Sukses

Menakar Dampak Kenaikan Suku Bunga terhadap Emiten Properti

Sektor properti dinilai terkena dampak dari potensi kenaikan bunga kredit kepemilikan rumah (KPR).

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) mengambil langkah untuk menaikan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 0,25 basis poin (bps), dari sebelumnya 3,50 persen menjadi 3,75 persen.

Beberapa sektor emiten dinilai terdampak kebijakan ini, salah satunya properti. Sektor properti dinilai terkena dampak dari potensi kenaikan bunga kredit kepemilikan rumah (KPR). Meski begitu, Direktur Pengelolaan Modal dan Investasi Intiland, Archied Noto Pradono menilai dampaknya belum signifikan untuk saat ini.

"Dampak saat ini belum kelihatan so far, berharap ke depan bisa smooth dan tidak banyak mempengaruhi sales, karena bunga KPR so far cukup bagus. Berharap bank bisa absorb dari margin keuntungan mereka saat ini,” kata Archied kepada Liputan6.com, Rabu (31/8/2022).

Untuk mengantisipasi kenaikan suku bunga, perseroan sebelumnya berencana memberikan subsidi bunga untuk menjaga daya beli konsumen. Lebih lanjut perseroan belum berencana untuk mengubah target marketing sales hingga akhir tahun. Intiland masih optimistis untuk mengupayakan target tahun ini dapat terealisasi. Adapun tahun ini perseroan menargetkan marketing sales Rp 2,4 triliun.

"Taget tidak ada revisi, target sampai akhir tahun masih kita kejar,” imbuh Archied.

Senada, Direktur Bumi Serpong Damai, Hermawan Wijaya yakin capaian prapenjualan perseroan sampai saat ini masih on track dengan target hingga akhir tahun.

Pada semester I 2022, PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) telah mengamankan 61 persen target tahunan pra penjualan atau senilai Rp 4,7 triliun dari target Rp 7,7 triliun.

"Dari hasil marketing sales per Juni 2022 yang kami rilis pada 3 Agustus 2022 yang lalu, kami telah berhasil meraih 61 persen dari target 2022 kami. Kami masih optimis dapat mencapai target marketing sales 2022,” kata Hermawan dihubungi terpisah.

 

 

 

2 dari 4 halaman

Belum Pulih

Hermawan mengakui, pasar properti belum sepenuhnya pulih. Pada saat bersamaan, kenaikan suku bunga berpotensi membebani konsumen yang andalkan pembayaran melalui KPR. Sebaliknya, bagi konsumen yang melakukan pembayaran secara kontan, kenaikan suku bunga tidak terlalu jadi momok.

"Bagi konsumen yang mengandalkan KPR untuk pembelian unit properti, besaran bunga menjadi perhatian atau pertimbangan. Baik itu dalam pemilihan bank maupun tipe properti yang diinginkan. Hal tersebut (tingkat suku bunga) tentu tidak berlaku bagi pembeli properti yang melakukan pembelian secara tunai atau tunai bertahap,” imbuh Hermawan

Di sisi lain, perseroan sebagai pengembang berharap insentif yang telah ada saat ini dan kebijakan penghapusan ketentuan pencairan bertahap properti dapat diperpanjang selama masa pemulihan ekonomi. Langkah itu utamanya untuk menghidupkan kembali industri properti dan untuk mendorong pertumbuhan kredit di sektor properti.

3 dari 4 halaman

Menakar Dampak Kenaikan Suku Bunga terhadap Sektor Saham Industri hingga Properti

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 basis poin (bps). Analis menilai hal tersebut memberikan dampak negatif bagi sejumlah sektor saham, seperti industri, teknologi, dan properti.

Analis Jasa Utama Capital Sekuritas, Cheryl Tanuwijaya mengatakan, kenaikan suku bunga acuan BI sebesar 25 bps masih akomodatif untuk ekonomi domestik. Akan tetapi, terdapat sejumlah sektor yang terdampak negatif.

"Namun sektor yang bisa berdampak negatif yaitu sektor perindustrian, sektor teknologi dan sektor properti. Karena, kenaikan bunga bisa menggerus laba nya di tengah kenaikan inflasi di mana daya beli bisa berkurang,” kata Cheryl.

Sementara itu, Analis Kiwoom Sekuritas, Abdul Azis mengungkapkan, kenaikan suku bunga di kondisi normal bisa mempengaruhi dari saham sektor perbankan, properti, serta konstruksi.

"Tetapi, kondisi saat ini sektor-sektor tersebut masih cukup menarik dikarenakan permintaan kredit yang masih tumbuh untuk sektor perbankan, dan dari sektor konstruksi adanya peningkatan anggaran untuk infrastruktur bisa menjadi sentimen positif, serta sektor properti yang sedang mengalami perbaikan,” ungkapnya.

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menaikan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 basis poin (bps), dari sebelumnya 3,50 persen menjadi 3,75 persen. Analis menilai kebijakan tersebut menjadi sentimen positif bagi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

4 dari 4 halaman

Sentimen Positif IHSG

Research Analyst Henan Putihrai Sekuritas, Jono Syafei mengatakan, naiknya suku bunga acuan BI menjadi sentimen positif bagi IHSG, antara lain karena Indonesia dapat lebih dulu mengantisipasi dampak dari potensi naiknya inflasi karena rencana pemerintah menaikkan harga BBM.

"Naiknya suku bunga BI juga dapat memperkuat nilai tukar rupiah dan menarik lebih banyak dana asing untuk masuk ke Indonesia karena potensi return investasi yang lebih menarik,” kata Jono kepada Liputan6.com, Rabu, 24 Agustus 2022. 

Dia menuturkan, saham yang mendapat sentimen positif dengan kenaikan suku bunga antara lain sektor jasa keuangan seperti perbankan atau lembaga pembiayaan karena naiknya suku bunga akan meningkatkan keuntungan dari pendapatan bunga. 

"Selain itu, saham yang produknya ekspor ke luar negeri seperti pertambangan atau consumer juga dapat diuntungkan karena daya tawar produk Indonesia akan menjadi lebih kuat,” ujar dia.

Tak hanya itu, dia juga menegaskan, saham yang bisa dicermati antara lain SIDO dan MYOR.

"Saham yang dapat diperhatikan antara lain saham defensif yang memiliki keunggulan produknya dan neraca keuangan yang sehat seperti SIDO dan MYOR,” ungkapnya. 

Hal perlu diperhatikan oleh investor masih terkait ketidakpastian kondisi ekonomi global yang berpotensi membuat dana asing keluar dari Indonesia, termasuk dari IHSG karena kekhawatiran para pelaku pasar terutama pada negara berkembang.