Liputan6.com, Jakarta - PT Manulife Asset Manajemen Indonesia (MAMI) prediksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hingga akhir 2022 mencapai 7.600. Lantaran, kondisi makro ekonomi saat ini mendukung penguatan pasar modal.
"IHSG menyentuh ke level 7.600 hingga akhir tahun,” kata Senior Portfolio Manager, Equity, Manulife Asset Manajemen Indonesia Samuel Kesuma dalam konferensi pers MAMI, Selasa (9/8/2022).
Baca Juga
Samuel menuturkan, terkait risiko yang perlu dicermati bagi para pelaku pasar, salah satunya pengetatan kebijakan bank sentral yang terlalu agresif yang berdampak buruk pada laju pertumbuhan ekonomi global.
Advertisement
Selain itu, konflik geopolitik Rusia- Ukraina yang berdampak pada harga komoditas dan tekanan inflasi yang dapat mempengaruhi kebijakan moneter bank sentral global.
Pelaku pasar juga perlu mencermati pemulihan ekonomi di tengah inflasi yang meningkat sehingga ketidakpastian keberlangsungan pemulihan permintaan, dan potensi pemangkasan subsidi pemerintah.
Sementara itu, Samuel mengatakan, investor asing membukukan aksi jual yang cukup menyeluruh di kawasan Asia, termasuk Indonesia. Hal ini karena adanya sentimen kekhawatiran perlambatan ekonomi global yang diakibatkan pengetatan moneter yang agresif.
"Namun, kondisi makro Indonesia yang lebih solid disertai dengan pertumbuhan earnings perusahaan yang diperkirakan tumbuh pada laju yang sehat, diharapkan dapat mendorong pergerakan pasar saham, terutama ketika sentimen global sudah lebih membaik,” ujar Samuel.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Sentimen Suku Bunga
Di sisi lain, Director & Chief Investment Officer, Fixed Income, Ezra Nazula menuturkan, suku bunga global sudah mendekati puncak siklus pengetatan.
"Kebijakan pengetatan moneter secara ‘front load’ di dua bulan terakhir membuat Fed Funds Rate mendekati level netral di 2,25-2,5 persen. Kondisi ini membuka peluang kenaikan Fed Funds Rate ke depan berkurang agresivitasnya dan membawa turun volatilitas di pasar obligasi," ujar Ezra.
Dia menambahkan, normalisasi suku bunga BI di tengah pengetatan global yang agresif dapat mendukung pasar obligasi dan nilai tukar Rupiah. Sentimen juga akan menjadi semakin positif ketika tingkat inflasi, terutama di Amerika Serikat dan Eropa, sudah mencapai puncak.
"Akhir dari siklus kenaikan Fed Funds Rate sudah mulai terlihat. Dalam jangka menengah, kami memperkirakan imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun bisa kembali ke kisaran 6,5 persen - 7 persen," kata Ezra.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Risiko yang Perlu Dicermati Investor
Di tengah pemulihan ekonomi Indonesia yang masih terus berjalan, Ezra mengingatkan risiko yang perlu dicermati investor. Dari sisi eksternal, perkembangan konflik geopolitik dan lonjakan kasus COVID-19 di China menjadi risiko utama yang yang perlu dicermati, karena memiliki dampak yang signifikan pada tekanan inflasi.
Hal ini dapat mempengaruhi laju perubahan kebijakan moneter dan pembelian aset. Sementara dari sisi internal, perkembangan harga minyak dunia dan komoditas utama ekspor memberikan dampak yang besar terhadap beban subsidi energi dan nilai tukar Rupiah.
Di samping itu, laju pertumbuhan kredit menjadi salah satu faktor yang perlu dicermati, mengingat selama ini bank menjadi pembeli mayoritas SBN. Kebijakan BI untuk menaikkan GWM secara bertahap juga harus dicermati efeknya dalam mengurangi likuiditas di pasar.
BCA Gandeng Manulife Tawarkan Peluang Investasi di Asia Pasifik
Sebelumnya, PT Bank Central Asia Tbk (BCA) dan PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) bekerja sama sebagai penyedia reksa dana berkualitas bagi para nasabah BCA.
BCA akan mendistribusikan Reksa Dana Manulife Saham Syariah Asia Pasifik Dollar AS (MANSYAF) melalui cabang BCA yang melayani transaksi reksa dana dan aplikasi Welma.
Kerja sama ini merupakan komitmen BCA untuk memberikan solusi investasi dan keuangan yang berkualitas bagi para nasabahnya.
"BCA memiliki pengalaman lebih dari 65 tahun di industri keuangan. BCA senantiasa berfokus pada kebutuhan para nasabah dengan menghadirkan berbagai inovasi dan menjalin sinergi dengan berbagai institusi untuk menyediakan beragam solusi keuangan yang berkualitas, termasuk produk investasi,” ujar Wakil Presiden Direktur BCA Suwignyo Budiman, dikutip dari keterangan tertulis, Selasa, 15 Maret 2022.
Dia juga menuturkan, BCA mencatatkan pertumbuhan AUM (Asset under Management) investasi nasabah yang tinggi, hingga lebih dari 50 persen YoY (year on year).
Kerja sama antara BCA dengan MAMI merupakan bagian dari langkah untuk memberikan solusi Wealth Management, khususnya produk investasi bagi nasabah BCA.
"Melalui kemitraan ini, kami menghadirkan produk investasi yang berkualitas dan sesuai dengan kebutuhan para nasabah yang ingin memanfaatkan peluang pertumbuhan investasi yang menarik di kawasan Asia Pasifik melalui reksa dana MANSYAF,” tutur Suwignyo.
Advertisement
Selanjutnya
Sementara itu, CEO & Presiden Direktur MAMI, Afifa mengatakan, kemitraan ini merupakan kolaborasi yang kuat antara dua institusi penyedia jasa keuangan dan investasi yang terpercaya di Indonesia. BCA merupakan salah satu bank terbesar di Indonesia dan MAMI merupakan salah satu perusahaan manajer investasi terkemuka di Indonesia.
"MAMI dan BCA secara bersama akan menyediakan solusi investasi dan layanan terbaik yang sesuai dengan kebutuhan nasabah BCA, dimulai dengan penjualan reksa dana MANSYAF di BCA saat ini,” kata dia.
Reksa dana berdenominasi dolar AS ini membuka peluang investasi bagi para nasabah yang ingin menangkap peluang investasi di berbagai pasar di kawasan Asia Pasifik yang memiliki valuasi relatif rendah dan marjin laba yang relatif tinggi.
"Portofolio MANSYAF terdiri dari berbagai saham milik perusahaan-perusahaan dengan potensi pertumbuhan yang kuat dan memiliki valuasi yang wajar,” kata Afifa.