Liputan6.com, Jakarta - PT BNI Sekuritas prediksi pertumbuhan laba emiten sekitar 17 persen pada 2022. Pertumbuhan laba itu melanjutkan tren 2021.
"Untuk laba emiten tahun ini kita estimasi pertumbuhan laba emiten market earning itu akan untung 17 persen di 2022, ini melanjutkan tren di 2021 yang kemungkinan tumbuh 45 persen,” kata Deputy Head of Equity Research BNI Sekuritas, Aurellia Setiabudi dalam Media Gathering BNI Sekuritas, Kamis, 31 Maret 2022, ditulis Jumat (1/4/2022).
Dia juga menyebutkan, top sektor saham pilihan antara lain perbankan, telekomunikasi, dan otomotif.
Advertisement
"Jadi kalau kita lihat perbankan pertumbuhannya akan sebesar 25 persen year on year. Diikuti oleh Otomotif Astra di 20 persen. Untuk Telko kita melihat dengan adanya konsolidasi dari Telko operator yaitu indosat dan hutchison itu akan berdampak positif terhadap sektornya secara overall ya,” ungkapnya.
Baca Juga
Aurellia juga mengatakan, untuk prospek pertumbuhan sektor telekomunikasi akan lebih positif dari sebelumnya. Jika melihat telekomunikasi pada tahun lalu ada beberapa one off event seperti penjualan menara dan sebagainya.
"Tahun ini akan membukukan negatif, tapi kalau dilihat Ebitda levelnya itu masih akan membukukan positif, karena memang dampak dari satu konsolidasi yang kedua pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat,” ujar dia.
BNI Sekuritas juga selektif untuk beberapa saham di sektor pertambangan karena harga komoditas masih tinggi dan akan menguntungkan bagi emiten tambang.
"Ritel ini adalah salah satu untuk masuk ke kuartal II 2022, ada ritel dan juga jalan tol, lalu logistik dan juga yang terakhir properti,” imbuh Aurellia.
Kemudian, Aurellia juga menyebutkan sejumlah saham rekomendasi dari BNI Sekuritas.
“Top pics kami untuk di kuartal II tahun ini pertama ada Astra, kalau Astra kita lihat tren penjualan bulanan Astra ini baik. Jadi masih cukup positif, untuk Astra tahun ini mungkin kita bisa lihat penjualan bulanan mereka bisa ke level 50 ribu per unit dan ini kelihatannya bisa sustainable sampai tahun depan,” ucapnya.
Bahkan, Aurellia menegaskan, pangsa pasar Astra juga terus tumbuh dan sempat menyentuh mendekati 60 persen, jadi sangat tinggi.
Selain itu, ada juga Bank Mandiri yang perlu dilihat melalui return on equity (ROE). BNI Sekuritas perkirakan Bank Mandiri menjadi tercepat di antara bank BUMN. "Ini pemulihan ke level sebelum pandemi,” ujar dia.
Selanjutnya ada Jasa Marga momentumnya juga mengikuti mobilitas masyarakat dan lalu lintas yang meningkat mendekati Lebaran.
Selanjutnya, Aurellia sebut XL yang baru akuisisi Link Net. BNI Sekuritas melihat Link Net yang akan menaikkan laba XL itu sendiri dan juga akan mendapatkan pertumbuhan pelanggan dari konsolidasi operator.
Aurellia mengatakan, MAPI sebagai salah satu rekomendasinya. MAPI ini bertema untuk hari raya idul fitri sebagai momentum lebaran dan dilonggarkannya mobilitas memberikan sentimen positif bagi bisnis MAPI.
"Jadi kalau kita pantau, traffic di Mal itu sudah sangat baik,” ungkap Aurellia.
Selanjutnya ada PT Vale Indonesia Tbk (INCO).Aurellia menuturkan, harga nikel terus naik, tentu akan menguntungkan INCO sebagai salah satu tambang nikel terbesar di Indonesia.
Saham lainnya yaitu PT Adi Sarana Armada Tbk (ASSA), BNI Sekuritas memperkirakan bisnis logistik dari anteraja ini mulai memberikan kontribusi yang positif kepada ASSA dan juga bisnis di sewa mobil dan lainnya akan terus bertumbuh.
“Terakhir ada Summarecon, permintaan properti terus tinggi. Penjualan mereka masih kuat, masih ada sentimen dari stimulus PPN yang diberikan kementerian keuangan 50 persen yang akan berakhir september tahun ini. Itu juga akan masih memberikan sentimen positif pada sektor properti,” tutur Aurellia.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Selanjutnya
Meskipun demikian, Aurellia tidak lupa menyampaikan terkait saham yang underweight yaitu manufaktur makanan dan sektor kesehatan.
"Hal ini berkorelasi lagi dengan isu harga komoditas makanan yang cukup melambung tinggi dan pada saat bersamaan menjadi cost pressure,” ucap Aurellia.
"Jadi yang terjadi itu adalah manufacturing makanan ini mengalami profitabilitasnya menurun, marginnya menurun dan kita lihat ini belum akan selesai pada 2022. Outlook kira-kira untuk soft commodities harganya masih tinggi sampai akhir tahun ini,” ia menambahkan.
Kemudian sektor kesehatan, untuk pendapatan dari sektor kesehatan ini akan normalisasi dan oleh sebab itu melihat pertumbuhan laba dari sektor kesehatan tahun ini akan melambat.
"Mengapa demikian? arena memang Indonesia sekarang sudah mulai transisi untuk situasi COVID-19 sudah membaik,” ujar dia.
Advertisement