Sukses

Wall Street Kembali Merosot Jelang Rilis Data Inflasi AS

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks Dow Jones anjlok 638,11 poin atau 1,94 persen ke posisi 32.272,79.

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street merosot tajam pada perdagangan Kamis, 9 Juni 2022. Koreksi wall street ini terjadi jelang laporan inflasi utama karena investor tentang keadaan ekonomi AS.

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks Dow Jones anjlok 638,11 poin atau 1,94 persen ke posisi 32.272,79. Indeks S&P 500 merosot 2,38 persen menjadi 4.017,82. Indeks Nasdaq tergelincir 2,75 persen ke posisi 11.754,23.

Sektor saham teknologi berjuang dengan saham Meta Platforms terperosok 6,4 persen dan Amazon turun lebih dari 4 persen. Saham Apple turun 3,6 persen.

Saham kasino mencatat kinerja terburuk di indeks sektor saham S&P 500. Saham Las Vegas Sands turun 5,6 persen dan Caesars Entertainment melemah 3,8 persen. Saham teknologi China membalikkan kenaikan baru-baru ini dan menyeret indeks Nasdaq dengan Pinduoduo merosot 9,6 persen.

Di sisi lain, saham Boeing mencatat kinerja buruk di Dow. Saham Boeing melemah lebih dari 4 persen. Koreksi saham terjadi menjelang laporan indeks harga konsumen Mei 2022 pada Jumat waktu setempat. Investor mencari petunjuk untuk melihat apakah inflasi telah mencapai puncaknya atau apakah the Federal Reserve perlu lebih agresif untuk menekan kenaikan harga.

“Fakta bahwa orang-orang telah benar-benar membicarakan laporan ini selama beberapa hari terakhir menggambarkan seberapa besar masalah inflasi bagi pasar selama enam bulan terakhir sejak ketua the Fed Powell pertama kali mulai mengambil pendekatan inflasi yang lebih hawkish,” tulis Bespoke Investment Group kepada klien mengutip laman CNBC, Jumat (10/6/2022).

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Indeks Pengukur Kekhawatiran di Wall Street Naik

Sebagian besar sesi perdagangan, laju saham sedikit lebih rendah sebelum aksi jual meningkat pada jam terakhir.

Indeks Dow berada di bawha 32.700 sebelum jam 3 sore waktu setempat di New York, tetapi indeks turun lebih dari 400 poin. Indeks volatilitas Cboe sering disebut sebagai pengukur ketakutan wall street naik lebih dari dua poin menjadi ditutup di atas 26 untuk pertama kalinya bulan ini.

Investor telah menilai kesehatan ekonomi Amerika Serikat dalam beberapa pekan terakhir, karena the Fed telah mulai menaikkan suku bunga untuk meredam inflasi tanpa membawa ekonomi ke dalam resesi.

Di sisi lain, harga energi yang lebih tinggi dan gangguan rantai pasokan yang berkelanjutan telah membuat inflasi tetap tinggi dalam beberapa bulan terakhir, sementara beberapa data ekonomi menunjukkan pertumbuhan yang melambat dalam beberapa pekan terakhir.

"Sayangnya kita tidak akan mendapatkan banyak pandangan bersih pada ekonomi, apakah ekonomi AS atau tentu saja ekonomi global untuk beberapa waktu karena ada begitu banyak hal yang sulit diuraikan,” ujar Senior US Macro Strategist Truist Michale Skordeles.

 

3 dari 4 halaman

Ekonomi Dapat Bertahan di Tengah Kenaikan Harga Minyak

Harga minyak turun sedikit pada Kamis, 9 Juni 2022, tetapi harga minyak mentah West Texas Intermediate masih bertahan di atas USD 120 per barel. Klaim pengganguran awal naik menjadi 229.000 pekan lalu lebih buruk dari perkiraan 210.000.

Indeks S&P 500 melemah lebih dari 16 persen dari rekor tertingginya, tetapi sebagian besar diperdagangkan sideways dalam beberapa pekan terakhir setelah memantul dari level terendah baru-baru ini pada Mei 2022. Indeks S&P 500 turun lebih dari dua persen pekan ini.

Senior Portfolio Manager Morgan Stanley Investment Management, Andrew Slimmon menuturkan, saham akan menguat pada 2022 tetapi berada dalam perjalanan yang bergejolak selama musim panas ke posisi terendah pada Mei 2022.

"Saya tidak melihat penurunan substansial di bawah ini karena saya yakin, meskipun harga minyak lebih tinggi dan harga pangan lebih tinggi, ekonomi akan mampu menahan goncangan yang dihadapi sekarang,” ujar dia.

Selain itu, saham tampaknya bergerak berlawanan dengan imbal hasil obligasi pada Kamis pekan ini setelah pembaruan dari bank sentral Eropa. Bank sentral Eropa konfirmasi rencana menaikkan suku bunga pada Juli dan September 2022. Bank sentral Eropa juga menaikkan proyeksi inflasi pada 2022 menjadi 6,8 persen naik dari 5,1 persen sebelumnya dan menurunkan prospek pertumbuhannya.

4 dari 4 halaman

Penutupan Wall Street pada Rabu 8 Juni 2022

Sebelumnya, bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street merosot pada perdagangan Rabu, 8 Juni 2022. Investor memantau tanda-tanda potensi perlambatan ekonomi dan mengawasi pasar obligasi.

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks Dow Jones anjlok 269,24 poin atau 0,81 persen ke posisi 32.910,90. Indeks S&P 500 susut 1,08 persen menjadi 4.115,77. Indeks Nasdaq susut 0,73 persen ke posisi 12.086,27.

Pergerakan wall street terjadi karena investor mempertimbangkan pembaruan dari perusahaan besar dan tanda-tanda pertumbuhan ekonomi mungkin melambat.  Saham Credit Suisse yang diperdagangkan di Amerika Serikat turun 1 persen setelah bank mengeluarkan peringatan laba untuk kuartal II 2022. Hal ini seiring kebijakan moneter lebih ketat dan perang di Ukraina.

Saham Intel turun lebih dari 5 persen setelah manajemen memperingatkan melemahnya permintaan semikonduktor pada konferensi industri.

Sementara itu, pelacak the Atlanta Federal Reserve’s GDPNow menunjukkan tingkat pertumbuhan hanya 0,9 persen untuk kuartal II, turun dari 1,3 persen pekan lalu. Permintaan hipotek mencapai level terendah dalam 22 tahun pekan lalu, menurut the Mortgage Bankers Association.

Ekonom Deutsche Bank AS Matthew Luzzetti sebelumnya menyerukan resesi pada akhir 2023, dalam catatan kepada klien pada Rabu, 8 Juni 2022 menyebutkan kemungkinan resesi akan meningkat dalam beberapa bulan mendatang.

“Kesimpulan utama kami adalah kemungkinan resesi yang berwawasan ke depan cenderung terlihat jauh lebih buruk akhir tahun ini karena kondisi keuangan yang semakin ketat,” ujar Luzzetti.