Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat dana kelolaan atau nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana syariah tercatat sebesar Rp 43,45 triliun per 26 Agustus 2022. Direktur Humas OJK, Darmansyah menuturkan, dana kelolaan itu berasal dari 273 reksa dana syariah.
Dana kelolaan reksa dana syariah sempat mencatatkan pertumbuhan tertinggi pada 2020 mencapai Rp 74,37 triliun dari Rp 53,74 triliun pada tahun sebelumnya. Sayangnya, raihan itu harus tergerus pada 2021 lantaran Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) memangkas investasinya di reksa dana.
Baca Juga
"Kita lihat belum ada investor institusional yang sebesar BPKH, jadi akibatnya sangat signifikan dan cukup mengguncang industri reksa dana syariah. Pelan-pelan kita mulai bangkit, tapi sampai Agustus 2022 masih belum bisa menyamai di akhir 2021,” kata Darmansyah dalam acara Journalist Class di Jakarta, Rabu (31/8/2022).
Advertisement
Market share dari dana kelolaan reksa dana syariah itu setara 7,96 persen dari total dana kelolaan di pasar modal, turun 1,26 persen secara ytd. Sementara market share jumlah reksa dana syariah setara 12,44 persen atau turun 5,54 persen ytd.
Sementara dari porsi saham syariah di Bursa Efek Indonesia (BEI) saat ini tercatat sebanyak 523 saham atau setara 58,37 persen dari total saham tercatat di Bursa. Market share kapitalisasi pasar ISSI sampai dengan 26 Agustus 2022 tercatat sebesar Rp 4.416,84 triliun, setara 47,43 persen dari total kapitalisasi pasar modal.
“Meski porsinya lebih sedikit dibanding yang konvensional, tapi secara year to date (ytd) market share saham syariah meningkat dari 2021 ke agustus 2022 itu 5,66 persen. Sedangkan market share kapitalisasi pasar ISSI naik 10,87 persen,” ungkap Darmansyah.
Dana Kelolaan Reksa Dana Syariah Merosot pada 2021, Ini Penyebabnya
Sebelumnya, hingga akhir 2021, terdapat 28 reksa dana syariah baru sehingga totalnya menjadi 289 atau setara 13 persen dari total reksa dana.
Sementara nilai aktiva bersih (NAB) tercatat Rp 44 triliun atau 8 persen terhadap total reksa dana di pasar modal.
Besaran ini jauh lebih kecil dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp 74 triliun. Kepala Divisi Pasar Modal Syariah BEI, Irwan Abdalloh mengatakan, penurunan tersebut lantaran Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) memangkas investasinya di reksa dana.
"Kenapa 2021 anjlok dari Rp 74 triliun menjadi Rp 44 triliun? BPKH narik dana dari reksa dana syariah. Jadi amblas,” kata Irwan, ditulis Jumat (15/4/2022).
“Itulah sebabnya BPKH jadi peranan penting. Harus kita jaga biar mereka tetap jadi salah satu investor yang bisa gerakkan pasar modal syariah indonesia,” imbuh Irwan.
Pasar modal Indonesia memiliki beberapa produk syariah yang bisa dipertimbangkan untuk investasi. Adapun efek syariah yang utama ada saham syariah, sukuk dan reksa dana syariah.
“Kemudian ada EBA syariah dan KIK-DIRE syariah. Secara barangnya belum ada tapi regulasi OJK sudah ada. Keren, kan,” kata Irwan.
Advertisement
Selanjutnya
Lalu juga ada turunannya yakni wakaf saham syariah, zakat saham syariah, infak saham syariah, serta wakaf sukuk ritel. Di mana semuanya merupakan produk filantropi.
“Jadi Indonesia adalah salah satu negara yang mengembangkan filantropi Islam berbasis pasar modal syariah yang lengkap di dunia,” ujarnya.
Hingga Maret 2011, tercatat 478 saham syariah atau 61 persen dari total 778 perusahaan tercatat di Bursa Efek Indonesia. Kapitalisasi saham syariah tercatat 48 persen atau Rp 4.249 triliun dibandingkan total kapitalisasi pasar saham tercatat sebesar Rp 8.910 triliun.
Lalu untuk produk sukuk, terbagi menjadi sukuk korporasi yang mencatatkan outstanding Rp 35 triliun di 2021 atau setara 3 persen dari total sukuk korporasi. Kemudian sukuk negara mencapai Rp 1.157 triliun atau 73 persen dari total sukuk korporasi.
Perkembangan Kapitalisasi Efek Syariah
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan data terkini perkembangan pasar modal syariah Indonesia.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen menyebutkan, selain penerbitan sukuk negara oleh pemerintah, sudah cukup banyak korporasi yang menerbitkan efek syariah dalam memperoleh pendanaan. Baik melalui penawaran umum saham atau sukuk, atau melalui kegiatan corporation lainnya.
"Sesuai data per 1 April 2022 nilai kapitalisasi pasar saham yang masuk daftar efek syariah telah mencapai kurang lebih sekitar Rp 4.254 triliun," ungkap Hoesen dalam Peluncuran Video Edukasi, Video Sejarah & Talkshow Pasar Modal Syariah Indonesia, Selasa, 12 April 2022.
Sementara itu, sukuk korporasi outstanding tercatat sebesar Rp 36,71 triliun, dan untuk sukuk negara outstanding mencapai Rp 1.127 triliun.
Hoesen menambahkan, capaian ini juga tak lepas dari inovasi yang dilakukan dalam pengembangan pasar modal syariah. Salah satunya melalui shariah online trading system (SOTS). Yaitu fasilitas transaksi saham yang memenuhi prinsip syariah yang disediakan oleh tentang efek di Indonesia secara global.
"SOTS ini merupakan pionir dalam online trading syariah yang menyediakan fasilitas transaksi saham yang memenuhi prinsip syariah,” kata Hoesen.
Pada saat bersamaan, semakin berkembangnya instrumen pasar modal syariah tidak semata-mata untuk tujuan komersial. Namun, juga meliputi filantropi islam antara lain wakaf saham, zakat saham, Reksadana wakaf, serta sukuk wakaf.
Advertisement