami hanya membeli apa yang bisa kami bangun. Itu tidak cukup baik untuk membuatnya efisien, yang penting untuk tumbuh,” ujar Dixit.
Asia mendapatkan keuntungan dari konglomerat yang terus melakukan divestasi aset non-inti. Para pendiri mencari suksesi dan ketersediaan pembiayaan yang menarik.
Blackstone sama sekali tidak terhalang oleh tindakan keras China terhadap teknologi dan bagian lain dari sektor swasta.
Ini akan terus berinvestasi dalam teknologi perawatan kesehatan dan kecerdasan buatan (AI) mencakup robotika dan pembelajaran mesin di seluruh wilayah. Perusahaan yang berfokus pada perubahan iklim dan energi terbarukan di Asia juga menawarkan peluang bagus, katanya.
“Isu-isu terkait pemerintah memainkan peran kecil dalam pengambilan keputusan kami. Strategi kami sangat mikro,” tuturnya.
Reporter: Ayesha Puri