Liputan6.com, Jakarta - Saat ini ada banyak aset investasi yang dapat dipilih oleh para investor mulai dari yang konvensional hingga syariah. Investasi syariah sendiri semakin populer karena dalam sistemnya menggunakan nilai-nilai syariah Islam yang dinilai lebih transparan dan adil.
Menurut Head of Funding Alami Group, platform investasi P2P Lending berbasis syariah, Muhammad Triarso menuturkan, investasi syariah memiliki beberapa kelebihan yang menjadi pembeda dengan investasi konvensional.
Baca Juga
Menurut Triarso, dengan adanya kelebihan ini, membuat membuat investasi syariah memiliki proteksi lebih untuk melindungi investor terjerumus pada investasi bodong yang tengah marak saat ini.
Advertisement
“Prinsip dalam investasi syariah tentunya harus sesuai prinsip syairah, adil dalam berbagi hasil harus sama-sama ridha dan tidak ada spekulasi. Dengan investasi berbasis syariah pertahanan dari investasi bodong lebih kuat,” ujar Triarso dalam webinar bertajuk ‘Trik Pilih Investasi Anti Bodong Anti Bohong’, Senin (27/6/2022).
“Pada dasarnya investasi syariah itu harus ada impact social dan transparan, karena transparan ini, investasi syariah anti bodong,” lanjut dia.
Meskipun begitu, Triarso mengingatkan setiap instrumen investasi memiliki tingkat risiko masing-masing. Jadi para calon investor jangan mudah tergiur dengan tawaran investasi yang mengatakan tidak ada risiko dan pasti untung, karena itu kemungkinan investasi bodong.
"Ciri-ciri investasi bodong itu proses bisnis tidak jelas, menjanjikan keuntungan tidak wajar dalam waktu singkat, tidak berizin dari regulator atau OJK, dan pakai public figure untuk menarik massa dengan cepat, serta menjanjikan sudah pasti untung. Padahal dalam investasi seperti layaknya instrumen lain ada risiko, ketika dinyatakan oleh penawar tidak ada risiko, maka perlu hati-hati,” ujar Triarso.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Alokasi Dana
Maka dari itu, menurut Triarso agar tidak terjebak dengan keserakahan dan tergiur dalam investasi bodong, para investor perlu paham soal alokasi dana.
“Jangan masukan aset kita dalam satu keranjang, investor perlu paham diversifikasi. Investor juga harus paham ada tiga waktu investasi yaitu saat ini, masa depan, dan afterlife jika dalam investasi syariah,” kata Triarso.
“Banyak orang bangkrut karena menaruh semua aset dalam satu keranjang. Kita harus paham usia produktif kita itu pendek. Jadi harus hati-hati dengan uang yang kita simpang,” lanjut dia.
Adapun, Triarso dalam webinar mengingatkan untuk mulai belajar investasi sejak dini agar lebih banyak mengerti berbagai aset investasi dan terhindar dari investasi bodong.
“Ini penting sekali buat kita belajar investasi sejak dini dan juga teliti, jangan sampai tidak mengerti. Usia 23 kalau bisa sudah tahu soal investasi karena literasi saat ini sudah banyak. Dengan belajar investasi kita juga bisa mencegah terjadi generasi sandwich di masa depan,” pungkas dia.
Advertisement
Melihat Potensi Investasi Obligasi saat Suku Bunga Acuan Naik
Sebelumnya, tren suku bunga acuan yang meningkat akan dongkrak imbal hasil obligasi. Hal itu dapat menjadi katalis positif untuk investasi di obligasi.
Head of Research and Market Information Department PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI), Roby Rushandie menuturkan, kondisi itu mendorong potensi keuntungan bagi investor untuk masuk ke pasar.
"Sebenarnya, bagi investor, bisa dibilang ini ada potensi gain (keuntungan) buat investor baru untuk masuk ke pasar, karena dengan tren suku bunga meningkat maka tren imbal hasil nya meningkat, maka returnnya lebih yang bisa diperoleh investor lebih tinggi," kata Roby dalam Edukasi Wartawan terkait Proyeksi Obligasi pada Semester II Tahun 2022 secara virtual ditulis Kamis (23/6/2022).
Dia menambahkan, sebenarnya kalau kondisi tren suku bunga turun justru bisa dimaknai dengan potensi return yang dihasilkan itu rendah.
"Kalau di pasar saham mungkin terdampak dari kenaikan suku bunga tadi apakah akan mendorong terjadinya resesi, karena kalau di pasar saham lebih ke sektor riil, suku bunga naik sektor rill turun. Umumnya ketika kondisi ini memang investor beralih ke investasi yang lebih rendah risiko kalau terjadi ekspektasi resesi,” kata dia.
Ia juga menyampaikan mengenai, potensi resesi di Amerika Serikat menjadi hal positif bagi pasar obligasi karena secara risiko lebih rendah memberikan pendapatan yang stabil, dibandingkan instrumen yang lebih tinggi risikonya.
"Jadi, sikap investor tentunya tetap perlu dilihat sebagai portofolio, tidak hanya di bonds (obligasi), kalau di saham apakah saham sektor mana yang memiliki peluang potensi yang baik kalau dilihat dari sektornya,” ujar Roby.
Tren Harga Komoditas
Sedangkan, di kondisi saat ini bisa dilihat yang jangka pendek, seperti tren kenaikan harga komoditas atau harga energi menjadi sentimen yang bagus bagi emiten di sektor komoditas atau energi. Namun, yang jadi pertanyaan apakah hal itu jangka pendek, karena ada perputaran.
"Inflasi yang tinggi itu ke sektor ritel, ini menandakan belanja masyarakat mulai pulih. Ini sentimen bagus untuk sektor ritel dan tourisme, food and beverages dan lain-lain,” ujar dia.
Selain itu, Roby menambahkan, obligasi merupakan bagian dari portofolio investasi yang dapat menjadi alternatif investasi. Dengan demikian, investor tidak hanya investasi di satu keranjang saja.
"Bonds (obligasi) ini sebagai menjaga cash flow ketika saham turun, ketopang cash in flow dari bonds (obligasi), lebih ke jangka pendek, lebih ke perspektif investasi portofolio,” ungkapnya.
Advertisement