Sukses

Menimbang Saham Emiten Konstruksi Pelat Merah di Tengah Proyek IKN

Proyek ibu kota nusantara (IKN) dinilai akan berdampak terhadap emiten konstruksi BUMN.

Liputan6.com, Jakarta - Emiten konstruksi milik BUMN mencatatkan nilai kontrak baru yang fantastis pada 2022. Analis Trimegah Sekuritas Kharel Devin Fielim mengatakan, perolehan kontak itu salah satunya ditopang proyek Ibu Kota Negara(IKN) Nusantara.

Hingga Juli 2022, PT Adhi Karya Tbk (ADHI) memimpin dengan raihan kontrak baru mencapai Rp 16 triliun, naik dua kali lipat dari raihan per Agustus 2021 sebesar Rp 6 triliun. Disusul PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) senilai Rp 15 triliun, naik dari RP 12 triliun pada Agustus 2021.

Lalu PT PP Tbk (PTPP) dan PT Waskita Karya Tbk (WSKT) masing-masing Rp 14 triliun dan Rp 10 triliun, naik dari raihan per Agustus 2021 masing-masing sebesar Rp 10 triliun dan Rp 3 triliun.

“Saham kontraktor juga naik kencang karena banyak katalis seperti kontrak baru yang melebihi tahun sebelumnya karena pemerintah minta proyek tender dipercepat sebelum tahun politik 2023,” kata Kharel dalam webinar Indonesia Investment Education, Sabtu (17/9/2022).

Pemerintah menganggarkan Rp 23,6 triliun untuk proyek IKN tahun depan. Dirasa kurang, PUPR minta tambahan anggaran IKN 10,3 triliun. Kharel mengatakan, pemerintah kemungkinan akan mengabulkan penambahan anggaran

“PUPR minta tambahan anggaran IKN Rp 10,3 triliun untuk 2023 yang kemungkinan besar saya expect bisa dikabulkan,” kata dia.

Lalu, siapa yang berpotensi menampung paling banyak dari proyek ini?

Ia menilai, perusahaan yang mampu serap proyek ini didasarkan pada rasio kecukupan modal atau Debt to Equity Ratio (DER). DER PTPP tercatat yang paling rendah sebesar 1,7 persen. Kemudian ADHI 1,8 persen, WIKA 1,9 persen dan WSKT 3,1 persen.

 

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

 

2 dari 4 halaman

Saham Pilihan

Umumnya emiten properti baru akan menerima dana masuk jika proyek sudah selesai dibangun. Artinya, selama masa pembangunan, emiten butuh pendanaan, baik dari bank maupun obligasi. Sehingga emiten dengan DER terendah dinilai memiliki peluang pendanaan yang lebih besar sehingga bisa garap lebih banyak proyek.

“Semakin kecil utangnya, semakin bagus kontraktor ini ambil proyek. Ini untuk keperluan funding, baik dari bonds. Jadi PTPP, WIKA, dan ADHI ini bisa jadi the most beneficial kandidat yang paling banyak dapat dari IKN project,” kata dia.

Alih-alih merekomendariksn saham-saham kontraktor pelat merah, Kharel lebih tepat menyebutnya sebagai ‘riding the momentum’. Kali ini, dia jagokan ADHI dan PTPP. Selain DER dan capaian kontrak baru yang baik, untuk ADHI diketahui akan gelar aksi korporasi dalam waktu dekat.

“Pilih ADHI karena ada aksi korporasi sebentar lagi berupa rights issue. Di mana Rp 2 triliun dari pemerintah dan Rp 1 triliun dari masyarakat. ADHI kita lihat capaian kontrak baru paling tinggi di 2022 ini, dan LRT kemungkinan selesai pada 2023 Juni. Itu bisa jadi game changer untuk ADHI,” ujar Kharel.

3 dari 4 halaman

Menimbang Prospek Rights Issue Emiten Konstruksi Pelat Merah

Sebelumnya, sejumlah perusahaan berencana gelar penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue. Analis menilai aksi itu bisa menjadi katalis bagi perusahaan. Asumsinya, dengan peningkatan modal maka kinerja juga kian membaik.

"Secara umum rights issue akan memberikan sentimen positif karena dengan adanya tambahan dana segar, diharapkan kinerja perusahaan akan membaik, baik dari sisi neraca yang menjadi lebih sehat karena utang berkurang, maupun dari sisi operasional untuk modal kerja dapat mendukung ekspansi,” kata Analis Henan Putihrai Sekuritas, Jono Syafei kepada Liputan6.com, Rabu, 24 Agustus 2022.

Beberapa emiten yang telah mengumumkan rencana rights issue di antaranya ada dua emiten karya pelat merah, yakni PT Waskita Karya Tbk (WSKT) dan PT Adhi Karya Tbk (ADHI). Vice President Infovesta Utama Wawan Hendrayana menilai, emiten konstruksi masih menarik untuk jangka panjang. Namun bukan berarti tanpa catatan.

"Untuk jangka panjang sektor ini menarik. Tapi secara cash flow masih berat,” kata Wawan.

 

4 dari 4 halaman

Selanjutnya

Beratnya arus kas emiten konstruksi lantaran sistem pembayaran yang biasanya dilakukan usai konstruksi rampung. Kondisi itu, kata Wawan, menjadi salah satu biang kerok emiten properti membutuhkan pendanaan besar di awal dan tak jarang mengganggu kas perusahaan.

Di sisi lain, baru-baru ini pemerintah mengalokasikan anggaran infrastruktur dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN) 2023 sebesar Rp 392 triliun. Angka itu naik 7,8 persen dari proyeksi realisasi anggaran infrastruktur tahun ini sebesar Rpm 363,8 triliun.

Bagi emiten konstruksi, alokasi dana tersebut setidaknya dapat memberikan kepastian dari isi penjualan. Namun, dari sisi aliran kas, Wawan mengatakan masih ada PR.

Dalam rangka rights issue, Wawan menekankan perlunya mencermati tujuan perusahaan melakukan aksi tersebut. Apakah untuk modal, membayar utang, atau untuk ekspansi. Selain itu, perlu juga dicermati berapa harga pelaksanaan yang dipatok.