Sukses

OJK Rilis Aturan Terkait Kewajiban Pelaporan Perusahaan Efek

OJK telah merilis POJK Nomor 8/POJK.04/2022 tentang Pelaporan Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek.

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan aturan untuk memperkuat pengawasan di sektor jasa keuangan yang memerlukan informasi kondisi keuangan dan kegiatan usaha yang lengkap.

OJK telah merilis POJK Nomor 8/POJK.04/2022 tentang Pelaporan Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek.

POJK ini untuk memperkuat pengawasan di sektor jasa keuangan yang memerlukan informasi kondisi keuangan dan kegiatan usaha yang lengkap, akurat, terkini, utuh dan dapat diperbandingkan. Demikian mengutip dari keterangan tertulis, Jumat (17/6/2022).

Selain itu, POJK tersebut untuk menyelaraskan ketentuan terkait pelaporan perusahaan efek yang kini masih tersebar dalam beberapa peraturan yang terpisah dan dengan frekuensi yang berbeda-beda.

POJK ini mengatur kewajiban pelaporan perusahaan efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek (PEE) dan Perantara Pedagang Efek (PPE).

PEE dan PPE yang memenuhi kriteria dalam proses pemeriksaan tetapi sudah tidak memiliki pengurus dan kantor, dan atau dalam tahap pemberasan aset nasabah atau pencabutan izin dikecualikan dalam kewajiban penyampaian laporan.

Dengan diterbitkannya POJK ini maka ketentuan pelaporan bagi PEE dan PPE yang diatur dalam Peraturan Nomor X.E.1 lampiran Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor KEP-460/BL/2008 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Berkala Oleh Perusahaan Efek, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Investor Domestik Bertumbuh, OJK Optimistis Dampak Kebijakan The Fed Dapat Ditekan

Sebelumnya, bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga acuan sebesar 0,5 persen.

The Fed juga menargetkan suku bunga dana federal berada di kisaran 0,75 persen hingga 1 persen. Kebijakan tersebut ditempuh untuk menetralisir kondisi inflasi AS. Pada Maret 2022, kenaikan year on year (yoy) inflasi AS telah mencapai 8,4 persen atau rekor tertinggi dalam 41 tahun terakhir. Pada situasi ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai dampaknya untuk pasar modal tanah air akan minim.

Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal I OJK, Djustini Septiana mengatakan, keyakinan itu merujuk pada awal kebijakan The Fed menaikkan suku bunga. Saat itu, terjadi kekhawatiran tingginya dana asing yang keluar yang dinilai akan mempengaruhi pasar modal. Namun, fakta berkata lain.

"Faktanya dapat kita lihat, ternyata dengan bertumbuhnya investor lokal atau investor domestik yang didominasi oleh kaum milenial, kekhawatiran itu tidak terjadi. Ada penurunan tetapi ternyata diabsorbs kembali oleh investor lokal. Sehingga kekhawatiran untuk indeks jatuh itu bisa tertahan, bahkan indeks melaju pada tren positif,” kata Djustini dalam media gathering OJK, Selasa, 14 Juni 2022.

 

3 dari 4 halaman

Jumlah Investor

OJK mencatat jumlah investor pasar modal terus mengalami pertumbuhan. Hingga 3 Juni 2022, jumlah investor pasar modal tercatat sebesar 8,89 juta investor. Angka itu naik 18,66 persen dibandingkan posisi akhir Desember 2021 sebanyak 7,49 juta investor.

Meski begitu, bukan berarti kebijakan The Fed tak memiliki dampak apapun. Sehingga sebagai upaya mitigasi, OJK bersama Bank Indonesia (BEI) dan otoritas terkait akan merumuskan kebijakan untuk menekan dampak kebijakan The Fed.

Sementara untuk pasar modal, OJK akan merujuk pada kebijakan yang diimplementasikan saat terjadi pandemi. Seperti relaksasi dan sosialisasi kepada masyarakat untuk mempertahankan ekonomi dalam negeri.

“Jadi peran serta uang-uang masyarakat yang memang ada di pasar modal supaya produktivitas yang ada di ekonomi Indonesia itu tetap terjaga karena adanya modal dari masyarakat Indonesia sendiri tanpa ketergantungan dari pihak internasional,” pungkasnya.

 

4 dari 4 halaman

Investor Gen-Z dan Milenial Mendominasi

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat jumlah investor pasar modal terus mengalami pertumbuhan. Hingga 3 Juni 2022, jumlah investor pasar modal tercatat sebesar 8,89 juta investor. Angka itu naik 18,66 persen dibandingkan posisi akhir Desember 2021 sebanyak 7,49 juta investor.

Deputi Komisioner Pengawasan Pasar Modal I OJK, Djustini Septiana mencermati, terjadi peningkatan investor di pasar modal selama pandemi COVID-19. Pada 2019, tercatat sebanyak 2,48 juta investor.

Kemudian pada 2020 naik menjadi 3,88 juta, dan melonjak hingga mencapai 7,49 juta investor di akhir Desember 2021.

"Peningkatan jumlah investor cukup signifikan. yang lebih menggembirakan ternyata peningkatan ini didominasi anak muda gen-Z dan milenial,” kata Djustini dalam media briefing OJK, Selasa, 14 Juni 2022.

Lebih rinci, jumlah investor usia 30 tahun ke bawah sebanyak 59,91 persen dengan aset sebesar Rp 3,77 triliun.

Disusul investor rentang usia 31—40 tahun sebesar 21,83 persen dengan total aset Rp 98,73 triliun. Lalu kelompok investor usia 41—50 sebanyak 10,46 persen dengan aset Rp 165,83 triliun. Terakhir, investor berusia 60 tahun ke atas sebanyak 2,75 persen dengan total aset Rp 553,09 triliun.

"kita berharap dengan mulainya menyukai atau mulainya anak-anak muda mencintai pasar modal, maka mereka akan menggeser atau menggantikan kaum yang sudah mapan saat ini, yang sudah berada di usia di atas 51 tahun dan mentrigger perkembangan pasar modal Indonesia,” ujar dia.