Liputan6.com, Jakarta - Raksasa pengembang properti China Evergrande dan semua unitnya menangguhkan perdagangan di Hong Kong, Senin pagi (21/3/2022). Hal tersebut diketahui berdasarkan pemberitahuan ke bursa saham.
Perusahaan properti China telah berjuang di tengah upaya Beijing untuk mengekang utang yang berlebihan di sektor real estate, serta spekulasi konsumen yang merajalela.
Selain itu, di antara mereka yang terlibat dalam krisis adalah Evergrande, salah satu pengembang terbesar di negara itu, yang telah terlibat dalam negosiasi restrukturisasi setelah menanggung kewajiban sebesar USD 300 miliar atau sekitar Rp 4.302 triliun (asumsi kurs Rp 14.342 per dolar AS).
Advertisement
Baca Juga
Pada Senin, 21 Maret 2022, perusahaan mengumumkan perdagangan saham akan dihentikan tanpa memberi alasan.
"Dengan demikian, semua produk terstruktur yang berkaitan dengan perusahaan juga akan dihentikan dari perdagangan pada saat yang sama," tulis pemberitahuan kepada Bursa Efek Hong Kong, Senin (21/3/2022) dikutip dari Channel News Asia.
Kemudian, saham Evergrande Property Services Group dan China Evergrande New Energy Vehicle Group ditangguhkan.
Penangguhan tersebut yang kedua pada tahun ini, sebelumnya kewajiban pembayaran kembali yang diharapkan sebesar USD 2 miliar pada Rabu, dan bulan berikutnya sebesar USD 1,4 miliar.
Evergrande telah berjuang untuk membayar kembali pemasok dan krediturnya serta menyelesaikan proyek dan rumah.
Unit andalannya Hengda Real Estate Group Co Ltd mendapatkan persetujuan dari pemegang obligasi dalam negeri selama akhir pekan untuk menunda pembayaran kupon yang jatuh tempo September 2021 hingga September 2022. Hal tersebut diungkapkan berdasarkan pengajuan pengacara perusahaan ke Bursa Efek Shenzhen pada Minggu.
Hengda mengadakan pertemuan dengan kreditur obligasi 4 miliar yuan (USD 629 juta) 2025 pada 18-19 Maret untuk menyetujui pembayaran bunga yang terjadi antara September 2020 hingga September 2021 yang akan dilakukan pada September 2023.
Evergrande sejauh ini menghindari default teknis obligasi di dalam negeri, meskipun telah melewatkan pembayaran pada beberapa obligasi luar negeri.
Pengembang yang diberi label sebagai default oleh perusahaan pemeringkat internasional pada Desember setelah gagal membayar kewajiban tepat waktu.
Perjuangan sebelumnya untuk membayar pemasok dan kontraktor karena krisis utang menyebabkan protes berkelanjutan dari pembeli rumah dan investor di markas besar kelompok itu di Shenzhen pada September.
Perusahaan telah berulang kali mengatakan akan menyelesaikan proyeknya dan mengirimkannya kepada pembeli dalam upaya putus asa untuk menyelamatkan utangnya.
Namun, pada Januari diperintahkan oleh pihak berwenang untuk merobohkan 39 bangunan di pulau Hainan karena bangunan itu dibangun secara ilegal di kepulauan buatan di pusat wisata.
Perusahaan telah mencoba menjual aset, dengan ketua Hui Ka Yan melunasi sebagian hutang menggunakan kekayaan pribadinya.
Kesengsaraan Evergrande memiliki efek knock on di seluruh sektor properti China dengan beberapa perusahaan kecil juga gagal membayar pinjaman dan yang lain berjuang untuk menemukan cukup uang.
Dana Moneter Internasional memperingatkan pada akhir Januari kalau krisis pendanaan properti dapat memiliki efek limpahan pada ekonomi yang lebih luas dan pasar global.
Saham Evergrande diperdagangkan pada HKD 1,65 sebelum penangguhan. Mereka telah naik 3,8 persen tahun ini setelah jatuh 89 persen pada 2021.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Evergrande Jual Empat Proyek
Sebelumnya, China Evergrande Group menyebutkan penjualan saham dan right to debt senilai 2,13 miliar yuan dalam empat proyek atau setara USD 337,35 juta atau sekitar Rp 4,84 triliun (asumsi kurs Rp 14.368 per dolar AS). Hal ini sebuah langkah untuk memastikan proyek konstruksinya juga berjalan.
Evergrande sedang menyelesaikan proyek dan properti yang dianggap sebagai prioritas oleh pembuat kebijakan China untuk memastikan stabilitas sosial. Di sisi lain terbebani oleh kewajiban lebih dari USD 300 miliar.
Evergrande mengatakan telah menjual saham dan haknya untuk berhutang dalam pengembangan perumahan di Chongqing dan Dongguan ke Everbright Trust seharga 1,03 miliar yuan. Selain itu, proyek perumahan di Foshan dan pengembangan taman hiburan di Guangzhou ke Minmetals Trust seharga 1,1 miliar yuan.
Adapun the right to debt atau hak untuk berhutang berarti pembeli mengambil utang yang terkait dengan proyek. Perusahaan perwalian adalah bagian dari apa yang disebut sektor perbankan bayangan China.
Perusahaan perwalian akan bertanggung jawab atas konstruksi dan pengiriman properti kepada pembeli rumah. Setiap surplus dari penjualan properti akan digunakan untuk kembali membayar modal awal yang disumbangkan Evergrande.
Melalui kesepakatan, Evergrande dapat memulihkan sekitar 1,95 miliar yuan dari kontribusi modal awal dan menyelesaikan sekitar 7 miliar yuan kewajiban dalam proyek.
"Jumlah kontribusi yang dipulihkan akan berdampak positif pada upaya grup dalam penyelesaian utang dan jaminan pengiriman properti dari proyek lain,” kata Evergrande demikian dilansir dari Channel News Asia, ditulis Minggu, 27 Februari 2022.
Kesepakatan itu juga memberi Evergrande hak untuk membeli kembali equity interest dalam proyek. Perusahaan milik negara akan memperoleh lebih banyak aset dari pengembang swasta yang kekurangan uang, menurut analis.
Hal ini di tengah Beijing meningkatkan upaya untuk menstabilkan dan memperketat kontrol atas sektor properti yang dilanda krisis yang menyumbang seperempat dari ekonominya.
Minmetals Trust bulan lalu telah membeli semua saham dalam setidaknya satu proyek dari Evergrande di kota selatan Kunming seharga 50 juta yuan. Hal itu ditunjukkan dari pengajuan resmi dengan kasus yang jarang terjadi ketika perusahaan perwalian ambil aset dari pengembang yang tertekan.
Advertisement