Sukses

Pilihan Instrumen Investasi ala Dirut BCA Jahja Setiaatmadja

Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja menekankan perlunya mengetahui profil risiko investor.

Liputan6.com, Jakarta - Investasi menjadi salah satu upaya untuk mempersiapkan kebutuhan keuangan pada masa mendatang. Saat ini, terdapat banyak instrumen investasi yang ditawarkan.

Mulai dari imbal hasil yang kecil, sedang atau moderat, dan imbal hasil tinggi. Namun seperti diketahui, imbal hasil investasi berbanding lurus dengan risikonya.

Investasi dengan imbal hasil yang besar memiliki risiko yang besar pula. Sebaliknya, investasi dengan imbal hasil lebih kecil, memiliki risiko yang juga lebih kecil. Dalam memilih instrumen investasi,Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja menekankan perlunya mengetahui profil risiko investor. Hal ini untuk mengukur toleransi investor terhadap kemungkinan rugi.

"Menurut saya, pertama harus mengenali diri sendiri. Dalam arti Anda adalah agresive investor yang agak berani, loss enggak apa-apa tapi mencari target income yang tinggi, masuk ke investasi yang ada spekulasi tinggi,” kata Jahja dalam diskusi virtual - Investasi di 2022: It's my dream!, Selasa (8/2/2022).

Jaha menambahkan, bagi investor konservatif, yang profil risikonya moderat, bisa memilih produk investasi yang relatif terjamin. Atau campuran, antara instrumen risiko-imbal tinggi dengan instrumen risiko-imbal hasil rendah. “Jadi tergantung,” ujarnya.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Pilihan Investasi bagi Investor Single

Di sisi lain, investor uang berstatus single atau belum berkeluarga dinilai lebih leluasa untuk mengalokasikan aset investasinya. Hal itu karena sebelum menikah, asumsinya orang belum memiliki banyak tagihan seperti KPR dan cicilan lainnya, maupun persiapan dana pendidikan anak atau sejenisnya.

"Di perbankan memang relatif aman dan banyak produk yang ditawarkan. Yang konvensional ada deposito dan tabungan, tapi bunganya rendah, Jujur. Tetapi likuid," kata Jahja.

"Tapi ada juga, kita mulai lihat pasar modal ada obligasi dan saham. Obligasi Anda harus berpikir agak lebih panjang, misal government bond. Pasti aman tapi kalau itu jatuh pas ada saat jatuh tempo, in between anda perlu likuiditas, Anda harus jual," ia menambahkan.

Jahja menuturkan, harga pasar obligasi menyesuaikan kondisi suku bunga, apakah sedang naik atau turun. Hal itu juga yang akan mempengaruhi valuasi dari obligasi tersebut.

"Tapi Anda juga bisa sengaja bermain di situ. Lagi murah beli, sudah tinggi Anda take profit. Jadi ini lebih mencari capital gain,” ujar Jahja.

Sementara untuk instrumen saham, Jahja mengatakan investor  dipastikan membidik capital gain karena tidak ada bunga yang dikenakan.