Sukses

Faktor Ini Bikin Bursa Saham Indonesia Masih Menarik

Sejumlah faktor yang mendukung bursa saham Indonesia itu antara lain kenaikan harga batu bara.

Liputan6.com, Jakarta - Bursa saham Indonesia dinilai masih menonjol dan berprospek positif yang didukung sejumlah faktor. Salah satunya harga komoditas.

Mengutip riset PT Ashmore Asset Management Indonesia, ditulis Minggu (24/7/2022), sejumlah faktor yang mendukung bursa saham Indonesia itu antara lain kenaikan harga batu bara di tengah permintaan dari pasar Eropa yang meningkat mengingat risiko krisis energi saat memasuki musim dingin pada kuartal IV 2022.

Hal ini sebagai bantalan ke Indonesia dari kebangkitan risiko eksternal. Selain itu, Indonesia juga memiliki keseimbangan arus positif dan menurunkan saldo defisit fiskal. Kemudian secara bertahap ada perbedaan kepemilikan antara investor ritel dan institusional di pasar saham Indonesia. Per Juni 2022, rekor tertinggi kepemilikan ritel domestik sektiar 41,3 persen.

Dengan melihat kondisi itu, pertumbuhan laba yang kuat ke sektor lain setelah siklus ledakan komoditas.

"Oleh karena itu, kami tetap optimis dengan pasar saham Indonesia dan secara selektif OW di beberapa sektor antara lain bank BUMN, kebutuhan pokok konsumen, telekomunikasi, energi terutama batu bara dan sektor kesehatan,” tulis Ashmore.

Adapun memasuki semester II 2022, IHSG turun 8 persen dari puncaknya seiring imbal hasil obligasi 10 tahun naik 110 basis poin menjadi 7,5 persen. Dari titik terendah 6,4 persen pada 2022. Valuasi IHSG pun menjadi masuk akal pada tingkat saat ini.

Selain itu, ada kemungkinan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) naik 75 basis poin-100 basis poin pada semester II 2022 untuk menstabilkan rupiah seiring indeks dolar AS yang menguat karena bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve memperketat kebijakan moneter. "Secara historis, IHSG cenderung menguat usai kenaikan suku bunga,” tulis Ashmore.

Pada periode 18-22 Juli 2022, IHSG ditutup di posisi 6.887 dan investor asing melakukan aksi beli saham USD 28 juta atau sekitar Rp 420,43 miliar. Selama sepekan, rilis data inflasi dan pengumuman hasil pertemuan bank sentral menjadi perhatian.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Sentimen Sepekan

Dari Amerika Serikat, pembuat kebijakan the Fed mengantisipasi kenaikan suku bunga acuan, dan diperkirakan kenaikan 50-75 basis poin pada Juli 2022. Di Eropa, bank sentral Eropa menaikkan suku bunga acuan 50 basis poin selama pertemuan Juli 2022. Ini kenaikan pertama sejak 2011, dan akhir suku bunga negatif sekitar delapan tahun. Langkah ini dilakukan bank sentral Eropa untuk meredam inflasi.

Di Jepang, bank sentral Jepang mempertahankan suku bunga acuan minus 0,1 persen dan imbal hasil obligasi 10 tahun nol pasa pertemuan Juli 2022. Namun, bank sentral Jepang memangkas pertumbuhan ekonomi dari 2,9 persen pada April 2022 menjadi 2,4 persen.

Dari Australia, bank sentral Australia menaikkan suku bunga acuan 50 basis poin menjadi 1,35 persen pada Juli 2022. Ini melanjutkan kenaikan suku bunga acuan pada Juni 2022 sebesar 50 basis poin dan 25 basis poin pada Mei 2022.

Di Indonesia, Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan 3,5 persen pada Juli 2022. Ini sesuai dengan perkiraan pasar. Ini meski inflasi berada di kisaran 2-4 persen pada Juni 2022.

Di sisi lain, inflasi Kanada meningkat menjadi 8,1 persen pada Juni 2022, tertinggi sejak Januari 1983, tetapi di bawah harapan pasar sekitar 8,4 persen.

Selain itu, inflasi Inggris naik menjadi 9,4 persen pada Juni 2022, dan tertinggi sejak 1982, dan di atas harapan pasar sekitar 9,3 persen.

Sementara itu, The S&P Global Germany Manufacturing PMI turun menjadi 49,2 pada Juli 2022 dari sebelumnya 52 pada Juni. Ini kontraksi pertama untuk akvitias pabrik sejak Juni 2020. Aktivitas pabrik itu lebih rendah dari perkiraan apsar 50,6.

 

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 4 halaman

Kinerja IHSG 18-22 Juli 2022

Sebelumnya, laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melonjak pada periode 18-22 Juli 2022. Penguatan IHSG ditopang dari sentimen positif data ekonomi Indonesia dan harga komoditas.

Mengutip data Bursa Efek Indonesia (BEI), ditulis Sabtu (23/7/2022), IHSG melejit 3,53 persen ke posisi 6.886,96 pada pekan ini dari pekan lalu 6.651,90. Kapitalisasi pasar bertambah 3,37 persen menjadi Rp 9.067,93 triliun. Kapitalisasi pasar naik sekitar Rp 295 triliun dari pekan lalu Rp 8.772,66 triliun.

Adapun peningkatan signifikan terjadi pada rata-rata nilai transaksi harian yang mencapai Rp 11,72 triliun. Rata-rata nilai transaksi harian itu naik 12,82 persen dari pekan lalu Rp 10,39 triliun. Rata-rata frekuensi harian bursa naik 11,82 persen menjadi 1.123.557 transaksi dari 1.004.832 transaksi pada penutupan pekan lalu.

Rata-rata volume transaksi harian bursa juga meningkat 6,43 persen menjadi 18,75 miliar saham dari 17,61 miliar saham pada penutupan perdagangan pekan sebelumnya.

Pada Jumat, 22 Juli 2022, investor jual saham Rp 379,62 miliar. Sepanjang 2022, investor asing membukukan aksi beli Rp 56,94 triliun.

 

4 dari 4 halaman

Prediksi IHSG

Analis PT MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana menuturkan, pergerakan IHSG didominasi pergerakan dan sentimen bursa global. Hal ini seiring laba perusahaan di Amerika Serikat cenderung berkinerja baik. “Selain itu, pergerakan harga komoditas juga turut mempengaruhi pergerakan IHSG,” kata dia saat dihubungi Liputan6.com.

Dari dalam negeri, rilis data ekonomi seperti surplus neraca perdagangan pada Juni 2022, suku bunga acuan bertahan di 3,5 persen dan ada kebijakan pungutan ekspor crude palm oil (CPO) bayangi IHSG.

Pada pekan depan, Herditya prediksi, IHSG berpeluang naik terbatas dengan kisaran support 6.800 dan resistance 6.940.

“Untuk sentimen akan ada FOMC Meeting yang kami perkirakan kurang lebih akan mempengaruhi pergerakan IHSG,” kata dia.

Ia menambahkan, secara konsensus dapat diketahui The Federal Reserve atau the Fed akan meningkatkan kembali suku bunga acuannya. Selain itu, untuk rilis laporan keuangan emiten di Indonesia diperkirakan juga dapat mempengaruhi pergerakan emitennya.