Liputan6.com, Jakarta - Pasar tengah menanti hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) dan Federal Open Market Committee (FOMC) Meeting yang digelar pekan ini.
Analis menilai, baik BI maupun bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed) kemungkinan masih akan menaikkan suku bunga acuan untuk kendalikan inflasi. Meski begitu, potensi kenaikan suku bunga lebih lanjut telah diantisipasi oleh pasar.
Baca Juga
“BI rate masih potensial ada kenaikan lagi. Dan masih relatif konsisten dan stabil. Pasar sudah jelas mengantisipasi. Isu ini sudah dikomunikasikan sejak pertengahan tahun lalu dan hingga kini baik pemerintah dan BI cukup konsisten dalam kebijakan komunikasi nya,” kata Wahyu kepada Liputan6.com, Selasa (20/9/2022).
Advertisement
Untuk imbasnya pada pasar modal dalam negeri, Wahyu menilai indeks harga saham gabungan (IHSG) masih dalam tren naik. Dia menuturkan, akan ada lebih banyak modal masuk karena pasar Indonesia dinilai masih menarik. Sementara jika kenaikan konsisten dilakukan oleh The fed pada level 75 bps, maka wall street disebut masih sulit bangkit.
"Tapi jika The Fed naikkan 75 bps dan wacana mulai pivot akhir tahun menjadi hanya 50 bps, maka Wallstreet akan siap rebound dan USD mulai top out dan koreksi,” imbuh Wahyu.
Tren kenaikan suku bunga ini juga dinilai menjadi berkah bagi emiten perbankan karena saling terkait. Ia menilai, kenaikan suku bunga berpotensi memberikan keuntungan lebih besar terhadap emiten bank.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Jadi Berkah
"Margin keuntungan sektor perbankan bisa diproyeksi naik seiring dengan pengetatan kebijakan moneter BI, menerima dampak positif dengan kenaikan laba dari kenaikan bunga kredit,” jelas dia.
“BCA BNI BRI Mandiri masih big four, lah. Recommended,” tambah Wahyu.
Senada, Head of Research Jasa Utama Capital Sekuritas Cheryl Tanuwijaya menerangkan mengatakan bank berpotensi diuntungkan dari kenaikan suku bunga. Saat ini saham-saham big banks sudah berada di area resistennya, sehingga rawan koreksi.
Namun untuk jangka menengah panjang berpotensi melanjutkan penguatan. Dia menuturkan, saat koreksi terjadi saham-saham big banks menarik untuk dikoleksi.
“Seperti BBRI dan BMRI karena secara valuasi relatif murah, laba berpotensi lanjut naik karena diuntungkan dari kenaikan suku bunga yang mendongkrak net interest margin. BBRI Buy TP 4.900, BMRI buy TP 9.750,” beber Cheryl.
Advertisement
Berburu Saham Properti di Tengah Kenaikan Harga Komoditas dan Suku Bunga
Sebelumnya, emiten properti disebut masih menarik untuk dicermati, kendati saat ini terjadi kenaikan suku bunga dan harga komoditas.
Analis Trimegah Sekuritas Kharel Devin Fielim mencermati, marketing sales atau prapenjualan emiten properti masih cukup kuat hingga paruh pertama tahun ini.
Sebagai perbandingan, Kharel menyebut kinerja pra penjualan empat emiten properti, antara lain PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE), PT Ciputra Development Tbk (CTRA), PT Summarecon Agung Tbk (SMRA), dan PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) masih dalam tren tumbuh, meski belum mencapai angka prapenjualan tertinggi pada tahun sebelumnya.
“Pra penjualan BSDE, CTRA, SMRA, dan PWON dari Januari sampai Juni 2022 masih menunjukkan pertumbuhan. Padahal tahun kemarin itu pencapaian tinggi sekali. Investor mengira para developer properti ini bisa mencapai pra penjualan yang solid juga seperti tahun kemarin atau bahkan tumbuh,” kata dia dalam webinar Indonesia Investment Education, Sabtu (17/9/2022).
Dalam paparannya, BSDE mencatatkan marketing sales sebesar Rp 4,8 triliun pada semester I 2022, naik dari Rp 4,5 triliun pada semester I 2022. Sementara realisasi marketing sales sepanjang tahun lalu mencapai Rp 7,7 triliun.
CTRA mencatatkan pra penjualan Rp 4 triliun, naik dari Rp 3,6 triliun pada semester I 2021. Total pra penjualan CTRA sepanjang 2021 yakni Rp 7,7 triliun. Kemudian SMRA mencatat pra penjualan Rp 3,2 triliun, sama dengan realisasi semester I 2021. Sementara realisasi marketing sales SMRA pada 2021 sebesar Rp 5,4 triliun.
Sedangkan PWON mencatat realisasi prapenjualan sebesar Rp 0,8 triliun, sama dengan perolehan pada semester I 2021. Sementara untuk keseluruhan tahun lalu, PWON mencatatkan pra penjualan Rp 1,4 triliun.
Prapenjualan Bakal Tumbuh pada Semester II 2022
Meski begitu, Kharel mengatakan prapenjualan properti akan tumbuh signifikan pada paruh kedua tahun ini. Keyakinan itu merujuk pada tren kenaikan harga komoditas dan kenaikan suku bunga bank sentral.
Kenaikan harga komoditas membuat banyak orang orang berinvestasi pada saham komoditas seperti batu bara. Kharel mencermati, tak sedikit investor yang cuan dari investasinya pada saham komoditas, dan mengalokasikan untung untuk membeli aset properti.
"Pergerakan CPO dan coal ini naikkan pendapatan masyarakat. Jadi bisa dibilang kalau di properti ada orang yang naik kelas atau OKB. Itu yang nge drive sektor properti. Banyak orang yang dapat cuan dari saham untuk beli properti. Itu yang nge-drive presales property developer,” kata dia.
Sementara dari sentimen kenaikan suku bunga, hingga saat ini banyak bank-bank yang belum menyesuaikan suku bunga KPR mengikuti suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) yang baru saja naik. Bahan beberapa masih ada yang berikan promo KPR.
Namun,bukan berarti bank tidak akan menaikkan suku bunga. Sehingga sebelum itu terjadi, pengembang properti keluarkan produk andalan dan masyarakat berbondong-bondong membelinya.
“Memang tidak banyak yang launching di semester I, tapi di semester II developer ini akan keluarkan proyek andalannya. Jadi kalau kita lihat nanti outlook pra penjualan di 2022 masih solid dan bisa tumbuh untuk di tahun ini,” ujar dia.
Proyek-proyek andalan itu antara lain, Crown Gading oleh SMRA, Gama Medan oleh CTRA, Zora Kanade oleh BSDE, dan Gladstone oleh PWON. Di sisi lain, pendapatan emiten properti dari recurring revenue (pendapatan berulang) rental mal dan hotel juga mulai pulih.
Advertisement
Saham Pilihan
Untuk itu, Kharel masih menyematkan penilaian overweight untuk sektor ini untuk jangka pendek maupun panjang. Dia menilai, meski kemungkinan besar stimulus diskon tidak akan diperpanjang, tetapi permintaan sudah mulai naik. Terutama selama harga komoditas masih berlanjut naik dan banyak orang yang untung dari investasinya di sektor itu.
“Kalau top picks kita di sektor properti itu ada di SMRA karena tahun ini pra penjualannya oke, dan ada pemulihan dari recurring revenue karena dia sudah ga ngasih diskon lagi. Kemudian banyak proyek andalan yang nanti bakal keluar. Biasanya SMRA kalau launching itu selalu heboh dna sukses. Kita expect bisa generate Rp 800 miliar sampai 1 triliun ke pra penjualan Summarecon Gading,”
Untuk jangka pendek tahun ini, Kharel jagokan SMRA dan CTRA. Namun, untuk jangka panjang PWON, karena ketika suku bunga naik ada ekspektasi pra penjualan turu. Sedangkan pendapatan berulang PWON sudah naik atau pulih, bahkan PWON berpotensi naikkan harga sewa.